webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
102 Chs

Kesabaran KIRA

Kira memungut jubah mandi yang tergeletak di atas karpet. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, Kira berusaha untuk bangun, tanpa menghiraukan rasa sakit diseluruh tubuhnya. Berjalan tertatih menuju kamar mandi. Membersihkan dirinya dibawah pancuran shower air hangat, sambil sesekali masih meringis kesakitan menahan semua rasa sakit diseluruh tubuhnya.

Kira menatap tubuhnya dari cermin yang ada di kamar mandi. Luka cambuk gesper terlihat berwarna merah menantang ditubuhnya yang putih bersih. Lebam biru di lengan, kaki, dan beberapa gigitan diseluruh tubuhnya yang masih menyisakan rasa sakit, perih, entah bagaimana menggambarkannya.

Kira mandi untuk bersuci dari hadas besar, lalu diambilnya salep dalam kotak P3K dalam kamar mandi, mengobati lukanya satu persatu. Bagian punggung belakang memang sulit diobati karena tak terjangkau tangan. Untuk mengurangi sakitnya, Kira hanya bisa mengompres dengan handuk yang dibasahi air hangat. Setelah merasa cukup baik, Kira mengenakan jubah mandinya, mengambil wudhu, lalu mengambil pakaiannya di lemari pakaian dalam walking closet.

04:00 dini hari.

Kira mengenakan mukenanya, bergegas solat tahajjud, hajat dan taubat yang tak pernah ditinggalkan olehnya. Walaupun tubuhnya sangat lelah, tapi Kira tak pernah melewatinya, kecuali sedang haid. Itupun Kira masih bangun untuk berdzikir. Tak ada tempatnya mengadu atas semua keperihan yang dialaminya, terutama selama tiga bulan terakhir ini, selain dalam setiap solatnya. Hanya mengadu disana, menangis bersimpuh yang bisa membuatnya merasa tenang dan kuat menjalani hidupnya yang kian hari semakin berat.

"Allahu Akbar.. Allahu akbar."

Sayup-sayup terdengar suara adzan dari Masjid kampung dekat perumahan tempatnya tinggal. Tak terasa, sudah jam 5 pagi. Kira langsung bangun untuk melaksanakan kewajibannya. solat sunnah qobliyah subuh dan solat subuh. Berdzikir, membaca Al-Quran dengan suara sangat pelan supaya tak mengganggu seseorang yang masih tertidur, sampai jam sudah menunjukkan setengah enam, Kira bergegas merapihkan semua perlengkapan solatnya, berganti pakaian dengan gamis panjang, tak lupa mengenakan hijabnya termasuk niqob. Semua luka-luka ditubuhnya, tak ada seorangpun yang dapat melihatnya karena Kira selalu menutup tubuhnya.

Tak ada masalah di wajah Kira. Tak ada tanda-tanda penyiksaan. Mungkin seseorang yang tertidur disana paham untuk tidak membuat wajah Kira lebam. Walaupun tadi malam Kira menerima tamparan, tapi tak menimbulkan lebam diwajahnya. Kira sangat bersyukur untuk ini. Walaupun tak ada orang yang melihat wajahnya, tapi Kira suka melihat wajahnya tanpa luka di cermin.

Kira berjalan keluar dari kamar, membuka pintu, hampir tanpa suara, lagi-lagi alasannya sama, tak ingin mengganggu macan tidur yang ada diatas kasur.

"Selamat pagi!"

"Selamat pagi Nyonya Muda!"

Kira menyapa dengan lembut semua pelayan yang ditemuinya. Selalu dengan senyumnya yang mengembang, walaupun senyumnya tak dapat dilihat oleh orang lain, tapi dengan suara seperti itu, senyumannya seakan bisa dirasakan dari suaranya. Semua pelayan tak ada yang boleh melihat wajah Kira oleh seseorang yang tertidur di kamar. Tapi, sikap Kira yang lembut, ramah dan sopan membuat semua pelayan di mansion ini sangat menghormatinya.

