webnovel

29

Aku bergidik memandang keluar masuk pentungan itu, pemandangan yang sangat aku sukai dan semakin menambah sensasi kenikmatan yang kurasakan.

Sesekali kami saling berciuman ditengah tusukan pentungannya pada liang kenikmatanku.

"Ayooo sayang.. terussss... puaskan ibu…."

"sampe kamu puasss…" gumanku ditengah kenikmatan hujaman pentungannya.

Pram kembali melumat bibirku, kedua tangannya yang kasar dan kekar menjamah gunung kembarku, memilin putingnya, sementara tusukan pentungannya terasa lebih cepat.

"Aaakkkhhhhhhhh….. ibuuu keluarrrr sayaaanggggg…!" Aku mendapatkan klimaks yang ketiga kalinya! Akibat rangsangan bertubi-tubi yang ia berikan digunung kembar dan kemaluanku.

Hanya beberapa detik berselang, Pram pun mencapai puncak klimaksnya ditengah hujaman yang dalam di liang bagian bawahku.

Kurasakan benihnya menyembur deras dalam rahimku, lantas mengalir keluar melalui sedikit celah yang tersisa saat Pram menggoyang pinggulnya. Ia terus menyetubuhiku bahkan setelah beberapa saat sepermanya telah keluar!

Cairan kental berwarna kehijauan itu telah bercampur dengan cairan klimaksku.

Pram ambruk. Tubuhnya jatuh perlahan menimpa tubuhku. Kusambut ia dengan pelukanku dan mengecup pipinya. Kakiku melingkar di pinggulnya dengan sangat erat untuk menahannya, menjaga agar ia tak menarik keluar pentungannya. Aku ingin merasakan saat terakhir pentungan itu didalam tubuhku. Bisa kurasakan otot-otot selangkanganku sedang berkontraksi, meremas pentungan Pram yang masih terbenam disana.

Beberpa saat berlalu, kurasakan pentungan Pram telah meninggalkan liang bagian bawahku. Benih bercampur cairan klimaksku pun perlahan mengalir keluar, membasahi ujung sofa yang kududuki. Pentungan Pram kembali mengecil.

Beberapa menit berselang,

"Duuuuuhhhhh.. manja banget sih pacar ibu ini." Protesku sambil mengusap punggungnya. Ia masih memanjakan dirinya diatas tubuhku, dalam dekapanku.

"Kayak Nova aja.." sambungku.

"Seharusnya ibu dong yang dimanjain, dibeli-belai." Protesku lagi dengan bercanda.

Pram tertawa, lantas beringsut turun dari atas tubuhku.

"Sofanya basah.." gumanku sambil melirik ke ujung sofa yang kududuki, tepat dibawah kemaluanku.

Ia lantas menarik lenganku dan memaksaku berdiri mengikuti langkahnya, mendekati pintu yang terbuka.

Setelah kegilaan yang kami lakukan, bercinta dihalaman belakang, lalu diruang tengah dengan pintu terbuka lebar, aku sedikit khawatir, Pram ingin bercinta diteras samping rumah, yang berhadapan dengan 3 kamar kost. Jantungku berdebar tak karuan!

Sejenak ia mengintip, mengeluarkan kepalanya, seperti sedang mengawasi suasana sekitar luar rumahku. Dengan cepat ia menarik lenganku mengikuti langkahnya menuju ke kamarnya.

Sesampainya disana, ia lantas menarik tubuhku masuk kedalam, lalu mengunci pintunya. Aku pasrah, jika Pram ingin menyetubuhiku lagi dikamarnya.

Inilah kegilaan lain yang kulakukan bersamanya, berkeliaran disekitar pekarangan rumahku dengan keadaan telanjang. Aku benar-benar tidak menyadari dan tidak tahu darimana datangnya semua ini. Semua terjadi, dan mengalir begitu saja. Aku hanya melakukannya sesuai dengan naluriku, dan aku menyukainya. Tidak ada paksaan sama sekali, aku melakukan semuanya dengan senang hati.

Tidak seperti dugaanku, ia mengajakku berbaring diatas kasurnya. Ia ingin kami beristirahat. Tubuhku dipeluknya erat.

"Ibu kira kamu mau ngajak ibu bercinta lagi." Gumanku sambil bermanja diatas tubuhnya.

"Emang ibu masih mau?"

"Hehehehehe… ibu istirahat dulu ya, masih lemes. Kamu hebat sih, kuat banget, bikin ibu kecapekan."

"Habisnyaa ibu sih.. nggemesih.." balasnya sambil mengusap rambutku.

"Nggemesin gimana?" tanyaku penasaran sambil menatapnya.

"Ya nggemesin.. pokoknya nggemesin banget.."

"Iisshhhh.. iya nggemsin gimana? Apanya yang nggemesin..?? Tanyaku lagi sambil merengut.

"Eehhhmmm… anu…" Pram tampak ragu berterus terang padaku.

"Anu apa sih sayang? Hayo jujur... ibu udah jujur sama kamu lhooo."

"Iyaa… anu.. bongkahan belakang ibu itu lhoooo ngemesin.. Enak banget kalo dimasukin dari belakang. Empukk."

