webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Dendam dan Cinta

"Lepaskan tanganmu dariku!" Ryan melirik ke Dokter Lusi dan menghapus darah di bibirnya dengan punggung tangannya. "Dimana Dia?" Tanya Ryan.

Tak lama, perawat membawa Kira keluar dari ruang operasi menuju ruang observasi.

"Kira akan masuk ke ruang observasi dan tinggal disana selama dua jam. Kau ikut Aku dulu membersihkan luka-lukamu." Bujuk Dokter Lusi lagi.

"Aku ga mau. Aku akan tunggu Dia didepan ruang observasi!" Ryan bersikeras.

"Ryan.. Apa Kau mengharapkan belas kasihan Kira dengan menunjukkan Kau baru dipukuli oleh Dokter Willy?" Kata-kata pancingan yang Dokter Lusi tahu akan melukai harga diri Ryan sehingga mau mengikuti kemauannya akhirnya dikeluarkan.

"Kau pikir Aku sangat lemah?" Ryan berbalik dan menatap Dokter Lusi.

"Kalau begitu. Ikut Aku bersihkan luka-lukamu!" Dokter Lusi berjalan menuju ruangannya tanpa menunggu Ryan. Karena Dia tahu, Ryan pasti mengekor dibelakangnya.

Klek

Dokter Lusi membuka pintu ruangannya, mengambil kotak obat.

"Duduk disana!" Dokter Lusi menyuruh Ryan duduk di tempat tidur untuk periksa pasien dan datang menghampiri Ryan dengan obat untuk menbersihkan luka.

"Kau mencintainya?" Dokter Lusi membuka pembicaraan sambil membersihkan luka-luka Ryan.

Ryan tak menjawab

Ini artinya, "Ya.. Aku mencintainya" perbuatan Ryan yang seperti ini sudah diketahui oleh Dokter Lusi. Ryan sulit mengungkapkan perasaannya sejak orangtuanya meninggal dunia.

"Sejak kapan Kau mencintainya?" Tanya Dokter Lusi lagi.

"Aku mau bertemu Farida!" Ryan tak menjawab lagi pertanyaannya. Tapi justru ingin menemui psikiater yang telah mendampinginya selama sepuluh tahun terakhir ini.

"Hmm.. Temuilah, Kalau itu membuatmu tenang. Kapan Kau ingin menemuinya?" Tanya Dokter Lusi lagi.

"Secepatnya." Ryan menjawab tanpa melihat Dokter Lusi. Dia hanya memandang langit-langit atas, seakan ada sesuatu yang penting disana yang membuatnya tak bisa mengalihkan pandangan ke tempat lainnya.

"Ryan.. Jangan Kau siksa dirimu.. Lepaskan bebanmu, dan hidup bahagialah dengannya." Dokter Lusi mencoba menyadarkan masalah Ryan yang sebenarnya. Ryan tak akan menyembuhkan rasa sakit dihatinya dengan bertemu Farida. Tapi masalah Ryan akan beres bila Ryan mau membuka dirinya, melupakan dendamnya dan hidup bahagia dengan Kira.

"Dia memang harus Aku habisi.. Dia adalah penebus kematian orangtuaku!" Ryan menatap Dokter Lusi, bangun dari posisi tidurnya, seolah ingin menguatkan tekad didalam hatinya, siapa Kira dan Kira bukan wanita yang pantas untuk diperlakukan dengan baik-baik olehnya.

"Ryan.. Kau tahu arti kata-katamu? Kau ingin menghabisinya, lalu Kau akan menembak kepalamu sendiri setelah kematiannya. Begitu kan? Karena Kau ga akan sanggup melanjutkan hidupmu tanpa Kira.

"Haaahahaha.. Kenapa Aku harus mati setelah Dia Aku bunuh?" Ryan tertawa, tapi tak berani menatap Dokter Lusi. Ryan memandang ke samping kiri, menyembunyikan kecemasan dalam hatinya. Menyembunyikan kesakitan dalam hatinya karena kata-kata yang baru saja dikatakannya, dan menyembunyikan dari Dokter Lusi bahwa yang dikatakan Dokter Lusi adalah kebenaran yang akan dilakukan Ryan apabila Dia membunuh Kira.

"Ryan, menurutku, akan lebih baik akhirnya bila Kau memilih untuk bersama dengan Kira, memiliki anak, membesarkan mereka, melihat mereka tumbuh menjadi manusia hebat, dan Kau menua bersama Kira. Daripada, Kau membunuhnya, hanya untuk memuaskan rasa dendammu, untuk orang yang sudah tak lagi bisa Kau temui. Lalu akhirnya Kau menderita dan membunuh dirimu sendiri. Apa untungnya? Kau pebisnis, Aku yakin Kau tahu untung rugi, kan?