Sesampainya di dapur. kira mengambil nampan yang sudah disiapkan Koki. Susu putih, toast dengan selai kacang, dan sepiring kecil tropical fruit. Kira membawanya ke lantai dua. Ini dilakukannya setiap pagi. Bukan karena iseng belaka, tapi lelaki yang masih terlelap dikamarnya, memberikan kewajiban ini untuknya.

Klek

"Kau terlambat!"

Jantung Kira berdegup kencang. Lelaki itu sudah bangun. Dan yah... Kira memang terlambat. Seharusnya baki ini sudah ada sebelum Dia bangun.

"Maafkan hamba, Tuan.. Tak biasanya Tuan bangun sepagi ini..."

"Apa? Kau berani menjawabku?"

"Maaf Tuan..."

"Kemari!!!"

Kira yang masih tertegun dipintu, segera mendatangi ke tempat tidur. Menaruh baki disana, membuka niqobnya, karena lelaki itu tak ingin melihat Kira dengan niqob dan menyerahkan susu.

Tangannya gemetar, tapi ada sedikit lega karena lelaki itu mau mengambil susu ditangannya, tapi..

Byuuuuur

Susu disiram kewajah Kira.

Praaaang

Lelaki itu memecahkan gelas di dengan mengetuknya dipinggir tempat tidur.

"Aaaakh..."

Kira berteriak. Karena beling itu ditancapkan ke bahunya.. menembus baju gamisnya dan darah segar keluar lagi dari sana.

"Maaf... Maafkan Hamba.. Maafkan Hamba.. Ampuun Tuan... Ampuuuuun.. "

"Aku tidak suka terlambat! Aku tidak suka menunggu! Aku menikahimu, bukan untuk menunggu dan melihatmu terlambat melayaniku!"

Braaaak

Lelaki itu. Yah.. Suami Kira, dia membanting Baki ke arah Kiri, sudah berserakan dibawah semua makanan tadi.

"Bersihkan!!"

""Baik, Tuan!"

Kira segera memungut satu persatu beling dibawah dengan tangannya, yang karena terlalu terburu-buru, menimbulkan luka dan berdarah karena pecahan beling.

"Siapkan air mandi dan pakaianku!"

"Baik, Tuan.. Tapi.. Mana dulu yang harus Hamba lakukan?"

"Kau punya otak, ga sih? Liat jam berapa sekarang? Memang Aku punya cukup waktu untuk menunggumu membersihkan? Aku ada rapat penting!"

Kira berlari ke kamar mandi, mencuci tangannya dan menyiapkan air mandi untuk suaminya. Mengatur suhu yang sesuai. Lalu bergegas ke walking closet, untuk menyiapkan pakaian kerja, dan sepatu milik suaminya.

Menghampiri suaminya, lalu menaruh sendal disamping tempat tidur. Setelah tangannya menyingkirkan semua beling yang ada disana.

Tanpa menutup Auratnya, tidak juga memakai jubah mandi, Suami Kira turun dari tempat tidur menuju kamar mandi.

"Sikatkan punggungku!"

"Baik, Tuan!" Kira meninggalkan pekerjaannya lagi, menuju kamar mandi, menyikati punggung suaminya, menyikati giginya, mengkeramasi rambutnya, dan menyabuni tubuh lelaki dengan badan yang sangat sempurna itu. Tinggi 188cm, badan berdada bidang dengan otot -otot proporsional, wajah yang sangat tampan bak wajah malaikat.

Lima belas menit selesai.

Kira menyiapkan jubah mandi, mengikuti langkah suaminya ke walking closet. Memakaikan pakaian dan sepatu suaminya.

Hufff.. Alhamdulilalh selesai. Kira bersyukur dari dalam hatinya.

Kini suaminya berjalan ke arah pintu kamar. Kira juga sudah membawakan tas kerja suaminya.

