webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
102 Chs

Siuman

"Ah, jadi Aku masih hidup. Aku berada di rumah sakit sekarang? Apa Ryan berbaik hati untuk tak membunuhku? Aku pikir.. Aku akan mati hari ini karena kesalahanku padanya. Tapi, Dia mengampuniku?" Ada rasa sakit dihati Kira menerima semua siksaan dari Ryan hari ini. Tapi, Kira cukup tahu diri. Ryan sudah menahan amarahnya dari pagi. Bahkan Dia mau mengantar Kira menemui ayahnya. Hanya karena perkataan Farid, Ryan menjadi tersulut lagi emosinya dan Kira tahu, Ryan tak ada niat memukulnya. "Maafkan Aku suamiku.." Air mata Kira menetes mengingat Ryan. Ada keinginan untuk mencari dimana Ryan berada, tapi Kira cukup tahu diri. Setelah apa yang dilakukannya tadi pagi, menaiki mobil Willy dan boncengan dengan Farid, sangat wajar jika Ryan tak ingin lagi bertemu dengannya.

"Kira sayang, Kau sudah sadar?" Suara yang tak asing lagi ditelinga Kira.

"Tante Lusi?" Kira memanggil nama wanita yang baru saja memasuki bilik perawatannya.

"Betul, sayang.. Apa Kau merasa sudah baikan sekarang?" Tanya Tante Lusi.

Dokter yang bertanggung jawab sebenarnya adalah Willy. Tapi, Tante Lusi sudah membuat perjanjian didalam ruang operasi dengan Willy. Demi kebaikan Kira, Dia meminta Dokter Willy untuk tak bertemu langsung dengan Kira. Karena alasannya Ryan akan berbuat tak baik lagi pada Kira saat cemburu. Willy belum semapan Ryan dalam segi ekonomi. Willy paham, Dia harus menahan diri dulu kali ini. Hingga Dia cukup kuat untuk menyelamatkan Kira.

Kira mengangguk. Menyetujui kalimat Tante Lusi.

Dalam beberapa menit tadi, penglihatannya kembali baik. Hanya badannya saja terasa remuk.

"Perawat akan memindahkanmu ke ruang perawatan. Malam ini, Kau bisa beristirahat disana. Kalau besok kondisimu sudah membaik, Kau boleh pulang, sayang.."

"Terima Kasih." Ingin rasanya Kira bertanya ke Tante Lusi dimana Ryan? Tapi siapalah Kira.. Dia bukanlah istri Ryan.

"Adalagi yang ingin Kau tanyakan, sayang?"

Kira menggeleng.

"Baiklah, kalau begitu. Aku pergi dulu.

Kira mengangguk, dan Tante Lusi meninggalkan bilik perawatannya.

"Hah, ternyata kalian berdua masih malu-malu, bukan? Belum ada diantara Kalian yang mau mengakui perasaan masing-masing!" Hati Tante Lusi sangat menyayangkan kondisi ini. Dia sangat khawatir. Ini dapat melukai ponakannya dan Kira.

Perawat menggantikan pakaian Kira, bukan dengan pakaian rumah sakit. Berdasarkan permintaan keluarga pasien, yang diwakilkan Tante Lusi, Kira kembali.mengenakan gamis dan niqobnya. Sari datang satu jam lalu membawakan baju ganti Kira. Asisten Andi juga sudah menugaskan Sari selalu menemani Kira.

"Hufff.. Ini hotel atau kamar rumah sakit?" Kira bingung sendiri melihat kamar yang begitu besar dan lengkap. Tempat tidur untuk penunggu, meja makan, sofa, pantry, kamar mandi. Kira tak pernah berpikir bisa ada diruangan ini dan setelah apa yang dilalukannya pada Ryan, lelaki itu masih mau memperdulikannya. Masih mau membiayai pengobatannya yang semahal ini. "Semoga ini tak menambah tagihan hutangku padanya lagi. Hufff!" Kira memohon penuh harap.

"Nyonya Muda, apa yang Anda lakukan, beristirahatlah dulu!" Sari menahan Kira yang ingin bangun dari tidurnya.

"Aku mau solat isya, Sari. Jam berapa sekarang?" Tanya Kira.

"Jam setengah satu malam, Nyonya." Jawab Sari. "Tapi Nyonya masih harus istirahat." Sari mengingatkan."

"Baiklah, Aku akan solat sambil tiduran saja." Kira menenangkan Sari yang sudah panik.

"Ehmm.. Nyonya Muda.. Mohon maaf sebelumnya.. Tapi Anda tak bisa solat." Sari diam untuk mengambil napas sebelum melanjutkan kata-katanya. "Nyonya Muda, Anda baru saja mengalami keguguran." Sari tertunduk setelah mengatakannya.

