Hari sudah siang ketika akhirnya Raissa tiba di rusun. Asya yang hari itu giliran malam dan sudah mendapat berita dari Alex langsung ribut merawat Raissa. "Aku gapapa Sya." kata Raissa melihat Asya langsung repot mengurus dirinya. "Duh Sa, harusnya kemarin kami paksa kamu periksa ke dokter, sampai kamu pingsan, berarti kamu sakit sekali ya?" tanya Asya. "Sejujurnya, aku tidak terlalu terganggu dengan sakitnya, hanya saja aku lelah sekali. Mungkin aku akan pulang ke Bandung untuk istirahat. Aku tidak ingin merepotkan kalian disini. Boleh temani aku ke travel Sya? aku mau naik mobil travel saja ke Bandung, tiap jam kan ada. " kata Raissa. " Kamu tidak bicara dulu dengan Aditya? dia itu pacarmu loh.. pastinya ingin tahu. " kata Asya. "Aku segan mengganggunya. Lagipula kalau nanti dia malah menawarkan diri mengantarku bagaimana? Nanti dia kecapean. Sepertinya dia banyak urusan Sya." elak Raissa. "Pacarnya kamu tuh CEO Sa, kapan sih dia ga punya urusan penting, tapi kamu juga pacarnya, harusnya kamu juga penting. Kalau aku jadi dia Sa, trus kamu main pulang ke Bandung gak bilang-bilang, aku pasti sakit hati." kata Asya. "Mm.. iya sih.. tapi aku tuh sebenarnya masih ada rasa segan sama dia kalau memakai fasilitas dari dia, soalnya aku gak pengen di cap aji mumpung atau cewek matre, yah.. yang kayak gitu lah.. " kata Raissa lemah. "Duuhh Raissa, emangnya kamu minta dibeliin apa sihh.. kapal pesiar? kondominium? barang-barang bermerk? nggak kan? Niihh.. aku tanya ya.. kalau misalnya kamu jadian sama Briptu Agus, misalnya ya Sa.. jangan melotot dulu.. kalau misalnya kamu jadian sama si Briptu itu, kamu pasti lebih bebas bermanja-manja dan minta macem-macem sama dia kan?" tanya Asya. Raissa merenung, "Iya sih Sya, tapi kan kami juga tidak akan menyembunyikan hubungan kami kalau Mas Aditya orang biasa." kata Raissa. "pfftt.. segitunya gak mau nyebut nama Briptu Agus.." Kata Asya sambil menahan geli. "Hussh.. ntar orangnya datang.. lagi gak punya tenaga untuk ngeladenin dia!" kata Raissa. "Ada-ada aja kamu Sa, tapi kembali ke Aditya, dia orang biasa atau bukan, tetap saja ia adalah manusia yang punya perasaan. Laki-laki tuh seneng kalau merasa dibutuhkan." kata Asya.
"Gitu ya Sya? baiklah aku akan menelepon Mas Aditya." kata Raissa. "Gitu dong. Aku sudah siapkan makan siang untukmu, biar kuambilkan, kamu telepon saja Aditya. Nanti kalau sudah selesai makan, kubantu membereskan bajumu." kata Asya. "Ya ampun Sya, tidak usah repot-repot. Aku masih punya banyak baju di Bandung, tinggal bawa diri saja hehehe.." kata Raissa. "Baiklah kalau begitu, aku akan menyiapkan makan siangnya, kamu telepon saja Pacarmu. " kata Asya. Raissa mengangguk lalu memencet nomor Aditya pada ponselnya. Aditya langsung menjawab pada dering pertama. "Halo sayang, ada apa.. maaf saya permisi sebentar." kata Aditya yang ternya sedang rapat bersama team marketing dan finansial. Pemandangan Aditya menerima telepon di tengah rapat tentu saja sudah biasa dilihat. Tetapi panggilan sayang itu membuat semua anak buahnya langsung terdiam dan memperhatikan Aditya keluar ruangan. Marissa sampai tersedak dan terbatuk-batuk. Sementara yang lain berusaha menajamkan pendengaran, sayangnya Aditya malah masuk ke kantornya dan menutup pintunya sehingga suaranya tidak terdengar lagi. "Tadi ngomong sama siapa ya Pak Aditya?" tanya Marisa setelah meminum segelas air. " Gak tau, keponakannya kali!" kata Lira bingung. "Masa Ponakan manggil sayang-sayang? Nadanya juga bukan kayak ngomong sama anak-anak" kata Eki. "Hayo Mar! kalah gercep kamu, Pak Aditya udah ada yang punya!" kata Lira sambil cekikikan. "Hussh.. diem ah, salah denger kali kita!" kata Marissa menolak percaya. "Tapi tadi saya denger jelas kok dia bilang sayang." kata Bu Tari tiba-tiba ikut nyeletuk. Marisa hanya cemberut. Jarinya mulai sibuk di ponselnya, bertanya pada jaringan teman sosialitanya yang dekat dengan keluarga Bhagaskara.
