Kau harus ingat, jika semua ini gagal aku sendiri yang akan memenganggal kepalamu"
Kata-kata itu terus terngiang di kepala Meihong Li
"Jika Kau bermain api, tentu Kau tahu resikonya. Siapa pun yang bermain air mereka akan basah. Jika Kau bermain api, Kau akan terbakar."
Dalam kesedihan ia tertawa. Ia menertawakan wajah cantiknya dalam pantual cermin sekaligus kemalangannya tunduk dalam gengaman seorang penguasa. Sampai detik itu, ia masih tak mengerti. Mengapa banyak wanita rela membuang harga dirinya hanya demi tidur dengan Kaisar?
Ia bahkan tak bisa memberimu rasa aman. Masuk ke Harem adalah sebuah kutukan bagi mereka yang tak kuat mental. Ujian bagi mereka yang serakah. Serta cobaan bagi mereka yang menjadi kesayangan.
"Jadi kau, akan tetap meratapi nasibmu bersama cermin? Atau menyuruh para dayang masuk dan membantuku bersiap?
Matahari sudah sangat tinggi. Aku yakin, Kasim He sudah pergi. Apa lagi rencana yang akan kau jalankan?
Meihong Li? Apakah aku benar itu namamu?"
Mei, beranjak dari kursinya. Ia sudah semalaman bersusah payah menahan rasa kantuk dengan duduk di kursi itu. Ia melepas semua hiasan kepala dengan serampangan. Rambutnya yang begitu rapi berantakan seketika. Melihat wanita itu melempar hiasan kepala berharga berjatuhan, kaisar menegornya.
"Apa kau tahu? Berapa harga yang dibutuhkan untuk membuat semua perhiasan yang Kau buang?"
"Apa Yang Mulia tahu? Perhiasan ini adalah imitasi?" potong Meihong Li yang semakin sibuk melepas helai demi helai pakain yang menempel di tubuhnya.
"Sebelum aku dijebak, aku tak sengaja melihat muridku yang seharusnya Yang Mulia nikahi pergi ke seorang seniman. Semua perhiasan dari istana dibawanya ke sana. Saat aku kembali aku melihat ia membawa bungkusan yang sama persis.
Sepertinya, ia sudah menyiapkan jebakan ini sejak lama. Ia menggandakan perhiasan ini"
"Begitukah? Berani sekali!" kata Kaisar. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil salah satu tusuk konde.
"Ujungnya begitu tajam. Ini cukup untuk membunuh musuhmu hanya dengan sekali tusuk"
Meihong LI yang hanya mengenakan kain terakhir mengambil tusuk konde itu.
"Emas murni tak akan menyakiti siapapun. Tapi karena ini tembaga berlapis emas, maka bisa digunakan untuk menyakiti tangan seseorang seperti ini"
Kaisar tertawa kecil. Ia mengangguk. Ia melihat darah mulai bercucuran dari tangan wanita di depannya. Menetes perlahan tapi pasti.
"Kau pun pembuat rencana yang hebat, Meihong Li"
Kaisar bagkit dari tempatnya berjongkok. Ia melepas setiap jubbah yang ia kenakan. Melemparnya ke lantai seperti barang rongsokan. Sungguh jubah sutra berbordir emas itu menjadi penutup lantai.
"Mengapa Kau hanya diam? Bukankah ini yang Kau rencanakan?"
Tanya kaisar yang telah bertelanjang dada.
"Asal kau tahu. Aku tak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Jika sampai rencana ini gagal."
"Aku sendiri yang akan mengambil pisau dan mati di hadapan Yang Mulia"
Kaisar berhenti bicara. Ia melihat wanita di depannya dengan ekspresi yang benar-benar serius. Sungguh menyedihkan. Mengapa ia tak berlutut saja dan memohon dijadikan selir kelas rendah? Bukankah itu tugas wanita? Merengek dan memohon seperti se-ekor anjing?
"Baiklah, bagaimana jika ini semua berakhir sesuai keinginanmu?" tanya Kaisar.
Meihong Li tak menjawab. Ia berjalan menjauh dan membuka pintu kamar besar itu perlahan. Kaisar yang melihat aksinya terdiam sejenak. Ia duduk di ranjang dan berfikir. Apakah mungkin ia akan menjadi Ratu?
"Yang Mulia" kata para dayang yang terkejut melihat pintu dibuka. Para kasim yang berdiri segera tersungkur ke tanah. Mereka takut melihat selir yang mengenakan pakaian sangat tipis.
"Ampuni kami Yang Mulia, kami patut dihukum" teriak mereka.