"Innalillah.. Apa Kau serius, Sari?" Kira hampir tak percaya mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Sari.

"Jadi Aku hamil? Ah, pantas saja, bulan ini Aku belum mensturasi." Kira baru sadar, kalau dalam sebulan terakhir ini Dia memang tak pernah putus solat. Dia juga hampir setiap hati melayani Ryan. Tapi tak pernah terpikirkan kalau dirinya akan hamil. Kira tak pernah berpikir sampai sejauh itu.

Sari mengangguk..

Ada rasa sedih di hati Kira karena tak bisa menjaga bayinya. Ada rasa bersalah juga kepada Ryan, karena Kira ga pernah mengecek, dan tak tahu kalau ada bayi dalam perutnya. "Apa Ryan marah padaku karena telah menyelakai bayi itu?" Banyak sekali spekulasi dalam pikiran Kira yang membuat kepalanya pening.

"Nyonya Muda, sebaiknya Anda beristirahat dulu. Ini sudah hampir jam satu malam." Sari mengingatkan.

"Kau istirahat duluan saja, Sari. Aku belum.mengantuk."

"Baiklah, Saya juga belum mengantuk. Saya akan menemani Nyonya Muda." Sari duduk disebelah Kira.

"Sari, tidurlah. Ini sudah malam." Kira mulai merasa tak nyaman. Ia memang belum mengantuk, tapi Kira juga tak ingin karena Dia belum tidur, Sari harus menemaninya melek juga.

"Tidak apa-apa Nyonya Muda. Mungkin Kita bisa mengobrol?" Sari mencoba mencari topik..

"Aku paham.. Kau sebenarnya ingin bertemu Tuan Muda, kan? Kau sangat gelisah, dan dari tadi hanya menatap pintu masuk. Hmmm.. Tapi sepertinya Kau harus bersabar. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi Aku yakin kalian berdua pasti saling menyakiti satu sama lain." Sari merasa kasihan dengan Kira dan Tuannya. Mereka sebenarnya sudah saling memiliki rasa, tapi masih tak ada yang ingin jujur

"Tidurlah, Sari. Aku juga ingin tidur. Tolong matikan lampunya, ya!"

"Baik. Nyonya!"

"Hah, sejak kapan Aku suka tidur dengan lampu mati? Aku takut dengan gelap.. Tapi Ryan selalu tidur dengan lampu mati. Jadi.. Mungkim sejak tinggal bersamanya Kebiasaanku telah berubah, ya? Hmmm... Apa sekarang Aku sudah merindukannya? Apa yang sedang dilakukannya sekarang? Apa Dia sedang bersama wanita lain? Hufff" Kalimat terakhir yang ada dipikiran Kira justru membuat hati Kira tambah sakit. Kalimat itu bagai menusuk hatinya. Ini malam kedua Kira tidur tanpa Reyhan di sebelahnya. Ryan memang selalu pergi bersama wanita lain setiap harinya, setiap malamnya. Tapi selama tiga bulan ini, Ryan selalu pulang ke rumah dan tidur dikamar yang sama dengan Kira. Dua malam ini, mereka tak tidur bersama.. Pertama, karena Stella. Dan malam ini, karena Kira berada dirumah sakit.

"Aku merindukanmu.." Kira tak dapat membohongi hatinya lagi. Lirih Kira mengakui dalam hatinya bahwa Dia ingin melihat Ryan. Kira ingin Ryan berada disamoingnya, apalagi. Saat ini Kira benar-benar shock mendengar diirnya mengalami keguguran. Ada rasa ingin berada dalam pelukan Ryan dan menenangkan dirinya disana. Tapi, berapa lamapun Kira menunggu.. Malam ini Ryan tak datang. Tak ada Ryan.. "Hah.. Apalah Aku ini.. Merindukannya.. Sudah jelas kalau Dia hanya menganggapku budaknya. Aku hanya jaminan hidup untuk Ayahku. Aku hanya alat. Untuk apa Aku memikirkannya?" Air mata tak berhenti mengalir dari mata Kira mengingat Ryan.

"Hufff.. Kau bilang kalau ingin tidur. Tapi suara tangismu masih terdengar ditelingaku, Nyonya Muda!" Sari yang masih terjaga dan tak mengantuk, walaupun posisinya sedang berbaring, justru semakin tak bia membuat matanya mengantuk mendengar tangis Kira.

Jam 05:00 pagi

"Akhirnya.. Tangismu berhenti. Nyonya Muda! Huffff.. Matamu akan bengkak setelah menangis lebih dari empat jam!" Sari akhirnya mencoba untuk tidur setelah Kira juga tertidur. Karena besok, Dia harus menyetir membawa Kira pulang. Setidaknya. sari harus beristirahat supaya tak membahayaKan Kira.