Sementara itu dikantornya, Aditya melanjutkan pembicaraan dengan Raissa. "Mas lagi rapat ya? maaf aku ganggu ya?" kata Raissa. "Gapapa kok, ada apa sayang, bagaimana keadaanmu? kata Alex kamu harus istirahat seminggu karena rusukmu ada yang retak. Sakit tidak? Mau ke rumah sakit?" tanya Aditya bertubi-tubi. "Tenang Mas, aku baik-baik saja, hanya lelah. Kupikir aku akan istirahat di Bandung saja Mas. Kalau disini terus aku pasti akan merepotkan Mas, Asya dan Peni." kata Raissa. "Aku tidak keberatan kalau kamu yang bikin aku repot. Tapi kalau kamu mau pulang ke Bandung juga gapapa, aku bisa bebas jam 4 sore nanti, Aku bisa antar kamu pulang ke Bandung." kata Aditya. "Tuh kan aku jadi ngerepotin Mas."Kata Raissa sambil cemberut. "Gak repot kok sayang, lagipula kamu mau naik apa? kereta Api? travel? kan mereka tidak tau kondisi kamu, kereta pasti tidak nyaman untuk rusukmu, travel juga biasanya supirnya agak ugal-ugalan di jalan, nanti makin lelah kamu menahan sakit. Sudah, aku saja yang antar kamu, kita nanti berangkat sama pak Faisal jadi aku tidak harus nyetir sendiri. Hanya saja aku tidak bisa menginap di Bandung karena besok aku ada rapat penting yang tidak bisa kutinggalkan." kata Aditya. "Waduh Mas, tidak capek nanti bolak balik gitu?" tanya Raissa. "Aku sudah biasa sayang. Lagipula aku bisa kenalan sama orangtuamu walau tidak bisa lama-lama." kata Aditya. "Hmm, baiklah. Aku akan telepon Mamah untuk mengabari kedatangan kita." kata Raissa. "Bialng orang tuamu jangan repot-repot ya.." kata Aditya. "Baik Mas, makasih banyak ya mas, assik nanti diantar Mas pulang ke rumah. Oya mas.. nanti kalau mamah agak-agak matre abaikan saja ya mas? memang mamah gitu orangnya.. tapi sebenarnya bukan bermaksud seperti itu. Seneng bercanda aja dia mah!" kata Raissa. "Tenang, anaknya aja unik, apalagi dengan orangtuanya!" kata Aditya sambil tertawa. "Ih Mas ini, ya sudah lanjut rapat lagi mas..kasian ditungguin tuh!" kata Raissa. "Baiklah, aku rapat lagi dulu, kamu istirahat dulu ya sayang! ingat, jangan melakukan pekerjaan yang berat!" kata Aditya. "Iya Mas, ini makanan saja Asya yang ambilkan, aku dimanja habis-habisan!" kata Raissa. "Bagus, aku pergi dulu ya sayang, sampai nanti sore. " kata Aditya. "Sampai nanti sore Mas, Aku sayang Mas, mmuah!" kata Raissa lalu mengakhiri telepon sebelum Aditya sempat membalas. Aditya hanya tersenyum saja lalu mengantongi ponselnya dan berjalan kembali ke ruang rapat dimana anak buahnya menunggu. "Maaf saya harus terima teleponan sebentar tadi, kita lanjutkan lagi, sampai dimana tadi?" kata Aditya. "Tadi siapa pak?" tanya Marisa. Aditya meliriknya tajam, "Urusan pribadi, baik Bu Tari silahkan dilanjutkan." kata Aditya. "Lagian kamu pake tanya segala sih Mar! usil banget deh!" bisik Lira pada Marisa. "Aku kan cuma pengen tahu, siapa tahu dijawab!" kata Marisa cemberut lalu memilih memperhatikan Bu Tari yang sedang melanjutkan rapat. Keputusan yang baik karena bila Aditya sekali lagi mendapati Marisa memandangi dirinya dan bukannya fokus ke rapat, Aditya tidak segan-segan menendangnya keluar ruangan.
Raissa dan Asya makan siang bersama, setelah itu Raissa hendak mencuci piring tetapi dilarang Asya. "Aku saja Sa, sudah istirahat dulu di kamar. Cuma tambahan satu piringmu saja tidak akan merepotkan ku kok, ayo istirahat sana." usir Asya. "Makasih ya Sya, Aku akan menelepon mamahku dulu." kata Raissa. "Nah iya, sambil duduk yaa.." kata Asya. Raissa hanya mengangguk walau pun sebenarnya ingin menggelengkan kepala. Asya ternyata perawat yang galak. Raissa menelpon Mamah yang menyambut gembira kabar kepulangan anaknya tetapi histeris saat tahu Aditya yang akan mengantarnya. "Hahhhh? Mau datang juga Neng? Eleeuuhh.. kumha ieu teh? Eh, nginep gak Neng? Mamah masak apa atuh Neng, bukannya ngasih tahu dari pagi atuh Neng!" kata Mamah panik. "Tenang maah.. tenang.. Mas Aditya gak nginep kok Mah, paling makan sore aja. Apa aja juga boleh." kata Raissa. "Aduh Saa.. tapi pacar kamu teh horaanggg khayaaaaa.." kata Mamah dramatis. "Aduh Mah, orang kaya juga tetap manusia mah, gak bakalan makan beling! masih makan nasi kok mah! Udah biasa-biasa aja mah!" kata Raissa gemas. "Tapi tadi mamah cuma masak pepes tahu, sambel terasi, sama Ikan peda. Masa pacar kamu dikasih itu, atuh laah..kumaha nya? mamah mau ke pasar dulu ah! percuma nanya sama kamu mah! Biasa-biasa teh naon! Udah ah. Neneng hati-hati di jalan, bilang sama pacar kamu hati-hati nyetir yah! Mamah mau ke pasar! bye!" kata mamah menutup telepon sambil memikirkan menu masakan sore nanti. Raissa hanya bengong diputuskan secara tiba-tiba begitu. Setelah itu Raissa hanya tertawa geli dengan ulah Mamahnya. Raissa hendak berdiri dan mengambil tasnya untuk diisi barang-barang pribadi, tetapi Asya masuk dan kembali menolong