webnovel

Prologue-02

[Reverse Online]

Nama aplikasi yang entah kapan sudah terinstal di ponsel pintar milik Raizo Aya. Empunya sendiri baru menyadarinya ketika mengecek ponsel seusai membersihkan diri. Setelah duduk dengan nyaman di atas kasur, Aya mencoba untuk menghapusnya. Upayanya gagal. Jempolnya beralih untuk bergerak secara horizontal di layar untuk menurunnkan status bar dan menekan simbol roda gerigi di pojok kanan atas.

"Kalau tidak salah…" Aya bergumam pelan, terus menggeser ke atas hingga menemukan menu yang dicarinya. Dia ingin mengecek, apakah ponselnya sempat mengunduh sistem operasi terbaru. Terkadang begitu, bukan? Ketika mengunduh pembaharuan sistem operasi, ada saja aplikasi baru bawaan yang ter-instal tanpa meminta persetujuan dari si pemakai—bahkan adakalanya aplikasi tersebut tidak bisa dihapus secara manual. Semua kemajuan teknologi bahkan ada cacatnya walau setitik.

"Tidak ada pembaharuan…" gumamnya pelan setelah meneliti baris per baris dari kalimat yang tercantum di layer ponsel. Pun, Aya segera berpindah untuk melihat status aplikasi bernama REVERSE ONLINE tersebut. Tidak ada informasi apapun kecuali nomor built-in dan izin akses. Tiak ada tanggal kapan ponselnya menginstalnya. Bahkan, Aya tidak dapat menyembunyikan ataupun mematikan aplikasi aneh tersebut. "... Virus?" Aya menerka lemah. Aya bukanlah ahli dalam hal ini. Pilihan terbaiknya adalah bertanya kepada Utano Fuu.

❅❅❅

"... Apa-apaan?"

Pemuda berambut cokelat dengan potongan cepak menekuk kedua alisnya tajam memandang Kouga. Bantal tergeletak di lantai dan juga bekas dari soda yang tumpah belum dibersihkan membuat kerutan di kedua alisnya semakin dalam. Manik hazel memandang si rambut landak dengan tatapan marah meminta penjelasan. Siapa pula yang amarahnya tidak menggelegak, menemukan kediaman yang dibersihkan setiap hari dibiarkan berantakan tanpa rasa tanggung jawab? Belum lagi yang biasa membersihkan (dia, tentu saja) baru saja pulang dan kehujanan.

Harapan untuk langsung beristirahat dan setidaknya menikmati secangkir kopi sirna sudah.

"H- hei, hei. Daripada kau memuntahkan amarahmu sekarang, lebih baik keringkan dulu badanmu itu, 19," Kouga menyelak sebelum kalimat kasar meluncur dari bibir pemuda yang dipanggil 19 oleh Kouga. Bibir 19 terkatup rapat, namun matanya menodong penjelasan. "Kubilang, keringkan dulu badanmu." Kouga, yang sesungguhnya sudah takut setengah hidup mengerahkan seluruh keberaniannya untuk menjawab ancaman tanpa suara 19. Pemuda itu menghindari dengan memungut bantal dan menaruhnya kembali ke atas sofa panjang yang disusul dengan gerakan gesit untuk mengambil pel basah guna membersihkan sodanya yang tumpah. ("Ini adalah kesalahan Fuu, kenapa juga aku yang membersihkan?")

"Kau membersihkan semuanya tidak akan membuatku untuk berhenti mempertanyakan apa yang terjadi sebelum aku pulang, Kouga." Suara berat 19 terdengar tajam dan penuh dengan ancaman. Kouga tahu itu percuma—tapi, yah—setidaknya sudah berusaha? Kouga menoleh. Tatapan mengerikan 19 dibalasnya dengan senyum cerah yang dipaksakan.

"Ayolah, 19! Santai sedikit. Tenang, ok?" Kouga berpindah dengan sigap berpindah ke belakang 19 setelah meninggalkan pelnya bersandar di pegangan sofa. Kouga mendorong pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu menuju kamar mandi. Walau enggan, 19 bergerak juga dan melirik ke arah si rambut landak. 19 menepis tangan Kouga dengan kasar. Satu tatapan kesal diarahkan untuk Kouga sebelum 19 masuk ke kamar mandi.

"Sungguh, apa-apaan hari ini..." Kouga menggerutu. Dengan lelah, dia menghenyakkan tubuhnya di sofa. Hujan semakin deras. Suaranya cukup jelas terdengar membuat Kouga menoleh ke arah jendela di mana jarak pandang nyaris saja nol jika dilihat dari balik kaca. "Bahkan sepertinya langit ikut-ikutan mengambek hari ini." Tangan Kouga meraih remote TV. Dibanding ikutan tertular oleh dua orang teman rumahnya, lebih baik menonton saja.