"Selamat Pagi, Nyonya Muda!" Sari yang duduk disamping Kira, langsung menyapa saat Kira sudah bangun.

"Hmm.. Maafkan Aku.. Aku kesiangan. Jam berapa ini?" kira masih setengah sadar, bangun perlahan, merubah posisinya dari tidur ke duduk.

"Jam sembilan pagi, Nyonya. Apa Anda ingin sarapan sekarang?"

"Haaah? Jam sembilan? Huffff.. Aku kesiangan, Sari!"

"Nyonya Muda, Anda masih harus beristirahat! Hari ini Saya sudah meminta izin untuk mata kuliah Anda. Hari ini, Nyonya Muda tidak memungkinkan untuk kembali ke kampus.

Kira tak menjawab apapun atau bersikeras untuk ke kampus. Kira memilih untuk menurut ke Sari, memakan sarapan oaginya, dan kemudian membersihkan diri sebelum pulang.

"Kira, mungkin Kau bisa tinggal di rumah sakit dua atau tiga hari lagi. Supaya pas keluar, kondisimu lebih baik." Dokter Lusi mencoba membujuk..

"Tidak terima kasih, Tante. Aku sudah sehat. Lagipula biaya kamar disini mahal. Sayang uangnya. Aku bisa beristirahat dirumah." Kira tersenyum ke Tante Lusi.

"Baiklah, kalau itu maumu, Aku akan meminta Dokter Obsgyn memberikan izin padamu untuk pulang!"

"Terima kasih, Tante!" Kira sangat senang..

"Aku ingin pulang dan melihatnya.. Huff.. Mungkin Aku sudah gila.. Tapi, semalam tak melihatnya, Aku sangat merindukannya.. Apa Aku begitu sangat mencintainya? Sampai rasa ingin melihatnya begitu menyiksa?" Sebenarnya, Kira berharap dengan pulang, Dia bisa melihat Ryan dirumah. Walaupun Kira tahu kemungkinan Ryan akan marah, tapi menurutnya itu lebih baik daripada tak melihat Ryan..

Kira akhirnya diperbolehkan pulang. Perawat datang memberikan informasi, dan Kira bisa berkemas untuk pulang. Tak banyak yang Kira bawa. Karena memang Sari sudah mengemasnya dan membawanya lebih dulu ke mobil tadi.

"Nyonya, apa Anda mau menggunakan kursi roda?" Sari bertanya ulang.

Kira menggeleng.

"Aku ingin jalan saja, Sari!"

"Nyonya Muda.. Apa Anda yakin?" Kira mengangguk.

Dengan berat hati, Sari membiarkan Kira untuk jalan. Kira bisa jalan, tapi tak cepat.

"Nyonya Muda, Anda mau ikut keparkiran? Maafkan Saya, Nyonya Muda, tapi Saya tak berani meninggalkan Nyonya sendirian.. Saya khawatir akan ada orang lain yang mendekati Nyonya Muda." Sari mencoba menjelaskan alasannya memgajak Kira berjalan ke parkiran.

"Owh, Tentu saja Aku tak akan membiarkanmu tinggal sendiri disini, Apalagi Dokter itu mengikut Kita terus!" Sari yang menyadari bahwa Willy terus mengikuti Kira, membuatnya khawatir untuk meninggalkan Kira.

Kira mengangguk. "Aku mengerti, Sari. Ayo Kita ke parkiran.."

"Tunggu Aku.. Aku akan berusaha membebaskan Ayahmu, dan melepaskanmu dari belenggunya!" Willy memang tak pernah meninggalkan Kira. Walaupun Dia tetap menjaga jarak. Bahkan tadi malam, Willy menunggu di luar pintu kamar Kira. Hanya untuk memastikan, bahwa Dia dapat memberi pertolongan cepat saat Kira membutuhkan.

"Nyonya Muda, jangan lupa pakai seatbeltnya!" Sari mengingatkan sebelum mobil melaju.

"Hmm.. Terima kasih, Sari!"

Perjalanan cukup lama karena kondisi jalanan padat merayap. Kira tertidur di jalan, karena kondisinya yang memang masih lemah, juga pengaruh dari obat yang tadi pagi diminumnya.

"Nyonya Muda.. Nyonya Muda.."

"Haaah Maaf Sari.. Aku ketiduran!"

"Tidak apa Nyonya.. Ayo turun, Kita sudah sampai."

Kira mengamati sekeliling..

"Sari, Kita dimana? Ini.. Bukan rumah?" Kira menatap Sari yang sudah berada disampingnya, dengan pintu mobil terbuka.

"Bukan Nyonya, Kita berada di Millenium Tower by Rich Group"