Raissa mengambil tas diatas lemari. "Katanya tidak usah bawa baju?" tanya Asya. "Tidak, tapi peralatan mandi dan make up ku harus kubawa, aku tidak menyiapkannya dirumah orang tuaku karena selalu kubawa kemanapun aku pergi." kata Raissa. "Iya, lagian kamu juga jarang-jarang pulang, nanti kadaluarsa barang-barang yang kau tinggalkan. Baiklah, apa lagi yang bisa kubantu? sekarang tinggal bersiap-siap saja menunggu di jemput ya? tapi masih ada dua jam lagi Sa, kamu tidur siang saja dulu." kata Asya. "Hmm, baiklah, aku akan memasang alarm pukul 15.30, supaya bisa bersiap sebelum mas Aditya menjemputku. Kau juga tidak istirahat Sya? nanti malam kan giliran jaga." kata Raissa. "Nanti saja, aku jaga dengan dr. Deasy, dijamin aman semalaman! Hahaha.. Aku mau lanjut nonton Drakor dulu ya, kamu istirahatlah Sa. Perjalanan ke Bandung juga pasti melelahkan kalau dengan kondisimu sekarang." kata Asya. "Baiklah, terimakasih Sya!" kata Raissa dan mencari posisi enak untuk tidur. Matanya sudah berat dari tadi. Efek dari obat penghilang rasa sakit yang diminumnya.
Sore itu, Raissa sudah siap ketika Aditya menjemputnya. Aditya sendiri yang mengetuk pintu rumah, Raissa heran, biasanya Aditya mengirim pak Faisal. "Mas, tidak apa-apa mas sendiri yang naik dan menjemputku? nanti ada yang lihat dan melapor ke keluargamu bagaimana?" tanya Raissa. " Sudah tidak usah dipikirkan, kalau itu terjadi ya kita hadapi saja. Hahaha.. sebenarnya proyekku hampir rampung, kalau sudah rampung dan berhasil, seharusnya aku bebas dari cengkeraman keluarga besarku. Sudahlah akan kuceritakan di mobil ya. Yuk Pak Faisal sudah menunggu." kata Aditya. "Ayo, Asya, kami berangkat ya, Sampai jumpa Minggu depan, dan terimakasih sudah mengurusku barusan." kata Raissa. "Makasih ya Sya, kami berangkat dulu." Kata Aditya. "Hati-hati kalian ya.. Minggu depan, pastikan kau sudah sehat ya Sa!" kata Asya sambil memeluk Raissa. "Pasti Sya!" kata Raissa sambil balas memeluk Asya, "Salam buat Peni ya!" lalu Raissa dan Aditya pun pergi dan menuruni tangga, di antara tangga lantai dua dan tiga mereka berpapasan dengan seorang wanita yang tidak mereka kenal tetapi wanita itu mengetahui siapa Aditya. Aditya dan Raissa tetap melanjutkan perjalanan menuruni tangga tanpa mengacuhkan wanita itu. Sedangkan wanita itu mengerutkan kening dan diam-diam memotret keduanya dengan ponselnya lalu mengirimkannya. "Sat, ini bukannya kakak sepupumu? siapa wanita disampingnya? kakak sepupumu punya simpanan ya di rusun ini wakakakak.." tulis wanita itu dalam pesan yang dikirimnya bersama foto Aditya dan Raissa kepada Satya. Satya yang menerima pesan itu langsung membalas, "Kakakku belum punya istri.. ngapain punya simpanan?? lagian itu karyawannya, pagi ini terjadi kecelakaan di klinik, mungkin ia hanya merasa bertanggung jawab dan mengantarkannya. Sudah jangan bikin gosip yang tidak-tidak. Bisa tamat karir kedokteran mu yang baru kau rintis kalau kau main-main dengan kakakku." Balas Satya memberi nasehat sekaligus mengancam pada temannya ketika masih kuliah kedokteran. "Ooh kirain.. hahaha.. gak seru ah.. kirain ada gosip hot! Dah ah . aku mau istirahat! Tenang . aku cuma bercanda kok, mna mau aku mengusik kalian keluarga Bhagaskara!!" kata wanita itu tahu diri. "Bagus deh, demi keamanan bersama ya.. makasih loh udah memperhatikan kami." Balas Satya lalu ia tidak membalas kembali apapun yang wanita itu katakan. Banyak wanita yang mengejarnya karena embel-embel nama Bhagaskara, termasuk wanita tadi. Satya sudah pandai menghadapi wanita-wanita yang ingin menjebaknya. Awalnya memberikan informasi macam-macam soal keluarganya, ujung-ujungnya minta hadiah, minta Kencan, minta ini itu yang membuat Satya lelah. Ia memandangi foto yang dikirimkan wanita yang namanya pun tak ia ingat. "Posisi mereka mencurigakan sekali, Tidak terlalu dekat tapi tidak terlalu jauh, seakan keduanya berusaha menjaga jarak tetapi sebenarnya tertarik satu dengan yang lain. Raissa, apakah kau mempunyai hubungan dengan Aditya? hmm.. apakah harus kukunjungi Karina?" pikir Satya. Ia melihat arlojinya, pukul 16.30. "Kak Karina, lagi dirumah tidak?" tanya Satya ketika menelepon Karina. "Lagi antar Rangga les piano, paling jam 18.00 sudah di rumah, kenapa? mau ke rumah?" tanya Karina heran, tidak biasanya Satya meneleponnya. "Les dimana Rangga? memangnya Kakak menunggu di tempat les?" tanya Satya yang akan terheran-heran kalau karena menunggu di tempat les. "ya tidaklah, aku nunggu di cafe dekat tempat les sama ibu-ibu yang lain." kata Karina. Satya tertawa, "oh ya sudah aku ke rumah jam 18.00 nanti ya? ibu kakak belum pulang kan?" tanya Satya yang agak ciut menghadapi bibinya. "Ibu, Halah.. ibu baru akan pulang jam 10 malam. Datang saja Saya, bawa pizza ya." kata Karina. " Siaaap" kata Satya.
