Ramelson datang ke kantornya dengan wajah yang sangat dingin, entah mengapa beberapa pegawai dikantornya merasa aura yang diberikan Bos nya saat ini benar-benar membuat mereka bergidik ngeri. mungkin beberapa kali mereka mengejek gaya culun yang selalu mereka lihat setiap berada di kantor, tapi mungkin tidak untuk hari ini, bahkan mereka buru-buru menghindar saat ingin bersitatap dengan petinggi utama di perusahaan ini.
Ramel benar-benar tidak habis pikir apa yang dikatakan Reista saat diruang makan tadi, mengapa istrinya itu bisa berubah sifat dalam satu malam? apakah selama ini benar yang dikatakan Caca bahwa Reista hanya ingin kekayaanku.
aku membanting pintu ruangan kerjaku dengan kasar, menghempaskan punggungku dikursi yang saat ini entah mengapa rasanya sedikit keras. aku memijit keningku pelan, sebenarnya ada apa dengan Reista? jika memang dia ingin kekayaanku, mengapa ia tak memintanya baik-baik, setidaknya aku akan memberikan haknya secara utuh untuk urusan keuangan.
kupikir selama ini dia yang tidak pernah meminta apapun padaku, membuatku percaya jika memang dia orang yang tulus, tapi jika diperhatikan sifat yang sudah dia tunjukan tadi membuatku merasa tersentak dan tidak percaya.
"Permisi tuan Ramel". aku mendengus suara yang sedang kupikirkan sedari tadi, Reista masuk dengan membawa beberapa berkas. entah mengapa hari ini dia terlihat begitu cantik.
"Ya". jawab Ramel singkat, Ramel menenggakan tubuh dan memasang wajah dinginnya. rasanya saat ini Ramel ingin memeluk Reista dan menanyakan mengapa ia berubah sejauh ini.
"ini beberapa berkas yang harus tuan tanda tangan, dan untuk acara gathering yang akan kita adakan seminggu lagi tahap penyelesaian sudah 80%. hari ini tidak ada rapat dengan siapapun dan saya ingin memberikan surat ini tuan".
Reista menyodorkan sebuah surat yang Ramel sudah menebak apa isinya, Ramel sedikit bingung mengapa Reista memberikan surat pengunduran diri.
"ada apa?". Ramel bertanya dengan sedikit pelan, ia rasa permasalahan pribadinya tidak boleh ia bawa di lingkup pekerjaan.
"saya ingin mengundurkan diri tuan".
"ya saya tau ini surat pengunduran diri, tapi kenapa? ada apa? mengapa kamu tiba-tiba mengundurkan diri? aku ingin alasan yang jelas Reista".
"saya ingin melanjutkan studi S2 saya tuan Ramel".
"kamu ingin kuliah dan kamu tidak mengatakan apa-apa pada suamimu ini?". Ramel membuang surat penguduran diri Reista kedalam kotak sampah dan ia bangkit dari duduknya. dilihatnya Reista yang menatapnya seolah menantang.
"sekalipun aku mengatakan padanya tentang pengunduran diriku dan aku ingin kuliah, apa dia akan peduli?". Tanya Reista balik, Reista sudah menggenggam tanganya erat, ia merasa ia harus kuat dan tidak boleh goyah saat berhadapan dengan Ramelson.
"Reista sebenarnya ada apa denganmu?".
"aku tidak apa apa".
"katakan hal yang jujur padaku Reista". Kini Ramel memeggang tangan Reista dengan lembut, ditatap mata istrinya yang sudah seperti menahan tangis.
"aku mengatakan hal yang jujur Ramel, tidakah kau ijinkah aku untu pergi dari tempat ini dan berkuliah lagi".
"aku bukan tidak mengijinkanmu, tapi aku hanya bingung mengapa kamu berubah sejak tadi pagi".
"berubah katamu? apa kau tidak pernah sedikit saja melihat mengapa aku bisa seperti ini?". tangis Reista mulai pecah, ia tidak sanggup menahan airmata yang sudah ia tahan saat masuk kedalam ruangan Ramelson.
"aku tidak mengerti apa yang kau katakan, berhentilah menangis dan aku tidak suka drama di dalam ruang kerjaku.
"drama? kau memang pria tak berprasaan, aku istrimu Ramelson. dan kau tidak bisa mengerti sedikit saja hati istrimu".
"lalu jika bukan drama apa? pagi-pagi kau sudah berdebat dengan caca, lalu sekarang kau mengundurkan diri dari perusahaanku, dan kau mengatakan aku tidak bisa mengerti perasaanmu lalu kau menangis. kau melalukan itu tanpa sebab yang jelas".
