webnovel

Reyna Dengan Mata Batinnya

Reyna adalah seorang gadis cantik berusia 20 tahun keturunan Cina Jawa. Dari lahir Reyna telah di tinggal oleh Ibunya saat melahirkannya kedunia. Ayahnya yang keturunan Jawa dan Ibunya Cina campur Jawa juga membuat dirinya hampir mirip dengan Ibunya bermata sipit, dengan wajah yang bulat dan kulit yang putih bersih. Memiliki kemampuan sejak usianya 10 tahun, kejadian demi kejadian yang Ia alami membuatnya sedikit tertekan dan syok. Ia memang tak pernah melihat sosok makhluk astral atau makhluk halus dari mata telanjang, tetapi peka dalam suatu misteri, dimana Reyna harus berhadapan dengan makhluk yang tak kasat mata lewat mimpi dan mata batinnya. Memberikan rasa dan energi kepada sosok makhluk halus dengan kepekaan yang Ia miliki. Di hantui? tentu! membuatnya sedikit tak berdaya dan membuatnya cenderung agak sensitif dengan hal apapun yang berbau hantu atau makhluk halus sejenisnya. Bahkan di beri petunjuk sesuatu yang tabu. Membuat Reyna menjadi anak yang pendiam. Memendam semua sendiri tanpa ada seorang pun yang tahu, termasuk Ayahnya yang sibuk dengan pekerjaannya di kantor dan sering berpergian keluar kota karna sebuah pekerjaan yang harus di jalaninya. Reyna tinggal bersama Bi Inah asisten rumah tangga yang selalu menemaninya dari Ia di lahirkan hingga dewasa saat ini, Bi Inah sudah seperti keluarga bagi Reyna, sekaligus Ibu untuk Reyna. selalu di tinggal Ayahnya bekerja membuat Reyna kesepian, Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan membaca buku atau menonton Drakor ke sukaannya, bahkan ketika Ia di terima di salah satu pabrik yang cukup familiar namanya Ia bertemu seorang Lelaki perawakan tinggi, berkulit sawo matang dengan cepak di rambutnya, selalu ingin mendekati Reyna dan menemaninya setiap saat di kala kejenuhan membayanginya. Beni Fahrozan, keturunan orang Sunda tinggal di sebuah rumah yang sederhana, berseberangan yang tak jauh dari komplek perumahan milik Reyna. Beni teman yang baru di kenal Reyna di tempat kerjanya yang baru selalu mengantar jemput Reyna, walaupun kesal dan menyebalkan tingkah Beni, cukup membuat hati Reyna yang dingin dan beku menjadi perlahan mencair. Apakah Reyna akan jatuh cinta dan membuka hatinya kepada Lelaki bernama Beni Fahrozan yang semasa mudanya Reyna di saat sekolah dulu tak pernah merasakan jatuh cinta terhadap lawan jenisnya? bahkan tak memiliki seorang sahabat dekat sekalipun, akan berubah hatinya dengan adanya kedatangan Beni? Bagaimanakah kisah Reyna selanjutnya dengan kejadian yang menimpanya lewat kepekaan yang Ia miliki dapat membantu orang-orang? Atau justru akan membuat Reyna semakin terancam jiwanya karna telah menjadi penghalang bagi si pengguna makhluk-makhluk halus tersebut? jangan lupa untuk kasih 'POWER STONE dan masukin ke koleksi kalian ya, Jangan lupa juga review nya agar Author bersemangat melanjutkan cerita Mister

Luh_hediana · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
11 Chs

Bercerita!

Beni membawa Reyna ke sebuah taman, tamannya cukup ramai, hari weekend seperti ini banyak orang berminat mampir kesebuah tempat rekreasi yang cukup tidak menguras kantong, cocok untuk setiap usia dan dapat bermain sambil melihat pemandangan sekitar. Orang-orang datang untuk sekedar rekreasi bersama teman, keluarga bahkan ke kasih.

Taman Kota yang di bangun oleh pemerintah ini sangat di minati dari kalangan atas maupun dari kalangan biasa.

Tempatnya cukup sejuk karna banyak pepohonan rindang dan sebuah lapangan basket terdapat 2 ring basket yang berlawanan, di dalamnya.

Sebelum masuk taman kota, Beni mermarkirkan motornya di parkiran motor taman yang telah di sedia, sebelah parkiran motor kantin berjejeran menjual semua makanan yang bervariasi.

