webnovel

Bagian Yang Hilang

Malam hari di Reingard.

Lust terbangun, matanya menatap atap sebuah kamar yang begitu asing, saat kesadarannya kembali rasa nyeri disekujur tubuhnya menjalar, Lust bangun kemudian memeriksa sekelilingnya, tubuhnya dipenuhi perban, ia yakin ruangan itu adalah ruangan pengobatan karena aroma beberapa tanaman herbal yang kuat.

Tidak lama saat melihat pedangnya yang tergeletak diatas sebuah meja, air mata Lust menetes mengingat apa yang ia alami sebelumnya.

"Maafkan aku…" Ucap Lust menutupi matanya.

Lust bangkit dari tempat tidur, ia mengambil pedangnya dan berjalan kearah pintu didepannya, saat ia memegang gagang pintu, sebuah lingkaran sihir berwarna putih muncul, Lust mendorong pintu tersebut, pandanganya menjadi kabur sebuah cahaya yang begitu terang dari balik pintu.

"Selamat datang di Reingard!!!" Teriak seseorang.

Teriakan itu memancing sorak-sorak dan tepuk tangan dari orang-orang di ruangan. Sekitar 90 orang duduk ditengah ruangan, kemudian 10 orang lain duduk didepan, dan Lust sangat yakin mereka adalah para orang penting.

Kemudian Lust menyadari sesuatu 'ini Reingard'.

Sebuah ruangan besar dengan beberapa meja menjajar di tengah-tengah yang sudah lengkap dengan jamuan makanan, beberapa kunang-kunang aneh berterbangan memberikan cahaya redup memenuhi seisi ruangan, berterbangan perlahan seperti bintang ditengah langit malam.

Saat Lust mencoba menyadari apa yang terjadi, suara ketukan sebuah tongkat keluar dari seseorang yang duduk didepan aula penjamuan, kemudian ruangan menjadi hening seketika.

Tok.. Tokk.

"Semua harap tenang" ucap pria itu, "penjamuan akan segera dimulai, murid terakhir dari yang lolos ujian telah datang…".

Dengan cepat pandangan semua orang yang berda dalam ruangan mentap Lust dengan berbagai macam tatapan. 'Aku?'

"Selamat datang di Reingard Tn. Eagust Lust" Ucap pria yang duduk di depan aula "Acara penjamuan akan segera dimulai, saya menyarankan agar anda segera menempati salah satu kursi kosong didepan anda."

"Tunggu dulu.." Teriak seseorang.

Lust mencoba mengikuti apa yang dikatakan pria yang berada didepan dan masih memahami keadaan sekitar 'Ini pasti Reingard, dan semua orang yang menatapku ini adalah murid yang telah terpilih'.

Saat Lust mencoba mencari tempat duduk yang kosong, seseorang yang teriak sebelumnya mendekati Lust dengan cepat, pria yang tingginya hanya sampai bagian perut Lust, menatap tajam kearah Lust, ia menyelediki setiap inci tubuh Lust sambil beberapakali menyentuh pedang yang dipegang Lust menggunakan ujung jarinya.

"Tunggu-tunggu! Tn. Purgis apa kau yakin ia bukan penyusup... Kalian semua lihat.." ia menunjuk kearah Lust "Orang bodoh macam apa yang membawa pedang di akademi sihir…. Whahahahahahhahahahaha."

Suara tertawaan pria pendek itu bergema, orang-orang diruangan tetap duduk tenang, kecuali orang aneh yang mencoba mengejek Lust, Lust yang merasa risih dengan cepat memegang gagang pedangnya, memberikan aura membunuh yang menjalar cepat kearah orang-orang yang ada didepannya.

"Wow.. akan terjadi pembunuhan hihihihi." Ucap seorang murid.

"Pria pendek bodoh." Ucap seorang murid wanita yang mentap sinis.

Lust menjadi sangat marah, entah karena apa ia menemukan sasaran untuk melampiaskan amarahnya setelah kehilangan Bara. Dia membuat lingkaran sihir di kakinya mengenggam erat gagang pedang yang masih tersarung di pinggangnya.

