Kini perasaan Pamela sudah tenang. Setidaknya dia sudah mengatakan semuanya kepada orang tuanya. Kini dia bisa meninggalkan dunia ini tanpa beban.
Perlahan dia berjalan memasuki gerbang sekolahan.
Pamela melangkah dengan penuh hati-hati, masih ada sedikit rasa takut dalam benaknya, walau Ximena sudah berkata jika semua baik-baik saja. Namun ini masih membuat Pamela tidak yakin.
Dan ketakutan itu semakin terasa nyata saat ia melihat Agnes dan kedua teman hanya berjalan mendekatinya.
'Astaga! Itu Agnes! Bagaimana ini?' batin Pamela.
Dia menghela nafas sesaat untuk menenangkan dirinya.
Kemudian dia melihat kearah ketiga gadis itu lagi.
'Tenang, Pamela! Mereka tidak akan mengganggumu, Ximena, 'kan sudah mengatasi semuanya!' bicaranya di dalam hati.
Agnes, Emily, dan Julia sudah mulai mendekat. Jantung Pamela mulai berpacu dengan kencang.
"Pamela, ini setoran kami," ucap Agnes mewakili kedua temannya.
"Eh ... i-iya, terima kasih, ya!" jawab Pamela agak gugup. Kemudian dia meraih beberapa lembar uang dari tangan Agnes.
"Yasudah, kami pergi dulu ya!" ujar Agnes, dan Pamela menyahutinya dengan anggukan kepala.
Setelah ketiga gadis preman itu mulai menjauh, perasaan Pamela mulai lega.
"Ah ... sukurlah, ternyata mereka masih membayar hutang kepadaku ...," Pamela mengusap dadanya sendiri sembari tersenyum.
"Aku sangat beruntung telah bertemu dengan Ximena," gumam Pamela.
Kemudian dia melanjutkan langkah kakinya.
Melewati koridor sekolah menuju kelas, sepanjang perjalanan itu dia tak lagi melihat senyuman sinis yang menyapanya.
Semua terlihat normal, dan membuatnya nyaman.
Bahkan sebagian dari teman-temannya juga ada yang bertanya kepadanya.
Benar-benar tidak seperti dulu, dia tidak lagi dianggap seperti Alien. Jangankan menegurnya, melihat saja mereka seakan benci. Sisi lainnya adalah menertawakannya.
Pamela masuki kelas dengan selamat, bahkan boleh dibilang sangat lancar.
Dia duduk di bangkunya, dan terdapat satu siswi yang duduk bersebelahan dengannya.
"Kimberly, kamu duduk di sini?" tanya Pamela yang keheranan, karena bisanya ... bangku di sebelahnya selalu kosong. Tak ada satu pun orang yang mau duduk bersebelahan dengannya.
"Aku kan sudah duduk di bangku ini sejak seminggu yang lalu?" ujar gadis itu.
"Ah ... ya ... aku lupa ... hehe ...." Pamela menggaruk kepala, dan tersenyum paksa untuk menutupi keherannya.
10 hari meninggalkan dunia manusia membuatnya tak tahu jika hidupnya banyak mengalami perubahan.
Dia pikir hanya di dunia Violet, ia mendapatkan hal baik, ternyata di dunia manusia pun dia juga mendapatkam hal baik. Meski tak sebayak di sana.
Pamela duduk, dan menaruh tasnya dengan pelan.
Dia mulai menyiapkan buku-buku pelajaran hari ini.
Dan tak sengaja ia melihat keberadaan Brandon yang saat ini sedang mengobrol dengan Alvin.
'Ya, Tuhan! Wajahnya masih sama ... sangat tampan seperti biasanya,' batin Pamela. Netranya masih mengarah pada Brandon.
Pamela mulai berkhayal.
Brandon mengenakan pakaian ala kerajaan, dengan juba kebesarannya, serta mahkota yang membuatnya terlihat jauh lebih berwibawa.
Brandon terlihat sangat sempurna.
Dan dalam khayalan itu, Brandon tengah berlutut di hadapannya dan menyatakan perasaan cinta.
"Wahai, Tuan Putri Pamela, maukah engkau menjadi calon permaisuriku?" tanya Brandon. Tangan pria itu membawa buket bunga mawar yang sangat cantik. Aroma bunga itu terasa nyata di hidungnya, walau hanya khayalan.
Bibir Pamela tersenyum, raut wajahnya terlihat seperti orang yang bodoh.
Kimberly menatap Pamela seraya mengernyitkan dahi.
'Ih, dia itu kenapa?' batin Kimberly.
