webnovel

Teman Sekamar

Sambil berjalan ke warteg di belakang gedung , Raissa membuka pembicaraan. "Waahh, baru kali ini aku bisa ketemu artis secara langsung. Artis walau tidak memakai riasan tebal tetap cantik ya? kulitnya pada bening, mulus, terus wanginya..hhh .." kata Raissa semangat. "Belum lagi nanti kalau jaga poli anak, poli kandungan, poli kulit, seliweran seleb disana Sa!" kata Asya. "Artis pada mulus dan wangi karena perawatan juga Sa, dan untuk perawatan butuh biaya yang tidak sedikit juga. Nanti kalau kamu lihat harga harga perawatan di poli kulit, pasti kamu geleng-geleng kepala deh. Belum lagi di poli gigi, duuhh ada yang seharga mobil. Poli gigi emang punya perawat sendiri, tapi kalau kamu sudah dekat dengan mereka, mereka mau tuh kasih kamu perawatan gigi gratis, tapi kalau pemutih gigi, dan kosmetika lain ya tetap harus bayar. Paling tindakan dasar saja yang bisa gratis sama mereka." kata Peni. "waah jadi banyak artis yang datang ke klinik kita ini ya? waah hebat sekali!" kata Raissa terheran heran. "Iya Sa, kadang kita tahu gosip duluan sebelum ditayangin infotainment. Salah satunya kayak Bapak yang di DPR itu, yang suka gonta-ganti pacar padahal udah punya istri. Kalo di infotainment kan bilangnya dia setia banget, padahal aslinya.. bohong Sa." kata Liza. "Oh ya, tapi tidak ada yang memberitahukan ke infotainment?" kata Raissa bingung. "Jangan sampai Sa.. jangan sampai ya.. apa yang kamu lihat atau kamu dengar selama kamu bekerja, jangan pernah diceritakan ke siapapun juga, bahkan keluarga. Bisa dipecat kamu kalau sampai ketahuan ada kebocoran kerahasiaan seperti itu. Selebritis itu nyaman kemari karena yakin kerahasiaan mereka terjaga." kata Asya mewanti-wanti. "Oh begitu Sya, padahal aku sudah semangat mau cerita ke Mamah." kata Raissa cemberut. "Jangan Sya, sudah pernah ada kejadian seperti itu soalnya, sudah lama sih kejadiannya, aku juga dapat ceritanya dari kakak-kakak perawat yang dulu bekerja disini, jadi dulu ada perawat yang cerita ke keluarganya tentang artis yang datang ke poli kulit. Nah dia cerita hanya itu saja, tapi dibumbui dan ditambahi oleh keluarganya yang cerita ke tetangganya, tetangganya cerita lagi hingga didengar wartawan infotainment. Besoknya klinik kita didatangi wartawan, waktu itu masih Ayahnya pak Aditya yang menjabat sebagai CEO, dan beliau marah besar. Si perawat langsung dipecat. Sampai sekarang peraturan itu tidak berubah." kata Peni. "Hmm tapi benar juga ya, kita kan harus selalu menjaga kerahasiaan pasien kita." kata Raissa yang ditanggapi anggukan ketiga temannya. Karena sudah sampai di depan warteg obrolan mereka terhenti dan mereka mulai memesan makanan yang sudah terhidang dibalik kaca etalase warteg.

"Ngomong-ngomong kenapa kalian tidak membawa makanan sendiri seperti teman teman yang lain?" tanya Raissa. " Aku bosan makanan rumah Sa, kepingin jajan hahahaha." kata Liza. "Oh? Liza tinggal sama orangtua?" tanya Raissa. "Iya, masih sama orang tua, lumayan hemat uang kosan."kata Liza. "Iya enak banget nih Liza, karena tidak ada pengeluaran untuk tempat tinggal dia lebih banyak menghabiskan gajinya untuk makan siang, kalau aku dan Peni harus mikir hahaha, tapi di kosanku memang tidak ada dapurnya sih. Jadi tidak bisa masak. Padahal aku suka masak." kata Asya. "Nah, pas banget nih Sya, kamu pindah aja dong dari kosanmu ke kontrakanku, aku keberatan nih bayar kontrakan sejak Cinta dan adiknya pergi. Mana yang bisa masak itu Cinta, aku tidak bisa masak, sudah bayar kontrakan full, harus bayar biaya makan juga. Aku sampai berhemat makan hanya sekali sehari loh." kata Peni. "Waduh sampai segitunya Pen?"kata Asya prihatin. Peni hanya mengangguk lesu. "Kontrakan mu dimana Pen? ada AC tidak?" tanya Raissa mulai berharap. "Ada, makanya mahal, biasanya biaya kontrakan dan listrik dibagi 3. Raissa mau jadi teman sekamarku?" tanya Peni. "Waahh mauuu, aku tidak bisa tidur di kosan, kepanasan hehehe, aku bisa masak sih, tapi yang sederhana saja." kata Raissa. "Diterima!! kalau kamu Sya, ayo dong.. Kontrakan memang di rumah susun, letaknya di daerah Cawang,¹ tapi lumayan ada dua kamar, 1 kamar mandi, dapur dan ruang tamu. Kamar yang kecil sudah kutempati, kamar yang besar bisa kalian berdua tempati. Tidak apa-apa kan kalian sekamar?" tanya Peni. "ada dapur ya? hmm, menggoda nih. Kebetulan aku Minggu depan harus bayar kosan lagi. Bisa pindah hari Minggu nanti. Aku setuju, tapi gimana dengan Raissa, kamu pasti baru bayar kosan kan?" tanya Asya. "Iya sih, tapi jangan ada khawatir, aku punya tabungan kok. Aku sudah tidak tahan tidur kepanasan! Kalau mau pindah hari Minggu nanti, aku setuju!" kata Raissa senang. "Laaahh.. terus yang menemani aku makan siang diluar siapa dong!" protes Liza. " Bekal aja Liz, gratis bekal dari rumah! ini kami demi keutuhan dompet Liz!"kata Peni. "Tenang Liz, kan bisa titip Siti beliin keluar, jangan lupa kasih tip. Jadi kita semua bisa makan sama sama di Nursing Station." kata Asya. "Hmm boleh lah, yang penting kita tetap bersama-sama bergosip ria!"kata Liza. "Harus itu, demi kewarasan kita bersama!" kata Peni sambil tertawa bersama Raissa dan Asya. Sambil makan Raissa, Peni dan Asya menghitung jumlah yang harus dibayar bila mereka menempati kontrakan Peni, dan ternyata jumlahnya jauh dibawah harga kosan Raissa saat ini, Raissa merasa gembira dan beruntung. Setelah selesai makan mereka berempat kembali menuju gedung tempat mereka bekerja. Ketika hampir memasuki lobby gedung Raissa melihat sebuah mobil Ferrari warna merah berhenti di depan lobby, Aditya keluar dari kursi pengemudi dan menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet, sedangkan dr. Alexander keluar dari kursi penumpang. "Asya!" panggil dr. Alexander. "Halo dok, habis makan siang dimana nih?" tanya Asya ramah. "Biasa, cafe di gedung sebelah." jawab dr. Alexander. Aditya bergabung dengan dr. Alexander setelah selesai dengan si petugas valet, Liza langsung menahan nafas dan tiba-tiba menjadi diam. " Nafas Liz.. nafas.." Bisik Raissa lalu menyapa Aditya dan dr. Alexander dengan suara lebih keras, "selamat siang Pak Aditya, selamat siang dr. Alexander."