Sementara itu, Raissa dan Aditya sudah melaju di tol dalam kota menuju tol Cikampek arah Bandung. "Wah sudah mulai ramai karena jam pulang kantor." kata Raissa. "Tidak apa-apa yang, duduknya sudah nyaman?" tanya Aditya sambil memasangkan bantal tambahan di samping kanan Raissa tempat rusuknya memar. "Sudah, Mas, ceritakan apa proyekmu, kenapa proyekmu bisa membuat mas terbebas dari cengkeraman keluarga?" pinta Raissa. "Benar mau dengar? ceritanya kayak sinetron loh!" kata Aditya. "Gapapa, aku ingin lebih mengenal Mas, aku penasaran Mas itu ngapain aja sih kerjanya, selain jadi CEO klinik kita ya..kok kayaknya sibuk bener." kata Raissa. "Iya, sibuk mempersiapkan masa depan kita.."kata Aditya sambil nyengir. "Ciee.. masa depan, yang benar ah Mas!" kata Raissa. "Looh beneran!! ngapain sibuk kalo bukan untuk apa-apa." kata Aditya pura-pura tersinggung. "Maksudku bukan begitu, maksudnya itu. ah.. serius dong mas.. cerita dong proyek mas apaan sih? Mas punya kerjaan lain selain dengan klinik memangnya?" tanya Raissa mulai kesal. "Hehehe, iya iya aku cerita, jangan cemberut gitu dong.. Jadi keluarga aku itu dulunya biasa saja, kakek dan nenek aku itu hanya seorang pedagang. Tapi Kakek dan nenek selalu menekankan agar semua anaknya maju. Dan akhirnya memang maju, semua anak Kakek sudah berhasil padahal masih duduk di bangku SMA atau kuliah, Termasuk Ayahku yang saat itu ingin menjadi dokter tetapi karena mempunyai otak bisnis yang kuat, tidak diizinkan oleh pamanku untuk terus menjadi dokter apabila tidak bergabung dalam bisnis keluarga, pamanku anak Kakek yang pertama bernama Arganta, bertekad untuk membangun perusahaan keluarga. Ia membuat adik-adiknya melupakan cita-cita mereka dan membangun perusahaan, Ayahku sendiri baru berhasil membujuk paman Arganta untuk membuat sebuah klinik dan menjadi CEO nya setelah berhasil meminang seorang anak pengusaha ternama dan membantu mengembangkan perusahaan yang dirintis paman Arganta. Akhirnya Ayahku dat mendirikan Bhagaskara Medika dengan tenang. Mereka semua 6 orang bersaudara bahu-membahu membuat sebuah perusahaan raksasa yang sangat maju. Sayangnya cara agar cepat mendapatkan modal adalah dengan cara menikah dengan pewaris kaya. Keenam orang saudara bersaudara itu membuat kesepakatan untuk menikah dengan orang yang dapat menguntungkan keluarga. seperti Ayahku. Padahal ayahku sebenarnya mencintai orang lain, tetapi karena tidak direstui oleh keenam saudaranya mau tidak mau ayahku menikah dengan ibuku sekarang, yang seumur hidupnya tidak pernah mencintai ayahku, ayahku sendiri juga tidak pernah mencintai ibuku. Sampai sini gimana? sudah kayak sinetron kan?" tanya Aditya. "Sinetron banget.. tapi terjadi ya.. lalu apa hubungannya dengan proyekmu mas?" tanya Raissa. "Nah, ternyata Paman bibiku semuanya, ibuku termasuk karena ayahku sudah tiada, selalu berdaya upaya agar anak-anak mereka mengikuti jejak pendahulunya. Kakakku Karina, harus menikah dengan pilihan keluarga besar Bhagaskara, beberapa sepupuku yang lebih tua juga bernasib sama. Ada yang bernasib baik seperti kakakku yang menemukan cinta bersama suaminya, walaupun awalnya keduanya terpaksa, ada juga yang bernasib sama seperti orang tuaku, tak ada kasih sayang dalam keluarga mereka. Tiap demi harta apapun dilakukannya. Karena itu Alex sampai dicoret dari keluarga dan daftar warisan karena tidak menikah dengan pilihan mereka. Begitupun aku, walaupun saat ini aku belum dijodohkan ke siapapun, bukan berarti aku akan luput." kata Aditya menjelaskan sambil menatap Raissa. Raissa hanya balas menatap, tidak tahu harus berkata apa. "Masalahnya, aku seperti ayahku, aku mencintai wanita yang bukan dipilih keluargaku. Aku mencintaimu Raissa." kata Aditya sambil menangkup pipi Raissa, "makanya rencanaku sekarang adalah membuat seluruh keluargaku tak bisa berkutik bila aku membawamu masuk dalam keluargaku. Aku mencintaimu, aku tidak akan