"Mau makan? Atau minum?" Tanya Beni.

"Tidak usah Gue udah makan tadi di rumah, Lu laper? Makan aja dulu."

"Gue beli minum dulu, Lu tunggu di sini ya?"

Reyna hanya mengangguk dan tersenyum.

Beberapa menit kemudian Beni datang dengan membawa 2 botol air mineral di kedua tangannya.

"Nih, takutnya nanti Lu haus," ucap Beni menyodorkan sebuah botol mineral pada Reyna.

"Makasih!"

"Yuk, masuk!"

Mereka bersama berjalan, mengarungi jembatan gantung berwarna merah di bawah jembatan kiri dan kanan, sungai buatan yang bisa di bilang kurang lebih 5 meter dari atas jembatan gantung, airnya mengalir sangat kecil, banyak bebatuan bentuknya beranekaragam, ada yang besar sekali dan ada banyak krikil-krikil juga pasir hitam terlihat dari arus air yang mengalir.

Sungguh indah dan sangat di sayangkan jika datang ke Taman Kota ini tak berfoto sebagai kenang-kenangan.

Reyna dan Beni berjalan menyelusuri taman, hingga terdapat tempat duduk besi di tepian jalan trotoar Taman Kota.

"Kita duduk dulu di sini?" tawar Beni.

Reyna duduk di kursi besi dengan cat berwarna merah, kuning dan hijau. Beni menyusul duduk di sebelah.

"Tempat ini indah, makasih udah bawa Gue ke sini!" ucap Reyna tertegun memandang lurus ke depan, lapangan basket dengan ring basket di antara 2 sisi yang berjauhan.

"Lu belum lihat yang paling ujungnya ke sana. Itu lebih indah." Beni meneguk perlahan demi perlahan air mineral di botol lalu menutupnya kembali.

Reyna masih memandang lurus ke depan, matanya tampak kosong.

"Sedih ya?" tanya Beni memecahkan lamunan Reyna.

"Gak, hanya berfikir. Gue lelah!" Reyna memainkan botol mineral di kedua tangannya, sekilas menunduk dan kembali memandang ke depan.

"Kenapa?" tanya Beni.

"Ayah Gue pulang dan membawa teman Wanitanya ke rumah. Gue gak tau apakah hubungan mereka sebatas teman atau lebih." Reyna mulai bercerita perlahan.

"Memang tidak mudah untuk di jalani semua Rey, tapi Gue rasa Lu harus mengerti Ayah Lu. Bisa jadi selama ini Beliau kesepian!"

"Ini kasus yang beda Ben. Wanita itu kurang baik menurut Gue. Ada sesuatu," lanjut Reyna.

"Sesuatu?" tanya Beni, kepalanya menengok melirik sekilas Reyna yang sedang menunduk, dahinya di kerutkan.

"Dari penglihatan yang Gue lihat, Dia sedang memakai sesuatu. Sesuatu pemikat!"

Beni terkejut, apakah kelebihan dari mengusir makhluk halus kemaren di pabrik. Membuat Reyna juga bisa melihat sesuatu dari seseorang?

Beni bertanya-tanya, berfikir sejenak dalam benaknya.

"Apa mungkin Reyna mempunyai kelebihan?" batin Beni.

Rasanya tak percaya bagi Beni, Wanita yang di kenalnya hampir satu bulan itu, yang Beni tahu hanyalah Wanita yang biasa yang tak banyak bicara, juga basa-basi, tanpa pernah tahu kelebihannya sampai seperti ini.

Beni mencoba mencari tahu, "Pemikat?"

"Ben!" Reyna membelokan badannya, menaruh botol air mineralnya di sebelah paha Beni, lalu Reyna meraih tangan kiri Beni dengan tegang. Tiba-tiba saja Beni terkejut, jantungnya ingin copot, matanya melotot dan mulutnya menganga.

"Gue gak tau harus ngomong sama siapa lagi, selain Lu Ben. Gak ada orang yang tau tentang Gue, hidup Gue, masa lalu Gue."

Tangan Beni menepuk dengan halus menindih tangan Reyna, menggenggamnya pertanda bahwa Ia siap menjadi teman ataupun sahabat setia di kala Reyna tengah mengalami masalah.

