webnovel

POLIGAMI

Latifah dan Rafka sudah menikah selama 7 tahun, tapi belum ada tanda-tanda jika Latifah akan segera mengandung. Pernikahan yang nyaman itu nyatanya mulai goyah, kekurangan Latifah membawa dampak cukup buruk untuk rumah kisah tangganya. Rahima yang merupakan ibu kandung Rafka mulai merasa khawatir dengan masa depan anaknya, ia pun menyarankan hal yang tidak bisa di terima oleh Rafka dan Latifah. "Rafka harus menikah lagi, tapi dengan seseorang yang baik dan sesuai dengan persetujuan Latifah sebagai istri pertama Rafka." ~Rahima. "Tapi bu, bagaimana aku bisa menikah lagi jika hatiku hanya mencintai Latifah saja?" ~Rafka Menolak sudah, tapi tidak ada pilihan lain. Hingga akhirnya pernikahan kedua terjadi, disaksikan langsung oleh Latifah si istri pertama. Awalnya semua berjalan baik, sampai akhirnya masalah demi masalah mulai datang dan mengganggu hubungan yang sudah terjalin lama itu. Air mata, Emosi, Amarah, Kekecewaan, Kebahagiaan, dan berakhir dengan sebuah perceraian. Bagaimana kisah selengkapnya? (⚠️ Mengandung beberapa part 21+)

SA_20 · ย้อนยุค
Not enough ratings
280 Chs

Mimpi

Aisyah mengangguk paham, lalu ia pun mulai menunduk ragu untuk menceritakan apa yang ada di kepalanya itu.

"Ada apa nak? Bukankah kau ingin bercerita pada ayah?" Tanya Umar mengerti dengan diamnya Aisyah.

"Hm ayah, Aisyah bermimpi. Tapi Aisyah tidak tau, apa maksud dari mimpi ini." Ungkap Aisyah ragu.

Mendengar hal itu, Umar menutup bukunya kembali lalu ia menatap Aisyah dengan serius.

"Mimpi seperti apa?" Tanya Umar serius.

Aisyah menghela nafas panjang, lalu ia menceritakan mimpi yang di alaminya pagi tadi. Tidak ada yang terlewat, karna memang mimpi itu terlihat jelas.

"Aisyah bermimpi, Mas Rafka dan Mba Latifah bermesraan dengan begitu romantis. Mereka saling tertawa dengan bahagia, lalu tiba-tiba mereka menatap Aisyah. Dan tatapan mas Rafka tidak seperti biasanya, ia menatap Aisyah dengan penuh cinta. Lalu mas Rafka memanggil Aisyah, tapi dengan panggilan yang berbeda." Jelas Aisyah sambil menunduk malu.

Umar mengangguk paham dengan cerita Aisyah, lalu ia ia mempertanyakan kata-kata apa yang Rafka ucapkan saat itu.

"Lalu, apa yang Rafka katakan saat memanggilmu?" Tanya Umar pada Aisyah.

Aisyah semakin menunduk malu, ia benar-benar tidak bisa mengatakannya. Rasanya sangat memalukan untuk Aisyah, bahkan Aisyah sendiri tidak ingin mengakui kata-kata itu.

"Apa itu harus di sebutkan juga ayah?" Balas Aisyah dengan wajah yang merona.

"Tentu saja sayang, karna kata-kata itulah yang menentukan semuanya." Jawab Umar mencoba menjelaskan.

Aisyah mengernyit tidak mengerti, tapi jika ayahnya sudah berkata seperti itu. Ia bisa apa?

"Sayang, ayo cepat kesini!" Gumam Aisyah dengan suara malunya.

Umar menatap Aisyah dengan senyumnya, ia sudah menduga hal itu. Kini, Umar hanya perlu memastikannya.

"Begitu, hal ini tidak bisa di tentukan dalam sekali mimpi saja Aisyah. Kita tunggu sampai minggu depan, apa kamu akan terus memimpikan hal yang sama atau tidak. Tapi jangan lepas solat istikharah mu, karna itu jalan untuk menjawab semuanya." Jelas Umar pada Aisyah.

Aisyah mengangguk paham, ia hanya bisa menurut saat ini. Aisyah tidak tau apa maksud dari mimpi itu, tapi jika melihat dari ekspresinya sepertinya ayahnya sudah tau arti dari mimpinya itu.

"Ayah, apa Aisyah boleh bertanya?" Izin Aisyah pada Umar.

"Tanyakan saja sayang, ayah akan mendengarnya." Jawab Umar dengan santai.

"Apa ayah sudah tau arti dari mimpi itu?" Tanya Aisyah penasaran.

Umar tersenyum mendengar pertanyaan Aisyah, ia pun menatap Aisyah dengan tatapan senangnya.

"Kamu akan tau, jika dalam seminggu ini kau memimpikan hal yang sama." Jawab Umar masih merahasiakan.

Aisyah menatap sang ayah sedikit bingung, sebenarnya ia ingin sekali tau tentang hal itu. Tapi bagaimana lagi, jika sang ayah tidak memberitahukan padanya ia tidak bisa memaksa untuk menjawab.