berpaling darimu, aku tidak mau yang lain, hanya kamu Sa." Kata Aditya tertuju pada mata bening Raissa, Raissa pun tak bisa berpaling dari Aditya, selain karena kedua pipinya juga ditahan kedua telapak tangan Aditya yang besar, tapi tatapan Raissa juga tertuju pada Aditya. Raissa seperti terhipnotis oleh tatapan tajam Aditya, ketika bibir Aditya menyentuh bibirnya barulah mata Raissa terpejam. Tangan Aditya mulai merambat ke leher. Sedangkan benak Raissa mulai kacau, "Oh ya ampuunn, aku dicium!! di bibir!! wooww.. aku harus buka mata atau tutup mata ini? ahh tutup sajalah.. aduh aku maluuu!! Ya ampun kenapa dia pintar sekali mencium? Aduh untung aku tadi sikat gigi dulu, nafasnya wangi sekali! mmmmhhh..." tanpa sadar Raissa sudah berada dalam pelukan Aditya. Tetapi ketika lengan Aditya menyenggol rusuknya, Raissa menjerit kesakitan, "Awww .." ia meringis dan mengigit bibirnya menahan sakit. "Maaf.. maaf.. maaf ya sayang.. aku terbawa suasana. Mana yang sakit?" kata Aditya sambil membetulkan letak bantal yang menyangga punggung Raissa. "Hahaha, aku juga terbawa suasana.. gara-gara Mas sih.. padahal kita kan tidak sendirian" kata Raissa sambil menunjuk Pak Faisal, wajah Raissa memerah dan panas. "Pak Faisal sangat loyal, apa yang terjadi di mobil ini tidak akan sampai keluar dari mobil ini." kata Aditya memuji Pak Faisal. Pak Faisal hanya tersenyum, ia sudah sering mendengar percakapan rahasia Aditya. Rencana yang dimaksud Aditya saja dia sudah tahu karena sering mendengarkan, walaupun kemampuannya untuk mengerti apa yang didengarnya kurang, tapi dia percaya kalau majikannya adalah orang baik dan semua yang dilakukannya adalah untuk kebaikan. Aditya memperhatikan kalau Raissa tidak nyaman bermesraan didepan orang lain karena itu ia hanya merangkulnya saja. "Maksud mas membuat seluruh keluarga mas tidak berkutik itu apa Mas?" tanya Raissa sambil mengerutkan kening. Aditya tersenyum, itu yang dia suka dari Raissa, kalau pertanyaannya belum terjawab dia akan tetap memburunya. Padahal kalau wanita lain, sudah dicium habis-habisan seperti tadi sudah pasti lupa dengan perbincangan sebelumnya. "Aku ingin agar aku yang menguasai semua saham mereka, selama ini yang mengatur segalanya adalah paman Arganta, ia yang terkaya diantara kami semua. Tapi kalau aku membeli sebagian saham semua adik-adiknya dan anak-anaknya, aku bisa melebihinya. Makanya Klinik Bhagaskara Medika sekarang adalah milikku, seutuhnya tidak terbagi dengan Paman bibiku yang lain seperti dulu, diam-diam aku juga membeli dan mengambil alih saham-saham kepemilikan perusahaan paman dan bibiku yang lain. Dan aku juga ingin mengembangkan sayap Bhagaskara Medika supaya menjadi RS seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya." kata Aditya. "Waaahh Mas hebat sekali, aku merasa aku kecil sekali, aku tak hebat seperti mas. Aku cuma perawat biasa." kata Raissa minder. "Kamu hebat Sa, kamu itu istimewa, kamu berbeda dari semua wanita yang pernah kutemui. Caramu membawa diri, caramu menghadapi masalah, bagaimana kamu mengatakan opinimu, kesetiaanmu pada teman-temanmu. Kalau posisi kita dibalik Sa, kamu yang lahir di keluarga Bhagaskara, pasti kamu sudah melawan paman Arganta dari dulu dan menang. Jadi kamu jangan minder sayang." kata Aditya kali ini tangannya mulai memainkan rambut Raissa. Raissa hanya tersenyum dan menyandarkan kepalanya pada bahu Aditya. "Istirahatlah, nanti kalau sudah sampai akan aku bangunkan." kata Aditya sambil mengecup kepala Raissa. "Mas, terimakasih ya, mas berjuang untukku, kalau mas mau menerimaku apa adanya, aku janji akan selalu setia sama mas." kata Raissa sambil mendongak. Aditya memeluknya sambil tersenyum senang. Selama sisa perjalanan Raissa tertidur dalam pelukan Aditya. Pak Faisal melihat Raissa sudah tertidur nyenyak lalu berkata pada Aditya. "Pak, jangan dilepas yang ini pak, cocok sama bapak. Semoga langgeng ya pak."