"Lu butuh curhat? Gue siap mendengar!" tawar Beni.

Reyna menghela nafas panjang. "Dari penglihatan yang Gue lihat, Wanita itu sedang memakai sebuah pemikat! Yah, pemikat agar dirinya terlihat mempesona. Seperti susuk Ben. Gue gak ingin Ayah kenapa-kenapa Ben." Air mata Reyna mulai turun dari bawah kelopak matanya sedikit demi sedikit ke pipinya. Kecemasan tampak di raut wajah Reyna. Beni mengelus punggung Reyna mencoba menenangkannya.

"Sudah Rey, sudah jangan menangis, nanti kita akan cari solusinya."

Reyna menyandarkan kepalanya di dada Beni, Beni mengelus rambut Reyna yang di kepang belakang.

Suasana semakin menegang, Reyna lalu tersadar bahwa Ia bersandar terlalu dalam di dada Beni, Ia melepaskan sandarannya, mengusap air matanya yang mulai memerah.

"Maaf!" ucap Reyna.

Beni gugup, "Gak, a-p-a-a-p-a!" Beni menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Jangan di pendam, nanti menjadi beban dalam hidup Lu seumur hidup, nanti Lu bisa gila,, hahaha!" ucap Beni tertawa, suasana menjadi cair, guyonan Beni walaupun garing tapi membuat hati Reyna tampak berubah menjadi lebih baik.

seketika hening sejenak.

"Suatu hari, waktu umur Gue 10 tahun." Reyna membuka cerita lalu bangkit dari kursi besi.

"Gue bermimpi, di dalam mimpi itu sangat gelap, gelap sekali seperti ruangan tanpa lampu, tanpa cahaya apapun. Tiba-tiba awan pun bergerak, sinar samar pun mulai muncul. Sinar bulan di balik awan yang indah, membuat Gue menatap atas awan putih yang bergerak hingga bulan pun muncul dengan sempurna. Sinarnya menyinari kegelapan malam. Yang Gue tau, Gue sedang berada di sesuatu tempat yang entah apa tapi di luar rumah. Karna langitnya begitu jelas Gue lihat."

"Tapi, tiba-tiba sinar bulan itu bergerak, bergerak turun kebawah perlahan demi perlahan sampai Gue kaget melihatnya. Mengapa bulan bisa turun ke bawah bumi? Bulan itu mendekat ke arah Gue, hingga sinarnya membuat mata Gue sakit dan perih. Sungguh tak sanggup memandangnya, mata Gue tutup dengan tangan, tapi di balik sedikit lubang jari-jari Gue lihat bulan itu menghampiri Gue dan saat itulah bulannya masuk ke dalam wajah Gue, rasanya panas, terbakar. Tapi hanya sebentar, Gue buka mata dan Gue langsung bangun dari mimpi yang aneh itu," lanjut Reyna panjang lebar.

"Sejak saat itu, hal aneh terjadi dalam hidup Gue seketika itu juga!"

Beni bendengarkan curhatan Reyna dengan seksama, sampai-sampai Ia harus mendongak kan kepalanya, menghayati setiap detail cerita yang di tumpahkan oleh Reyna.

Beni mengangguk mengerti, "Gue faham sekarang, sejak saat itu Lu bisa melihat makhluk-mkhluk itu!"

"Iya, Ben."

"Lalu apa langkah Lu selanjutnya Rey?" tanya Beni kembali penasaran.

"Gue akan menjebak teman Ayah itu, ketika bulan purnama tiba. Dia harus mandi!" jawab Reyna dengan tegas.

"Apa hubungannya?" Beni bingung.

"Itu ritualnya Ben, pantangan bagi si pembuat ritual," jelas Reyna.

"Oooh!"

"Perlu Gue bantu?" lanjut Beni menawarkan.

"Belum ada rencana, Ben. Masih cari cara!"

"Baiklah kalau begitu, kalau memang Lu sudah mendapatkan wangsit untuk rencana Lu itu, Gue siap membantu." Beni bangkit berdiri tegap membusung, kedua tangannya Ia masukan ke kantong celana jeans depannya.

Reyna tersenyum dengan menggelengkan kepala pelan.

"Ayuk lanjut lagi kita jalan ke ujung sana, lebih indah dari pada di sini!" Beni menunjuk arah ke samping kanan dengan jempolnya.