Meihong Li segera menghentikan ocaehan mereka. Ia tak ingin ada keributan lain hari itu. Semalam ia sudah cukup membuat keributan dengan mengusulkan hukuman pancung untuk Kasim He. Gossip itu pasti sudah tersebar luas di istana. Siang ini, ia tak ingin membuat keributan lagi. Bahkan jika kau membuat langkah, kau harus tahu kapan berjalan dan kapan harus berhenti.
Setelah mengantar Kaisar pergi dari biliknya, Meihong Li mendapat banyak kiriman perhiasan. Di salah satu suratnya tertulis.
~Buang semua barang-barang imitasi itu. Aku tak ingin Kau membunuhku dengan tusuk konde itu diam-diam~
"Yang Mulia" tanya kasim dengan sekotak perhiasan asli di tangan.
Meihong LI melipat surat yang ditulis sendiri oleh Kaisar padanya. Ia menyelipkannya pada salah satu saku pakainnya.
"Sampaikan terima kasihku pada Yang Mulia"
Kasim itu segera pergi. Sementara dayang-dayang sibuk menyimpan dan merapikan kediaman Meihong Li.
Meihong Li berjalan ke bagian belakang kamarnya. Ada sebuah taman kecil di sana. Sebuah kolam dan jembatan yang bersih. Beberapa hari yang lalu, ia hanyalah seorang wanita dari kalangan rakyat jelata yang bekerja untuk bangsawan. Hari ini, ia adalah seorang selir pemilik dari salah satu bilik di istana.
"Kutukan atau Anugrah?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Wanita itu memandang ke langit. Dayang-dayang yang mengikutinya hanya diam tak berani berkomentar.
"Sudah berapa lama Kau bekerja di istana?"
Dayang-dayang di belakangnya tak langsung menjawab. Maka Meihong Li memutar tubuhnya dan memeriksa apakah wanita itu mendengarnya.
"Kau terlihat pucat" tegur Meihong Li "Apa Kau takut?"
"Tidak Yang Mulia, hamba tidak takut"
Meihong LI tersenyum. Ia tahu, dayang-dayangnya ketakutan. Siapa yang tidak takut? Dia telah membunuh kasim kesayangan Raja di malam pertama menikah dengan kaisar. Terkadang, ia sendiri pun takut pada dirinya. Ia tak pernah menyangka, ia akan melakukan tindakan sejauh ini untuk hanya sekedar bernafas.
"Segala sesuatu terjadi untuk suatu alasan. Jika kau tidak membuat kesalahan, Kau tak perlu takut. Ku harap berikutnya, kalian semua tak perlu takut padaku.
Cukup jadilah orang yang benar, dan tidak memberikan masalah pada orang lain. Aku yakin, kalian akan diberkahi oleh Tuhan. Umur panjang, kebahagian dan harta berlimpah.
Bukankah Tuhan adalah adil dalam segala hal?"
Para kasim dan dayang yang mendengar hal itu tak berani menjawab. Konsep Tuhan di istana adalah Kaisar. Mereka tahu orang seperti apa Kaisar. Tuhan? Tuhan yang selir maksudkan sama sekali bukanlah Kaisar.
Mereka hanya bisa mengangguk dan meratapi kesialan mereka menjadi pelayan Meihong Li
"Yang Mulia" kata seseorang yang baru datang dari arah lorong.
"Dayang utama Selir Fu datang berkunjung. Apakah hamba harus mengusirnya?" tanya dayang itu sambil berlutut setelah memberi salam.
"Menurut aturan istana, tak seorang pun bisa mengunjungi Yang Mulia Selir sebelum tujuh hari, kecuali Baginda"
Selir Fu?
Meihong LI melihat keringat menetes dari kening dayang yang berlutut di hadapannya. Ia memerhatikan wajahnya yang pucat.
"Apakah Selir Fu, salah satu Selir yang menakutkan di Harem?" tanya Meihong Li terus terang.
Dayang itu makin tersungkur ke tanah.
Seorang dayang tak boleh bergossip. Jika ketahuan, maka lidahnya akan dipotong sebagai hukman.
"Ampun Yang Mulia, mohon ampunni hamba. Hamba pantas mati jika harus bergossip"
Meihong Li tertawa. Ia melihat reaksi berlebihan para dayang-dayang seharian ini.
"Jika Yang Mulia Keberatan, hamba akan mengusir dayang utama selir Fu" jelas dayang itu.
"Hamba setia pada Yang Mulia sampai akhir. Hamba pastikan kesetian hamba pada Yang Mulia"
Semua dayang dan kasim diam.
"Apa di istana ini orang begitu mudah mati?" tanya Meihong Li pada semua yang hadir.
Mereka hanya menunduk.
"Kalian bahkan tak memiliki jawaban. Baiklah, aku akan menyapa dayang utama Selir Fu. Mungkin aku bisa menjalin hubungan baik dengannya"