"Makasih pak Faisal, iya rencana saya juga gitu kok." balas Aditya sambil tersenyum ke arah kaca spion. Hampir pukul 7 malam ketika mobil Aditya parkir didepan rumah milik orangtua Raissa. Aditya membangunkan Raissa dengan kecupan, "Sudah sampai putri tidur." katanya. "Mmhhhh.. waahh sudah sampai. Itu Mamah Papah.." kata Raissa sambil menunjuk kedua orang tuanya yang melongok dari pintu. Mereka tidak yakin siapa yang datang karena kaca mobil Aditya berwarna hitam pekat. "Pelan-pelan, sini aku bantu." kata Aditya membuka pintu dan menolong Raissa turun.
"Raissa!!" pekik mamah. Tak lama kemudian Raissa sudah berada dalam pelukan kedua orang tuanya. Celotehan riang Mamah yang kangen anak gadis satu-satunya menggema di udara malam Parongpong yang dingin. Raissa mengenalkan Aditya pada kedua orang tuanya. "Ini Aditya Bhagaskara Mah, Pah. Mmm.. pacarnya Raissa" kata Raissa sedikit malu-malu. "Iya, mamah udah tahu, kan kamu udah cerita! kok malu-malu!" goda Mamah. Aditya hanya tertawa sambil menyalami Mamah dan Papah Raissa. "Maafkan Aditya Om, Tante, saya kurang bisa menjaga Raissa sehingga terluka seperti ini."katanya. "Nah, iya kamu teh gimana sih Dit, dianterin tuh Raissa kalau pulang malam." kata Mamah. "Iya Tante, mulai sekarang saya akan antar Raissa terus." janji Aditya. "Eh mamah apaan sih, Raissa bisa naik ojek sendiri kok!" kata Raissa. "Ya ga apa-apa atuh Neng, sudah tugas lelaki itu mah!" kata Mamah tetap pada pendiriannya. "Sudah Mah, ajak Raissa dan Aditya masuk, dingin di luar! Oya Nak Aditya bawa supir ya? ayo suruh masuk, daripada menunggu di mobil. Kita makan bersama." kata Papah. "Baik Om, terimakasih. Sebentar saya panggilkan." kata Aditya lalu memanggil pak Faisal masuk. Merekapun masuk kedalam rumah. "Ayo, cuci tangan dulu, lalu kumpul semua di meja makan yah, makan masakan sederhana yah Dit, abis Raissa dadakan ngasih taunya." kata Mamah. "Pasti lezat kalau buatan Tante." kata Aditya. "Ah, kamu bisa aja, udah ayo cuci tangan dulu." kata Mamah menyuruh Aditya dan Raissa seperti dua anak kecil yang mau makan. Aditya ingin tertawa, sekaligus senang, perhatian keibuan seperti ini jarang ia dapatkan dari ibu kandungnya. Aditya langsung betah bersama keluarga Raissa. Rumah mereka jika dibandingkan dengan rumahnya mungkin hanya sepersepuluhnya, tetapi isinya penuh dengan kasih sayang. Aditya rela melakukan apapun agar anak-anaknya kelak turut merasakan kasih sayang seperti ini. Raissa menengok ke arah Aditya, mengerti apa yang ia lihat pada dirinya dan keluarganya. Raissa menggenggam tangan Aditya, menariknya ke arah wastafel untuk cuci tangan. "Ayo mas, sebelum mamah berubah jadi Godzilla!" kata Raissa. "Naon Gojilla, Gojilla!! ini anak tidak berubah Pah! tuh doyan bercanda!" omel mamah. " Sudah-sudah, ayo kita makan, Pak Faisal ayo makan bersama." kata Papah. Mereka pun duduk mengitari meja makan. Suasana makan malam itu dipenuhi canda tawa, walau hanya sayur asem, ikan asin dan pepes tahu, tetapi rasa hangatnya masuk ke dalam hati Aditya. Selesai makan, Raissa pamit sebentar untuk ke kamar diikuti mamah yang semangat. Sedangkan Papah mengajak ngobrol Aditya di ruang tamu. Pak Faisal izin keluar rumah dan memilih menunggu di mobil. Ia tetap saja masih merasa canggung.