"siang Raissa, baku sekali sapaannya, saya seperti guru disapa oleh murid SMA." kata Aditya. "Ah.. hanya berusaha menghormati yang lebih tua pak." jawab Raissa. "Maksud kamu saya terlihat tua?" tanya Aditya. "Maksud bapak saya seperti anak SMA? terimakasih!" kata Raissa sambil tersenyum manis. Peni dan Liza terlihat bingung harus bagaimana menanggapi dan akhirnya Peni memilih kabur bersama Liza, "Kami duluan Sya, Sa.. permisi Pak Aditya, Dok..!" kata Peni lalu menyeret Liza pergi. " Yah.. eh.. tunggu dong!" Raissa bingung ditinggal temannya dan hanya melihat Asya yang juga menatapnya bingung. "Kenapa? mau cepat-cepat kabur? kami tidak makan orang loh, kami masih kenyang." kata Aditya. "Memangnya kalau lapar Bapak makan orang? wah kalau saya lebih suka makan Ayam goreng saja pak."kata Raissa. Dr. Alexander dan Asya tertawa. " Pak Aditya lebih suka makan steak Raissa, dia belum pernah makan orang, tapi membuat orang sengsara sering" kata dr. Alexander. "Siapa yang aku buat sengsara Lex? aku ini bos paling baik di seluruh dunia, benar kan Asya? coba ceritakan pada Raissa. Dari kemarin sepertinya aku salah terus di depan Raissa. " keluh Aditya. Asya hanya tersenyum tanpa menjawab, dia sendiri bingung kenapa Raissa dan Pak Aditya tiba-tiba terlibat adu mulut. "Raissa.. disini rupanya, penjahit sudah datang, ayo keruang ganti!" kata Kak Mira, dan baru ketika ia melihat dr Alexander dan Aditya kak Mira pun menyapa, " eh ada pak Aditya dan dr. Alexander, pinjam Raissa dulu ya, penjahit seragamnya sudah datang. kami permisi dulu ya."kata Kak Mira sambil menyeret Raissa pergi yang dengan sengaja mengucapkan salam perpisahan seperti anak SMA akan pulang sekolah kepada gurunya,

"seeelaaamaaat siaaanggg paaakkk!"

Aditya hanya melihat dengan sebal ke arah Raissa yang diseret kak Mira, sambil berkacak pinggang. "Tengil juga perawat baru itu!"kata Aditya sambil menunjuk Raisa dengan jempolnya. "kamu duluan yang mulai Dit. Ada apa sih denganmu?" kata dr. Alexander. Aditya hanya memutar bola matanya. " Ya sudah, aku ke kantor dulu." kata Aditya sambil beranjak menuju lift. Sedangkan Asya dan dr. Alexander berjalan memasuki klinik dan masuk ke poli jantung sambil berbincang-bincang. Asya menceritakan kepada dr. Alexander bahwa ia akan segera pindah kosan dan bergabung dengan Peni dan Raissa. "Bilang kalau butuh bantuan ya Sya, nanti aku akan datang membantu."kata dr. Alexander. "Wah, jangan dok, Minggu kan hari dokter libur, istirahat saja." kata Asya. "Tidak apa-apa, aku siap kok. Kabarin ya!" kata dr. Alexander. Asya hanya mengangguk gembira, dalam hatinya senang bukan main. Sudah lama ia menaruh hati pada dr. Alexander dan akhir-akhir ini mereka semakin dekat. Tetapi Asya tidak berani berharap, karena mereka berbeda status sosial. Seandainya dr. Alexander adalah seorang spesialis jantung biasa, bukan salah satu pewaris Bhagaskara group, mungkin Asya akan terus mengejar tanpa mengenal lelah. Tapi apalah gunanya berandai-andai, hanya membuat hati lelah. Akhirnya Asya memilih untuk membantu pekerjaan dr. Alexander di klinik dan menikmati perhatian dari dr. Alexander tanpa berharap apapun.