"Oooo… maksud kamu kamu senang ngentotin ibu pake gaya doggie gitu?" tegasku.

"Iyaa.. gitu maksudnya."

"Sayang.. kalo ngomong sama ibu, biasa aja ya, nomong aja langsung, gak perlu pakai bahasa formal." Sambungku lagi sambil mengusap pipinya. Pram tersenyum malu.

"Udah.. itu aja yang nggemesin?" tanyaku lagi.

"Hehehe.. ibu juga pinter isepin punya saya. Apalagi tadi itu.. rasanya enak.. gila banget."

"Udah..? Itu aja?"

"Ada lagi sih.. bagian bawah ibu nggemesin.. enak banget dimasukin.. rasanya sempit."

"Itu karena anu kamu gede, sayang.. makanya rasanya memek ibu jadi sempit. Tau gak? Anu kamu lebih gede lho daripada anu suami ibu.. lebih panjang juga."

"Ibu kalo ngomong jorok gitu kok jadi makin seksi ya?? Makin bikin geregetan." Gumannya sambil meremas kedua belah bongkahan bongkahan belakangku.

"Kamu suka ya??" Pram hanya tersenyum sambil menganggukan kepala. Ia lantas melumat bibirku dengan lembut.

Sikap Pram yang terbuka dan sangat menghargai, membuatku semakin nyaman dan berani berterus terang. Aku bahkan berani mengucapkan kata-kata kotor, kata-kata yang vulgar dengan bebas. Aku belum pernah melakukan hal seperti ini seumur hidupku. Bahkan terhadap suamiku.

Pelukan hangat, usapan penuh rasa sayang yang ia berikan pasca percintaan panas kami sangat berarti untukku, sangat bermakna. Setidaknya hal itu menunjukkan bahwa aku bukan sekedar pemuas nafsu belaka, bukan sekedar perempuan sepintas lalu baginya. Begitu juga dengan sikapnya yang manja, membaringkan tubuhnya diatasku, menempelkan kepala digunung kembarku. Aku sangat menyukainya, apalagi ia terlihat nyaman dan senang dengan hal itu. Dan, bukankan dada seorang wanita adalah salah tempat paling nyaman untuk bermanja-manja? Pram mengetahui hal itu, dan mendapatkannya dariku.

Sudah menjadi kodratku sebagai wanita untuk memberi rasa nyaman dan damai, memberi ketenangan bagi mereka yang berarti dalam hidupku, bagi mereka yang aku sayangi. Dan Pram adalah salah satunya, selain Nova putriku.

Hampir setengah jam aku bermanja diatas tubuh Pram, menikmati belaiannya, menikmati kecupan-kecupannya dikepalaku. Aku lantas beralih, tidur disampingnya. Lengannya kugunakan untuk menyangga kepalaku, satu kakiku kuletakkan diatas pinggulnya, menutupi pentungan Pram yang telah mengecil sejak tadi.

Suara deru mesin motor yang memasuki halaman depan rumah membuyarkan istirahatku. Nampaknya penghuni kostku mulai berdatangan, pulang dari rutinitasnya.

"Pram, lampu rumah belum dinyalain. Pintu samping juga masih terbuka." Gumanku.

"Iya bu, ibu istirahat dulu disini. Biar saya yang nyalain." Pram lantas meninggalkanku, dan menuju ke rumahku, setelah sebelumnya mengenakan pakaian sebelum keluar kamar.

Setelah beberapa saat, Pram kembali.

"Ibu istirahat disini sebentar ya Pram."

Pram hanya mengangguk, lantas mengecup kepalaku. Diselimutinya tubuh telanjangku, dan hanya dalam beberapa menit kemudian, aku tertidur pulas karena tubuhku terasa sangat lelah.

Hampir dua jam kemudian aku terbangun. Pram masih tertidur pulas disampingku.

"Pram… Pram.. bangun sayang." Bisikku lembut sambil mengusap pipinya.

Pram membuka matanya perlahan.

"Ibu mau mandi. Tapi ibu kan gak bawa pakaian kesini. Ibu gak berani keluar kalo telanjang begini."

Pram hanya tersenyum melihat kebingunganku. Ia lantas menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku, kemudian memeluk tubuh telanjangku.

"Ibu mandi disini aja, nanti saya ambilin pakaian ibu."

"Mandinya sama kamu?" tanyaku manja.

"Kalo ibu mau ya gak apa-apa, kita mandi bareng. Kalo perlu saya yang mandiin ibu."

"Hhuuuuuuu…. Maunya…" jawabku dengan suara pelan sambil mencubit pipinya.

"Ya udah, kita mandi yuk." Sambungku.

Tidak ada kejadian yang berarti selama kami mandi. Seperti janjinya, Pram benar-benar memadikanku. Menyiramkan air ke sekujur tubuhku, lalu menyabuniku. Ia melakukannya tanpa sedikitpun menggodaku.

"Duuhhhh.. udah keras aja sih ini..?" gumanku ketika memegang kemaluan Pram yang kembali mengeras.

"Berarti normal dong bu.. soalnya liat ibu telanjang gini.."