"Om maaf Saya Baru sempat kemari setelah pacaran dengan Raissa. Saya hanya ingin Om tahu, bahwa niat saya baik terhadap Raissa. Tentu saja hubungan kami akan mengarah ke pernikahan. Tapi sepertinya kalau sekarang Raissa belum siap. Saya siap menunggu sampai Raissa merasa siap sebelum melamarnya kemari." kata Aditya memulai pembicaraan. "Terimakasih nak Aditya, Om menghargai kejujuran mu. Om Om berpesan jaga Raissa baik-baik ya, hargai dia, mungkin status kalian berbeda, tetapi Raissa kami sudah besarkan dengan baik, dia tumbuh menjadi wanita yang cerdas, mandiri dan berakhlak." kata Papah. "Iya Om, makanya saya jatuh cinta padanya, Raissa lain daripada yang lain. Sebelum diambil orang lain, lebih baik saya duluan. Jadi tunggu saya ya Om, saya pasti akan melamar Raissa jika dia sudah siap. Jangan berikan Raissa kepada siapapun juga." kata Aditya. "Oh kalau kami tidak seperti itu cara kerjanya nak Adit, kami hanya mengikuti pilihan Raissa. Saat ini kami melihat pilihan Raissa adalah Nak Aditya, kami akan mendukung Raissa selama Nak Aditya menghargai dan berperilaku baik pada anak kami. Tentu saja kalau semuanya lancar, dan Raissa masih tetap memilih nak Aditya nantinya dengan senang hati dan lega saya sebagai ayah Raissa akan memberikan tangan Raissa ke dalam genggaman nak Aditya." Kata Papah. Aditya tersenyum. " Itu sudah cukup untuk saya Om. Karena saya yakin Raissa memilih saya. Di Jakarta penggemar Raissa tidak sedikit. Tetapi Raissa memilih saya. Saya senang dan tersanjung. Saya akan selalu menjaga dan menghargai Raissa om. " kata Aditya. "Bagus nak. Nah itu mereka datang. Entah apa lagi yang mamahnya bisikkan pada Raissa, ada-ada saja mamah Raissa itu." kata Papah lagi. Aditya hanya tertawa. Raissa duduk disamping Aditya dan Mamah duduk disamping Papah. "Lagi ngomongin apa sih. serius amat." tanya Raissa. "Biasa, pembicaraan antar pria." kata Aditya. " Iya kamu mau tau aja Sa, memangnya kamu cerita pada Papah apa yang kamu bicarakan sama papah barusan?" tanya Papah. "Ah, nanti juga Mamah cerita sama papah. Apa sih yang mamah gak ceritain Sam papah?" kata Raissa. Mereka tertawa. "Oya udah mulai malam Mas, nanti kemaleman dijalan." kata Raissa cemas. "Apa mau menginap saja Nak?" tanya Mamah. "Tidak usah nanti merepotkan Tante, lagipula besok pagi saya ada rapat yang tidak bisa saya tinggalkan, jadi sebaiknya saya pulang sekarang. Pamit dulu Om, Tante." kata Aditya sambil menyalami Mamah dan Papah. "Iya, hati-hati dijalan ya, pak Faisal jangan ngantuk." kata Mamah. "Hati-hati ya nak." kata Papah. Adityapun pamit dengan diantar Raissa sampai ke pagar. " Hati-hati ya mas, kalau sudah sampai kabari aku. Kalau tidak aku tidak akan bisa tidur. " kata Raissa. "Jangan gitu, kamu istirahat saja, kan lagi pemulihan." kata Aditya. "Pokoknya harus mengabari!" kata Raissa ngotot. "Iya pasti, kalau aku cium kamu disini kira-kira marah gak Papahmu." tanya Aditya. "Ciumnya dimana dulu?" Raissa balik bertanya. "Oh tergantung tempat jadinya ya.. pilih yang aman saja ya.. biar gak dimarahin." kata Aditya sambil nyengir lalu mengangkat tangan Raissa dan mengecupnya. Raissa tersenyum. Wajahnya tersipu. "Aman kalo disitu!" bisiknya pada Aditya. Aditya mengacak rambut Raissa, " sudah masuklah, dingin, aku kembali ke Jakarta ya, nanti kujemput lagi kalau sudah harus balik ya." kata Aditya. " Baik Mas! Hati-hati!" kata Raissa. Aditya memasuki mobil. Raissa terus menatap kepergian Aditya sampai mobilnya tidak terlihat lagi. "Sudah hilang Sa, udah gak kelihatan, ciee.. yang ditinggal pacarnya..melow yaa!" kata mamah usil. "Sudah ayo masuk Sa, dingin loh.." kata Papah. "Iya Pah, Mah." kata Raissa sambil masuk bersama orangtuanya.
Sementara itu di Jakarta, Satya sudah sampai di rumah Aditya. Ia menunggu Karina. Tetapi malah Aleisha yang datang. "Loh tumben kemari Al?" kata Satya. "Kamu juga tumben Sat, aku lagi kangen Rangga nih. Kata Karina mereka sedang dalam perjalanan kemari, dia juga bilang kamu ada disini, ya sudah aku kemari, sudah lama juga kita gak kumpul-kumpul." kata Aleisha. "Habis pada sibuk semua sih!" kata Satya memberi alasan. "Sibuk dijodohin maksudmu?" tanya Aleisha. "Hahaha, siapa lagi yang dijodohin denganmu sekarang?" tanya Satya. "Ntah, aku tak ingat namanya, yang jelas aku tak suka, bau bawang putih mulutnya!" kata Aleisha. Satya tertawa. Tak lama kemudian Karina pulang bersama Rangga. "Aunty Aleisha!!" kata Rangga gembira dan menghambur kepelukannya. "halo jagoan cilik aunty yang ganteng!" kata Aleisha balas memeluk Rangga. "Uncle kok gak dipeluk?" kata Rangga sedih. "Kamu sih jarang nengokin dia!" kata Karina ketika Rangga hanya melambai pada Satya. "Heee.. iya juga sih!" kata Satya malu. "Ngomong-ngomong tumben nih kamu kesini Sat, ada