"Mau!" jawab Pamela dengan tegas, dan tak sadar suaranya cukup keras, hingga membuat Kimberly yang ada di sampingnya tersentak.
"Pamela, apanya yang 'mau?' kamu sudah gila, ya?" ujar Kimberly yang keheranan. "Atau jangan-jangan kamu akan menjadi gadis yang aneh lagi?" Kimberly segera menggelengkan kepalanya.
"Ih, baru saja menjadi orang normal! Masa iya mau jadi Makhluk Luar Angkasa lagi?!" Kimberly bergidik ngeri.
"Kalau kamu bertingkah aneh lagi, aku akan pergi dari tempat ini! Aku tidak mau ketularan aneh! Kata Ibu orang aneh itu suka berbuat yang aneh-aneh! Aku tidak mau ketularan aneh! Pokoknya, Aneh! Iyuh!" cerca Kimberly seraya menarik kursinya dan mulai menjauh.
"Eh, tapi ...." Pamela berusaha menghentikan temannya itu, namun dia merasa percuma. Dan akhinya dia menyerah.
"Ah, baru saja aku merasa lebih baik. Tapi ternyata sudah mulai kambuh lagi." Gumam Pamela dengan raut kecewa.
"Hidup di dunia manusia, tidaklah mudah ...." Pamela begitu putus asa.
Kemudan dia melihat kearah Brandon, dan saat ini pemuda itu malah mengobrol bersama dengan Kimberly. Sesaat Kimberly melirik pada Pamela dengan raut sinis. Gadis itu tengah membicarakan Pamela bersama dengan Brandon.
"Brandon, aku lihat tadi Pamela melihatmu dengan tatapan yang aneh," bisiknya di telinga Brandon.
"Apa?! Hah!" Brandon mendengus kasal.
"Dasar, Gadis Jel—" Brandon mulai emosi, namun Kimberly segera menahannya.
"Ssst ... abaikan saja, dia memang aneh. Lebih baik pura-pura tidak tahu, nanti ketularan aneh, lo," ujar Kimberly.
"Memangnya penyakit aneh itu ada? Dan apa itu juga bisa menular?" tanya Brandon yang tiba-tiba menjadi pria tampan tapi bodoh.
Brandon dan Kimberly sedang asyik membicarakan Pamela, namun Pamela belum menyadarinya. Justru dia mengira jika keduanya sedang saling memuji, dan dalam masa pendekatan.
"Yah ... mereka kelihatan cocok, dan Brandon juga terlihat nyaman dengan Kim. Wajar sih ... Kim itu, 'kan memang cantik,"
Pamela menghela nafas panjang.
Dia semakin yakin jika tempat ini memang tidak cocok untuknya.
*****
Sementara itu di Kerajaan Violet, Ximena tampak sedang di taman dengan Camelia.
Mereka memandang kupu-kupu dan berbagai serangga yang berlalu-lalang. Peri-peri kecil itu tengah mencari madu di taman Violet.
"Tuan Putri, apa Anda yakin akan pergi untuk selama-lamanya?" tanya Camelia dengan kedua mata berkaca.
"Tentu saja!" jawab Ximena dengan tegas.
Dan Pelayan itu hanya bisa menangis sesenggukan.
Dia memang senang apabila Pamela datang kembali, namun dia juga tidak rela harus kehilangan Ximena. Andai keduanya bisa berada di sini ....
Bagaimana pun dia yang telah merawat Ximena sejak kecil. Tidak mudah bagi Camelia untuk iklas begitu saja.
Namun mau tak mau dia harus mengikhlaskannya. Karena memang ini yang diinginkan oleh Ximena. Dia bisa hidup dengan bebas.
Kini dia tidak akan hidup seperti boneka.
Bagi Ximena, hidupnya tidak butuh kemewahan, yang ia butuhkan hanyalah kebebasan.
"Camelia, sudah kamu jangan menangis. Percayalah, Pamela akan menjadi Tuan Putri yang jauh lebih baik dariku!" ujar Ximena.
"Iya, Tuan Putri. Saya tahu. Akan tetapi ... saya butuh waktu untuk benar-benar mengikhlaskan Anda. Bolehkah saya memeluk, Anda?" tanya Camelia dengan wajah memelas, dan Ximena mengangguk.
Kemudian mereka saling berpelukan.
Setelah itu Camelia, kembali melakukan pekerjaannya. Dia mulai memerintah para Pelayan yang lain, untuk menyiapkan makan malam.
Karena hari ini akan menjadi makan malam terakhir bagi Ximena bersama Ratu Vivian.
Bersambung ....