"Hey, Aku bilang bersihkan semua pecahan beling ini! Apa Kau tuli? Dari kapan Aku menyuruhmu, dan sampai jam segini belum juga selesai?" Intonasi nada tinggi sudah menunjukkan kemarahan Suami Kira.

"Maafkan Hamba, Tuan.. Maaf.. Akan segera Hamba bersihkan!

Kira ingin sekali menjawab "Hey, tadi aku menyiapkan air mandi, membantumu mandi, berpakaian dan itu alasan kenapa pekerjaannku belum selesai. Apa kau idiot? Apa Kau tidak punya otak sehingga tak bisa berpikir hal sesederhana itu?"

Tapi kata-kata itu tak pernah keluar dari bibirnya dan segera dihapus cepat-cepat dari dalam hatinya. Dan berganti dengan kalimat

"Astaghfirullohaladzim.. Astaghfirulllohaladzim" hanya itu..

Kata-kata itu saja yang selalu diucapkan Kira. Sembari membersihkan semua kaca beling dibawah.

"Apa Aku harus menontonmu membersihkan itu? Kau pikir Aku tak punya pekerjaan?"

"Maafkan Hamba, Tuan!"

Kira segera berlari mengambil lagi tas kerja suaminya dan membawakannya. Seperti biasa, Kira harus mengantarkannya ke pintu utama sebelum suaminya berangkat kerja.

"Apa Kau ingin membuatku malu didepan para pelayan? Dengan bajumu yang basah seperti itu, penampilan kacau seperti itu?"

"Maafkan Hamba, Tuan."

Kira berlari lagi mengganti kerudungnya dengan jilbab langsung yang menutupi semua noda di kerudung sebelumnya, termasuk memakai niqob atau cadar dan segera berlari menemui suaminya.

"Kenapa sih, makin hari Kau makin bodoh?" Suami Kira mencengkram kerudung dikepala belakang Kira dengan tangannya. Membuat rambut didalam kerudung terjambak dan Kira mendongak ke atas menatap wajah suaminya.

"Maafkan Hamba Tuan, Hamba tidak akan mengulanginya lagi."

Air mata Kira sudah akan menentes, tapi tetap berusaha ditahannya supaya harga diri suaminya tidak jatuh didepan para pelayannya.

"Pagiku menjadi buruk karenamu!"

Klek

Pintu terbuka. Kira mengikuti langkah suaminya menuruni tangga menuju pintu depan mansion.

Memberikan tas suaminya dan mencium tangan suaminya.

Sebuah mobil sport BMW Z4 berhenti tepat dibelakang mobil suaminya. Seorang wanita cantik, tinggi semampai, body aduhai, dengan rambut panjang sepunggung dan bergelombang, memakai pakaian mini dress selutut, turun menghampiri Suami Kira.

"Honey, how are you? I miss you so much!" Wanita itu mencium bibir suami Kira, yang juga mendapatkan balasan hangat untuk ciumannya. Mereka berciuman cukup lama.. Semenit, dua menit? Entahlah... Kira hanya menundukkan kepalanya.

"Aku harus berangkat ke kantor! Nanti sore Aku mampir ketempatmu!"

"Ayo Aku antar, Ryan! Sekalian mampir ke butikku, ada yang ingin Aku tunjukkan padamu!" Wanita itu tidak menunggu jawaban Ryan - Suami Kira. Dia langsung menarik tangan Ryan untuk duduk dikursi penumpang di Z4 dan wanita itu berputar menaiki sisi pengemudi. Dalam sekejap, mobil itu sudah hilang dari pandangan.

Hanya lafadz istighfar yang terus diucapkan Kira di dalam hatinya melihat peristiwa tadi. Kira tidak menangis atau menunjukkan kesedihannya. Untuk Kira, itu adalah rahasianya. Biarlah rahasia itu hanya untuknya yang akan diceritakan hanya kepada Tuhan semesta alam yang selalu mendengar setiap keluhannya disepertiga malam tanpa pernah bosan dan selalu membuat hati Kira sangat damai setelah menumpahkan semuanya.