Kedaan semakin ricuh oleh tawa pria pendek yang mengejek Lust, disertai beberapa obrolan dan teriakan dari murid lain yang membuat keadaan itu semakin panas.

"Kau akan diam saja Tryst?" Ucap seorang murid.

"Biarkan saja."

"Bukan kau bilang orang pertama yang kau cari, adalah orang terakhir yang lulus ujian Reingard?"

"Iya, tapi sepertinya ini akan menjadi sangat menarik." Ucap Trystan, sambil tersenyum menyangga wajahnya dengan lengan.

Lust hendak menarik pedangnya, namun seseorang menahan pendang yang sedang ia pegang, dan membatalkan lingkaran sihir dibawah kakinya.

"Sudahlah biarkan saja mahluk rendahan itu." Lust mengarahkan pandangannya dengan cepat "Lama tidak bertemu, Eagust kecil." Lanjut Qathan.

"Qathan?" Lust mengerutkan dahinya, dan dengan cepat mengabaikan pria pendek didepannya. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Apalagi?... tentu saja menjadi murid Reingard" Jawab Qathan, ia menarik lengan Lust menjauh dari pria pendek yang menganggu Lust.

"Hoii kesatria…. Kenapa kau mengabaikan ku?" Teriak pria pendek itu.

"Abaikan saja." Ucap patan, kemudian meminta Lust duduk di didekatnya.

"Tn. Chaperbone, saya menyarankan anda untuk duduk kembali ditempat anda!" Ucap Tn. Purgis sambil tersenyum, "Baiklah saya akan memulai penjamuan ini, semua murid yang sudah duduk ditempatnya masing-masing harap tenang karena ketua komite Reingard Wiz Fidell Ainsun akan memberikan sambutannya"

Tuan Purgis duduk kembali ditempatnya, kemudian ketua komite Reingard berjalan perlahan kedepan para murid, "Saya ketua komite Reingard, mengucapkan selamat karena kalian telah terpilih sebagai murid di academy ini. Saya hanya akan menyampaikan beberapa hal, pertama tunjukan ambisi kalian pada sihir ditempat ini, yang kedua taati peraturan Reingard... Dan yang terakhir bersenang-senang lah." Ucap Tn. Fidell, ia berjalan kembali pada tempat duduknya.

Ruangan tersebut dipenuhi suara tepuk tangan, disambung dengan aluanan musik magis yang entah keluar dari mana. Beberapa murid mengobrol santai, sebagian murid lain terlihat masih kebingungan dengan apa yang mereka alami, bahkan tidak sedikit juga yang sudah menunjukan ambisi sebagai murid baru di Reingard.

Lust duduk didekat sepupunya Qathan, dia masih kebingungan sampai akhirnya mencoba membuka pembicaraan

"Jadi bagaimana kau bisa sampai disini?"

"Hhmmm...?" Qathan yang sedang menyantap makanannya berpaling menatap Lust "Sama seperti para murid disini, menggunakan undangan" jawab Qathan sambil menunjukan sebuah benda bulat yang terbuat dari logam berwarna perak. "Kurasa kau juga memilikinya."

Lust memeriksa tubuhnya, ia mencari benda yang sama yang ditunjukan Fatan, logam tersebut entah bagimana bisa ada disaku celananya, bahkan Lust baru sadar sejak kapan ia mengganti pakaiannya.

Seorang murid yang duduk di depan Lust dan Qathan, ikut dalam perbincangan mereka. "Kalian tahu ada sebuah rumor yang beredar, di sini!!"

Lust dan Qathan tidak merespon pria hitam yang ada dihadapan mereka, pria itu cukup berisik dimeja makan, tidak jarang ia berbicara sambil mengunyah makanannya.

"Rumor itu mengatakan, kalau tidak semua undangan di berikan secara cuma-cuma,.... ada yang mendapatkan undangan dan langsung dikirim kesini! ada yang mendapatkan undangan langsung dari para pengawas ujian.... dan yang terakhir." Ucap pria hitam dihadapan Lust, ia mencoba menelan makanan yang ada di mulutnya dengan susah payah "Undangannya berupa sebuah tantangan, butuh sebuah pengorbanan untuk masuk kesini menggunakan undangan itu."