"aku tanyakan padamu Ramelson Ettrama, dimana kamu semalam!!?". Reista membentak Ramel dan menatap wajah suaminya dengan perasaan luka yang teramat, ia ingin menghilangkan suara-suara yang ia dengar semalam dari kepalanya. namun tidak bisa, suara itu semakin membuat hatinya sakit.
"aku pulang kerumah dan berada di ruang kerjaku". jawab Ramel seadanya.
"kau lupa apa yang kau katakan kemarin sore? kau lupa apa yang kau suruh padaku? apa kau lupa untuk masuk kekamar kita? apa kau lupa bahwa kau sudah memiliki istri Ramelson?".
"sebenarnya ada apa Reista, aku tidak mengerti maksudmu". Ramel menggaruk pelan rambutnya, ia tidak ingat memang apa yang sudah ia katakan kepada Reista kemarin, dan mengapa juga Reista mempertanyakan mengapa aku lupa masuk kedalam kamar.
"apa yang kau lakukan dengan CACA diruangan kerjamu? diruangan tertutup dengan suara desahan?. kau bersegama dengan adik iparmu dan kau melupakan aku yang sudah menunggumu dikamar, kau melupakan aku yang sudah kau suruh memakai lingerie yang telah kau berikan. kau melupakan aku yang sudah siap melayanimu sebagai istrimu, kau benar-benar menjatuhkan harga diriku, aku seperti pelacur yang ditinggal oleh kekasihnya. apa aku tidak secantik caca? apa aku tidak sesexy adik iparmu? apa aku tidak bisa merasakan tubuh suamiku? mengapa kau begitu jahat Ramelson".
"aku.. aku..". Ramel mengutuk sendiri dirinya yang melupakan janjinya kepada Reista kemarin malam, dia benar-benar lupa.
"apa? jelaskan apa maksud semua ini? jika memang kau tidak mencintaiku, tak masalah buatku Ramel. tapi aku mohon sedikit saja hargai perasaanku sebagai perempuan. aku perempuan Ramel, aku memiliki harga diri, dan kau sudah menghancurkan hal itu. kau menghancurkan hati dan diriku".
"aku minta maaf, aku benar-benar lupa jika kemarin malam kau memang benar-benar menungguku. aku masuk kedalam kamar kita dan aku tak menemukanmu, kupikir kau berada dikamar Renandra, aku putuskan untuk membereskan beberapa pekerjaan diruangan kerjaku. dan soal Caca, aku tidak melakukan hal yang kau tuduhkan, dia mengajakku keruangan penyimpanan disamping ruangan kerjaku. dia mengatakan dia menginginkan beberapa perhiasan milik andine, aku memberikannya. karena kupikir itu memang haknya".
"lalu suara desahan yang dikeluarkan adik iparmu? apa begitu cara meminta perhiasan? apa dengan mendesah dan memuaskanmu?".
"Reista kau sudah salah paham, dia menciumku dan memaksaku untuk melakukan hubungan badan dengannya, tapi aku bersumpah aku tidak melakukan hal itu. aku hanya memuaskannya dengan tanganku, aku tidak benar-benar melakukan sex denganya".
"dengan tanganmu? beruntung sekali Caca, bahkan aku tidak pernah merasakan bagaimana tanganmu".
"cukup Reista, sudah cukup membahas orang lain dihubungan kita".
"cukup katamu? kau tidak tau bagaimana perasaanku saat ini Ramel. aku tetap ingin mengundurkan diri dan aku benar-benar ingin melanjutkan studi S2. seterah kau mengijinkah ataupun tidak, aku sudah mengatakan pada ayah dan ibumu, mereka mengijinkanku pergi".
Ramel menatap mata istrinya dengan perasaan kecewa, ia tau ia salah dengan melupakan janjinya pada Reista. tapi keputusan yang Reista buat hari ini membuatnya kalut dan merasa resah. ia takut jika Reista keluar dari perusahaanya dia akan menemukan seseorang yang bisa mengerti hatinya. entah mengapa Ramel merasa ia tak rela jika Reista dimiliki orang lain.
"aku terima surat pengunduran dirimu, tapi nanti setelah acara gathering selesai kau baru bisa keluar dari perusahaan. selesaikan beberapa pekerjaanmu, dan akan kuhubungi bagian Hrd untuk mencari sekertaris baru". ucapan Ramel membuat hati Reista sedikit tersentak, entah mengapa Reista merasa tidak puas dengan jawaban Ramel. ia merasa bahwa Ramel harus menahannya dan jangan biarkan Reista pergi dari sini.
"Ya". Reista menarik nafasnya perlahan, sudah cukup. memang Ramel tidak pernah mengerti perasaanya dan tidak pernah menghargainya sedikitpun.