"Astaghfirulloh!"

Untuk para pelayan dan penjaga? Mereka hanya bisa pura-pura diam dan menundukkan kepala, mendoakan yang terbaik untuk Nyonya muda mereka.

Kira segera berlari keatas, untuk membersihkan bekas pecahan dikamarnya. Suaminya akan marah jika karpetnya ternoda nanti setelah pulang kerja, pikirnya.

Klek

"Bi Iroh, biar saya aja yang bersihkan!" Kira terperanjat kaget melihat salah satu pelayan sudah membersihkan semua. Mem-vacuum karpet dan semua kembali bersih. termasuk tempat tidur, sudah tak ada bekas darah dari punggung Kira yang terluka. bed cover sudah diganti semua.

"Tidak apa-apa Nyonya muda.. Sini, bibi obati tangannya!" wanita setengah baya yang memang sudah menyiapkan kotak P3K di ranjang, menyuruh Kira duduk dan mau membersihkan luka-luka pecahan beling ditangan Kira.

Bukan lagi rahasia.. Semua penghuni rumah ini, sudah tahu betapa kasarnya Ryan dengan Kira. Mereka hanya berusaha untuk diam, tak acuh. Ketika Ryan ada. Menahan semua amarah dihati mereka melihat tuan muda menyiksa nyonya muda yang merupakan istrinya sendiri sebegitu kejam. Mereka menjadi saksi bisu, bagaimana seorang wanita yang masih berusia sembilan belas tahun, menahan semua rasa sakit tanpa pernah mengeluh, menangis didepan mereka, atau mengumpat dibibirnya. Wanita itu selalu berbicara lembut, dan ada senyum dalam suaranya. Bahkan kata-katanya hanya kata-kata baik yang keluar tentang suaminya. Membuat para pelayan semakin geram dan membenci tuan mudanya didalam hati.

"Terima Kasih, Bi Iroh.. Nanti saya obati sendiri. Bibi ga usah khawatir. Lagi pula, saya belum ambil wudhu.. Mau solat dhuha. Hehe.. Nanti kalau diobati sekarang, kebasuh sama wudhu, hilang lagi, obatnya." Kira berusaha menolak dengan sopan.

"Nyonya muda, sekarang bisa solat dulu. Bibi akan siapkan sarapan Nyonya, dan nanti bibi obati sekalian antar sarapan." Bi Iroh tersenyum lembut.

"Bibi.. Lupa ya? Sekarang kan hari senin.. Saya puasa, bi. Hihi.."

"Astaghfirulloh, bibi lupa.. Nyonya Muda.. Jadi tadi pagi nggak sahur?"

"Gapapa bi.. Insya Alloh Aku kuat, kok! Kan sering, begini."

"Maafkan saya, Nyonya muda.. Harusnya tadi malam menyiapkan camilan untuk nyonya dan air. Saya benar-benar lupa." Bi Iroh merasa bersalah.

"Gapapa bi.. Saya juga makasih ke bibi.. Udah bantuin saya bersihin itu..." Kira menunjuk ompecahan piring. "maaf ya bi.. Merepotkan.." Kira menengok ke jam dinding dikamarnya. "Hmm. Saya harus segera solat dan berangkat kuliah. Hari ini ada kelas dan praktikum pagi, jam 10.."

"Baik, nyonya.. Bersiaplah!" Bi Iroh tersenyum. "Saya permisi dulu.."

"Terima Kasih, bi.."

Kira membantu Bi Iroh mengangkat dari lantai baki berisi beling dan makanan yang mubazir tak kemakan. Lalu keluar dari kamar utama dengan membawa serta vacuum cleaner.

Klek

Kira menutup pintu...

Jam 7:15 pagi.