"Kau tahu dari mana orang hitam?" Ujar Qathan dengan ketus

"Permisi tuan bermata kecil, orang hitam ini memiliki sebuah nama." Pria itu memberikan sindiran balsan "Namaku Mossa, dari keluarga Lohde senang berkenalan dengan mu ini kawan ku Trystan" Mossa menunjuk seseorang yang duduk disebelahnya.

"ya, ya ,ya aku Qathan arasyd, dan ini sepupuku Lust Eagust." ucap Qathan, menunjuk Lust. "Jadi bagaimana rumor tadi? Sepertinya aku mendapatkan udangan biasa."

"Seperti yang aku bilang tadi, tapi bisa kalian bayangkan orang yang mendapatkan undangan unik itu monster seperti apa?" Mossa menggambarkan monster yang masuk menjadi murid Reingard dan membuatnya merinding.

"Kau ingin melihatnya?" Potong Trystan.

"Kau tahu?" Mossa antusias, matanya memancarkan cahaya penuh keingin tahuan.

"Orangnya berada didepan kita." Ucap Trsytan dengan santai.

"Apaa....?" teriak Mossa mengalahkan suara gemuruh dari orang-orang yang ada didalam ruangan, kemudian ia menutup mulutnya dengan cepat. "Kau serius mendapatkan ujian khusus itu?" bisik Mossa "aku tidak percaya."

"Begini..., kau menganggap ujianmu cukup sulit... dan kau berakhir mendapatkan beberapa luka.. sekarang lihat dia! Bisa kau bayangkan seberapa sulit ujian yang dia lalui dari luka sebanyak itu?" Ujar Trystan sambil tersenyum mengacungkan gelasnya.

Lust mengabaikan percakapan kedua orang yang baru ia kenal, dia masih kesal karena beberapa murid lain mendapatkan ujian yang mudah untuk masuk ke Reingard, sementara Lust harus mengorbankan temannya, dan berakhir dengan cidera parah diseluruh tubuhnya.

Penjamuan selesai, Tn. Purgis mengetuk tongkatnya ke lantai dan memberitahu maksud dikumpulkannya para murid diaula penjamuan.

"Perhatian!! penjamuan sudah selesai. Sekarang saya akan menjelaskan lencana undangan yang telah kalian miliki, keluarkan benda tersebut!"

Semua murid dengan cepat mengeluarkan benda yang disebutkan oleh Tuan Purgis.

Tn. Purgis membuat lingkaran sihir di telapak tangannya, dan seketika ruangan dipenuhi cahaya yang berbeda-beda dari lencana undangan yang dimiliki para murid.

"Apa yang terjadi?" ucap Lohde.

Semua lencana itu berubah menjadi sebuah kunci.

"Sekarang kalian memiliki kunci yang berbeda-beda, saya akan memberikan sedikit penjelasan. Di Reingard ada tiga asrama yang akan kalian tinggali saat belajar disini, pertama kunci berbahan perunggu, berarti kalian tinggal diasrama no 3 Asrama Giant Crocodile... Jayadille, yang kedua kunci berwarna silver, kalian akan tinggal diasrama no 2 Asrama Unicorn... Equasted, dan yang terakhir kunci berwarna emas kalian akan tinggal diasrama no 1 saat ini. Asrama Phoenix.. Luxivillary"

"Tunggu aku serorang bangsawan elit, kenapa aku memiliki kunci berbahan perunggu?" Protes seorang murid.

Tn. Purgis tersenyum dan menjawab dengan ramah "Kau tidak akan tahu apa yang sudah dilalui para pemegang kunci emas Tn. bangsawan."

Aula penjamuan semakin kisruh karena suara dari para murid yang masih tidak bisa menerima keputusan dari komite Reingard, kemudian Tn. Purgis mengetuk tongkatnya kembali dan mengheningkan keadaan.

"Sudah cukup! waktu semakin malam, dan saya yakin beberapa dari kalian memerlukan istirahat, selanjutnya gunakan 3 pintu yang ada di belakang kalian. Pintu tersebut akan mengantarkan kalian menuju asrama… selamat beristirahat"

Para murid yang masih kisruh karena kesal, terpaksa mengantri untuk pergi keasramanya masing-masing.

***