"Ya sudahlah, Aisyah mengerti kenapa ayah menyembunyikannya." Balas Aisyah dengan senyum tipisnya.

Umar tersenyum mendengar jawaban Aisyah yang pasrah, ia pun membelai kepala Aisyah penuh rasa sayang.

.

.

.

Rafka baru saja kembali dari kantornya, ia benar-benar penat karna tugas yang menumpuk hari ini. Ia duduk bersandar di sofa, dan menenangkan dirinya yang lelah. Sampai akhirnya Latifah datang, dan membantu membuka sepatunya.

"Bagaimana pekerjaannya mas?" Tanya Latifah pada Rafka.

"Cukup baik, hanya saja menumpuk hingga sangat banyak." Jawab Rafka dengan helaan nafas panjangnya.

Latifah menatap Rafka sesaat, ia pun mengerti dengan maksud perkataan Rafka itu.

"Sabar mas, mungkin ini ujian untuk kamu. Kamu kan pemimpin, jadi kamu harus bisa bertanggung jawab untuk pekerjaanmu juga." Ingat Latifah menyemangati.

"Iya, aku juga tau. Makanya aku kelelahan seperti ini, itu semua karna aku bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaanku." Balas Rafka dengan nafas lelahnya.

Latifah mengangguk paham, lalu ia pun menyarankan Rafka untuk mandi dan solat terlebih dahulu. Baru setelah itu mereka akan pergi keluar, untuk makan.

"Mas mandi dulu ya, terus solat. Setelah itu kita kencan, bagaimana?" Usul Latifah pada Rafka.

Rafka mengangguk setuju, lalu ia pun melangkah menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan solat. Lalu ia berganti pakaian dengan pakaian santai, setelah itu baru ia keluar dari kamar menemui Latifah yang sudah menunggunya di ruang tengah.

"Sayang, ayo?!" Ajak Rafka dengan wajah segarnya.

Latifah tersenyum mendengar panggilan sang suami, lalu ia pun melangkah menghampiri Rafka dan memeluknya.

"Ayo" balas Latifah semangat.

Rafka dan Latifah pun melangkah bersama keluar dari kamar, lalu mereka menaiki mobil dan mobil itu melaju keluar dari pekarangan komplek tempat mereka tinggal.

"Kau ingin kita kemana sayang?" Tanya Rafka pada Latifah.

Latifah sedikit berpikir, lalu ia memutuskan ingin ke restoran yang cukup memiliki cerita untuk mereka berdua.

"Gimana kalau ke restoran favorit kita?" Usul Latifah pada Rafka.

"Boleh juga, kita sudah cukup lama ya tidak ke sana." Jawab Rafka setuju.

"Ya mas benar, hampir 2 tahun kita tidak ke sana. Kira-kira, seperti apa yang resto itu sekarang?" Balas Latifah membenarkan perkataan Rafka.

Rafka melajukan mobilnya menuju ke restoran yang di inginkan oleh Latifah, dan dalam 20 menit mereka akhirnya sampai di sana.

Pasangan suami istri itu keluar dari mobil, lalu Latifah menggandeng Rafka untuk masuk bersamaan. Rafka menatap Latifah dengan senyumnya, lalu mereka masuk ke resto itu dan duduk di salah satu meja yang kosong.

Suasana di restoran itu tampak sangat romantis, dengan lampu kecil yang berwarna-warni. Latifah menampilkan senyumnya, saat ia mengingat masa lalunya bersama Rafka di restoran itu.

"Mas, ingat tidak dengan kejadian pertama kali kita ke tempat ini?" Tanya Latifah pada Rafka.

Rafka mengernyit sesaat, dan tidak lama kemudian ia ikut tersenyum.

"Tentu saja aku ingin, saat itu kamu hampir terjatuh karna di tabrak seseorang. Lalu mas memeluk tubuh kamu, dan kita di perhatikan oleh semua orang yang saat itu ada di resto ini." Jawab Rafka sambil membelai pipi Latifah.

"Subhanallah, ternyata mas masih ingat." Ungkap Latifah senang.

"Tentu saja, saat itu hari kedua setelah pernikahan kita kan?" Balas Rafka memastikan.

"Ya, mas benar-benar mengingatnya." Jawab Latifah merasa bahagia.

"Mas tidak akan pernah melupakan momen penting tentang kita, karna mas selalu mencintai kamu sayang." Ungkap Rafka sambil mencium tangan Latifah.

Latifah tersenyum senang mendengar perkataan Rafka, di tambah lagi dengan perilaku romantis yang ia lakukan untuknya. Latifah benar-benar bahagia, karna Rafka begitu mencintainya.

"Terima kasih mas, aku sangat bahagia sekali bisa menjadi istrimu. Aku juga akan selalu mencintaimu mas, selamanya." Balas Latifah dengan tulus.

Rafka tersenyum mendengar balasan dari Latifah, lalu mereka pun kembali mengobrol dengan seru membicarakan tentang kenangan masa lalu hubungan mereka di resto itu. Sambil menyantap makanan favorit mereka, yang ternyata rasanya tidak berubah.