Kira hanya punya waktu sampai jam sembilan untuk bersiap ke kampus. Kira segera berlari ke walking closet, yang ada diantara kamar mandi dan ruang tidur. Lalu menaruh kerudungnya di keranjang baju kotor, pergi ke kamar mandi untuk wudhu dan melakukan solat dhuha. Waktu yang dimilikinya sangat sedikit, hari ini Kira hanya solat tiga kali (enam rokaat), lalu berdoa dan membaca zikir pagi, lanjut membaca surah waqi'ah.

Jam 8 pagi.

Kira sudah menyelesaikan aktivitas paginya, bergegas ke kamar mandi, membilas tubuhnya masih sambil meringis karena luka-luka yang masih ada disana.

Mengeringkan tubuhnya dengan handuk, tanpa menggosok, karena terlalu sakit. Lalu mengolesi salep supaya tak ada bekas noda atau scar termasuk ditangannya. Lalu bergegas mencari pakaian untuk kuliah.

Kira sangat senang, karena.. Kuliah adalah satu-satunya kesempatannya untuk berinteraksi dengan dunia luar. Menemui temannya dan tempatnya diperlakukan layaknya manusia. Kira juga bisa menambah ilmu disana. Belajar dan melakukan hal-hal positif.

Hari ini, Kira memakai gamis berwarna hijau dengan motif tiedye dan kerudung hijau polos panjang menutup dada bagian depan dan bokong bagian belakangnya. Kira mengenakan kaos kaki berwarna cokelat dan sepatu flat berwarna hijau.

Tak ada riasan diwajahnya. Hanya cream pagi, bedak tipis dan lip balm. Itupun, Kira masih menutupnya dengan niqob berwarna hijau yang senada dengan kerudungnya. Suaminya, Ryan.. Memberikan syarat ini untuk Kira.

"Baiklah Aku mengizinkannya tetap kuliah setelah menikah denganku. Dengan beberapa syarat.

Pertama, memakai cadar.

Kedua, hanya boleh kuliah tanpa mengikuti kegiatan organisasi apapun setelah kuliah.

Ketiga, sampai dirumah sebelum suami sampai dirumah.

Keempat, menjauhi mahasiswa laki-laki.

Kelima, diantar jemput dengan supir.

Keenam, tidak boleh pergi dengan teman kuliah atau mengundang ke rumah atau bermain ke rumah teman"

Itu syarat yang diberikan oleh Ryan kepada Ayah Kira ketika mereka akan menikah.

Sejak saat itu, setiap kali Kira kuliah, selalu mengenakan cadar. Tak ada lagi yang melihat wajahnya.

Setelah dirasa cukup, Kira segera mengambil tas kuliahnya, dari laci lemari bajunya.. laptop, dan buku-buku untuk mata kuliah hari ini. Kira menyimpan semua buku-bukunya didalam laci lemarinya. Kira juga belajar, mengerjakan tugas, diruang ganti ini setiap malam. Karena Ryan suka tidur dengan lampu dimatikan, Kira tak mau mengganggu.. Dan Dia tak punya keberanian untuk mengganggu. Hukuman yang akan diberikan Ryan akan sangat menyakitkan. Kira lebih memilih belajar sembunyi-sembunyi.

Jam 07:50 pagi

Klek

Kira menutup pintu kamar utama, dan segera turun ke lantai dasar untuk berangkat kuliah.

Menyapa beberapa pelayan yang dijumpainya, dan segera menuju pintu utama.

"Selamat Pagi, Nyonya Muda!"

"Selamat Pagi, Sari!" Kira menyapa drivernya yang sudah siap membukakan pintu mobil untuknya.

Masuk ke dalam mobil, dan menaruh tas disebelahnya.

Kira mengeluarkan buku modulnya. Memperlajari ulang materi praktikumnya hari ini. Mempersiapkan dirinya untuk kuis sebelum praktikum. Tadi malam Kira belum sempat belajar banyak, karena Ryan, suaminya sudah pulang dan karena kesalahannya, mood Ryan menjadi kurang baik.