"Aku tak akan lakukan itu! Aku tak akan biarkan anak dari orang yang telah membunuh orangtuaku, hidup bahagia diatas kesakitan orangtuaku saat mereka dibunuh!" Ryan menatap Dokter Lusi lekat-lekat.

"Baiklah kalau itu maumu, Ryan.. Aku tak punya pilihan lain sekarang." Dokter Lusi memasukkan kembali obat pembersih luka dan yang lainnya yang tadi digunakannya untuk mengobati Ryan ke dalam kotak.

"Apa maksudmu?" Ryan bingung mencari arah pembicaraan Dokter Lusi.

Dokter Lusi menatap Ryan

"Aku akan membantu Dokter Muda Willy untuk mendapatkan kembali Kira." Dokter Lusi tersenyum dan berjalan menjauhi Ryan kembali ke kursinya.

"Apaaaa?"

"Apa maunya nenek sihir ini mengurusi urusan pribadiku?" Ryan sangat tak suka dengan kata-kata Dokter Lusi

"Hah, Aku sebut nama Willy, Kau sudah begitu kesal rupanya! Apalagi Aku membantu Willy betulan untuk mendapatkan Kira? Aku yakin hidupmu.tak akan lebih lama dari seminggu setelah Kira meniggalkanmu! Sombongnya Kau bicara ingin membunuh Kira! Hahah... Melihatnya berlumuran darah seperti tadi saja Kau sudah shock, bagaimana caramu akan membunuhnya?" Dokter Lusi bergumam meladeni kebodohan ponakan kesayangannya.

"Kau lihat bagaimana tadi Willy memperhatikan dan memperlakukan Kira? Aku rasa Kira akan bahagia bersamanya!" Dokter Lusi kembali memancing Ryan.

"Apa maumu? Aku tak mengizinkanmu mencampuri hidupku!" Ryan sudah berdiri dan mendekat ke meja Dokter Lusi.

"Haduuuh.. Apa yang dilakukan oleh Dokter Lusi, Dia bisa menambah bahaya.. Tuan Muda memang sudah cemburu dari pagi, hingga satu singgungan membuat Kira seperti ini!" Asisten Andi agak ketakutan melihat oembicaraan Dokter Lusi dan Tuan Muda. Dia takut, Ryan akan kehilangan self controlnya lagi.

"Ryan sayang.. Kau yang datang kesini menemuiku, bukan Aku yang mencampuri urusanmu, kan?" Dokter Lusi tersenyum pada Ryan. "Keponakanku, asal Kau tahu, Kira hampir kehilangan rahimnya karena perbuatanmu. Beberapa kali lagi Kau memukulnya, Aku sudah bisa pastikan Kira akan mengalami pecah pembuluh darah dan nyawanya tak akan lagi bisa diselamatkan. Itulah kenapa Willy yang juga seorang dokter sepertiku mengerti dan sangat marah padamu." Dokter Lusi duduk bersandar pada kursinya setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Hah, liat wajahmu itu, ponakanku.. Kau ketakutan.. Bagaimana bisa Kau membunuhnya? Kau bahkan tak dapat bicara setelah apa yang Aku katakan tadi!" Dokter Lusi merasa yakin dalam hatinya, kalau Ryan memang sudah sangat mencintai Kira.

"Jadi betul, tanganku hampir membunuhnya? Jadi betul, Aku sudah sangat menyakitinya? Kenapa hatiku sakit mendengar nenek sihir ini bicara fakta? Bukankah Aku memang ingin membunuhnya? Bukankah Aku harusnya senang bila Dia mati?"

"Tuan Muda.. Anda tidak apa-apa?" Asisten Andi memegang tangan Ryan supaya Ryan tak terjatuh, karena kaki Ryan seperti kehilangan tenaga setelah apa yang dikatakan oleh Dokter Lusi.

"Lepaskan tanganmu dariku!" Ryan menarik tangannya dari Asisten Andi, berjalan keluar dari ruangan Dokter Lusi.

Ryan berjalan cepat, sangat cepat menyusuri koridor rumah sakit, hingga Ryan sudah ada di foyer, di luar.

"Andi, mana mobilku?"

"Sebentar, Tuan Muda." Asisten Andi menelepon Pak Man, dan dalam waktu kurang dari satu menit, mobil datang. Ryan meninggalkan rumah sakit.

(Dua jam kemudian)

Ruang observasi

"Nyonya, Anda sudah siuman?" Seorang perawat menghampiri Kira yang baru saja membuka matanya.

Kira tak menjawab, karena kepalanya masih pusing, dan Kira merasakan pandangannya masih kabur. Saat di mobil, Ryan beberapa kali memukul kepalanya tadi. Membuatnya pening dan matanya kehilangan fokus.

"Saya akan panggilkan dokter yang bertanggungjawab, mohon tunggu sebentar, Nyonya!"