apa?" tanya Karina. "Mmm ini ada temanku mengirimkan ini padaku sore tadi. Menurut kalian bagaimana?" tanya Satya sambil mengirimkan foto Raissa dan Aditya menuruni tangga rusun pada Aleisha dan Karina. Karina dan Aleisha mengamati foto tersebut. Keduanya mengerutkan kening. Pertama keduanya terkejut Aditya mengunjungi sebuah Rusun, kedua mereka terkejut Aditya tampak memperhatikan wanita dalam foto tersebut. "Sepertinya aku pernah melihatnya, kalau tidak salah dia adalah salah satu perawat di Bhagaskara Medika, perawat yang baik, Rangga langsung menyukainya." kata Karina. "Memang, Raissa adalah perawat yang baik, cerdas, cekatan, loyal dan tidak hitung-hitungan." kata Satya. "Kamu naksir dia?" tanya Aleisha mendongak ke arah Satya. "Hanya mengagumi saja, tapi kekagumanku tidak pernah ditanggapinya. Lagipula kita kan tidak bisa memilih pasangan bukan?" tanya Satya. Aleisha hanya mengangguk. "Tapi di foto ini, mereka tampak menjaga jarak, tetapi jelas terlihat kalau hubungan mereka lebih dari sebatas teman." kata Aleisha. "Jelas mereka ada hubungan, aku kenal Adikku, dia jutek dengan semua orang yang tidak ada hubungan dengannya." kata Karina. "Kalaupun ada, mereka menyembunyikannya dengan baik sekali, tidak ada satu orangpun di klinik yang mengetahui hubungan mereka." kata Satya. "Alex pasti tahu." celetuk Aleisha. "Panggil Alex, akan kutanyakan Aditya kapan dia sampai ke rumah." kata Karina. Ia menelpon Aditya, tetapi tidak diangkat. "Aneh, tidak diangkat, lagi kemana sih dia?" tanya Karina. Aleisha menelpon Alex dan menyuruhnya datang. Alex berjanji akan datang tapi sekitar 1 jam lagi karena masih ada pasien. Merekapun hanya bisa menunggu, karena Aditya tidak menjawab telepon setiap Karina panggil. Sampai Stefan pulang pun baik Aditya maupun Alex belum datang. Tiba-tiba ponsel Karina berbunyi, "Ada Apa?" tanya Aditya. "Kapan pulang?" tanya Karina. " Sekitar 45 menit lagi sampai di rumah." balas Aditya. "Darimana?" selidik Karina. "Bandung." jawab Aditya pendek. "Oke-oke hati-hati" kata Karina dan menutup telepon. Sedangkan Aleisha memberi kabar kalau Alex ada operasi dadakan sehingga tidak bisa datang. "Ngomong-ngomong nanti kita mau tanya apa pada Aditya? apa kita akan menentangnya atau mendukungnya?" tanya Stefan hati-hati. Dia sudah tahu rencana Aditya walaupun belum tahu soal hubungannya dengan Raissa, tetapi Stefan menebak hubungan Aditya ini adalah alasan terlaksananya rencana Aditya yang brilian ini. "Kalau memang Aditya berhubungan dengan Raissa, bisa jadi Alex kedua dia! padahal dia adalah calon pengganti Alex, menurut Ayahku setidaknya!" kata Aleisha dengan miris, bukan rahasia lagi kalau Aleisha juga berambisi menjadi pewaris. Sayang dia perempuan sehingga dianggap sebelah mata oleh ayahnya sendiri. "Kalau memang itu pilihan Aditya aku sih mendukung saja, yang penting dia bahagia." kata Stefan. "Tapi di keluarga ini kan tidak seperti itu Pa, bisa dicabut dari keluarga, dikeluarkan dari hak waris." kata Karina. "Kalaupun dikeluarkan dari hak waris, baik Aditya maupun Alex adalah dua orang yang mampu berdiri sendiri. Lihat saja Alex. Memangnya dia menderita? tidak!! justru dia merdeka!" kata Stefan mengompori istri dan sepupu-sepupunya. "Ya Memang sih, Alex sudah tidak pernah pulang ke rumah, tetapi bukannya kesusahan malah makin bahagia dia. Melakukan apapun yang dia suka tanpa harus izin sana sini. Gaji seorang dokter bedah jantung juga tidak kecil. Walaupun dia akan menikah dengan Asya, tetapi kulihat Asya bukan wanita yang suka menghambur-hamburkan uang. Mereka hanya jadi kelas pekerja." kata Aleisha. "Dan tidak ada salahnya kan? mereka tetap bahagia. Memangnya kalian bahagia? dijodohkan oleh orang tua kalian, kalau kalian mencontoh kami.." Stefan meraih pinggang istrinya.." kalau kalian mencontoh kami.. kami ini 1 diantara 10.000, kami ini mujur. Untung kami bisa saling jatuh cinta. Kalau tidak? Neraka!!" kata Stefan dramatis. Karina, Satya dan Aleisha terdiam. Mereka punya masalah masing-masing, gaya hidup mereka adalah gaya hidup kalangan jetset. Karina dengan penampilan mewah yang harus dipertahankan, Satya dengan gaya hidupnya yang masih lebih besar pasak daripada tiang, Aleisha yang bercita-cita mempunyai perusahaan sendiri tetapi belum punya modal cukup, ketiganya mengandalkan uang saku dari dewan direksi Bhagaskara. Akhirnya pertanyaan Stefan tak terjawab, karena Karina, Satya dan Aleisha terdiam tak bisa menjawabnya langsung. Keempatnya tersentak mendengar suara mobil masuk ke dalam garasi. "Itu mobil Aditya!" kata Karina mengenali suaranya. "Okee, waktunya klarifikasi." kata Satya. Stefan hanya melipat tangannya di dada. Ia kan berusaha mendukung Aditya. Semoga para sepupu-sepupunya dapat melakukan hal yang sama.