webnovel

Satu Kesalahan

Flashback.. Tadi malam.

Kira menunggu suaminya yang baru pulang kantor didepan pintu utama. Ryan keluar dari mobil, berjalan ke arah pintu rumah, memberikan tasnya pada Kira dan Kira mencium tangannya.

Kegiatan itu tampak tak ada masalah. Seperti yang biasa Kira lakukan setiap hari dalam tiga bulan terakhir ini. Menyambut suaminya sepulang kerja, menyiapkan air minum. Karena kebiasaan Ryan, tak langsung masuk kamar. Ryan akan duduk dulu di ruang keluarga, Kira membukakan sepatunya, mengambil kursi penyangga untuk kaki suaminya supaya bisa diluruskan. Mengambil teh dimeja, yang sudah disiapkannya lima menit sebelum suaminya tiba, laku memijat kaki suaminya. Setelah Ryan merasa cukup nyaman, Ryan akan memakai sandal rumah yang sudah disiapkan Kira, lalu ke kamar untuk mandi.

Satu kesalahan Kira. Dia lupa menyiapkan air mandi untuk Ryan. Biasanya, sebelum Ryan datang Kira sudah menyiapkan air mandi, memberikan aroma therapi dan saat Ryan kembali ke kamar, bisa langsung mandi tanpa menunggu.

"Kamu belum menyiapkan air mandiku?"

"Maaf, Tuan.. Hamba lupa.. Akan segera Hamba siapkan!"

Ini bukan kebiasaan Kira menjadi pelupa. Tapi, tugas praktikumnya besok yang belum dikuasainya, membuatnya kurang konsentrasi dengan jadwal Ryan. Kira terlonjak kaget saat kepala pelayan, Pak Bondan memberi tahu Kira, Ryan akan tiba lima menit lagi. Kira segera berlari kebawah menyiapkan france tea (teh bunga mawar khas prancis) untuk Ryan. Lalu berlari ke pintu utama.

Pelayan ingin sekali membantunya menyiapkan teh untuk Ryan, dan lainnya. Tapi tak ada diantara mereka yang berani. Kalau-kalau Ryan melihat mereka melakukannya melalui CCTV, habislah mereka! Kalau hanya dipecat tak masalah. Tapi kalau sudah sampai di tuntut secara hukum, dijebloskan ke dalam penjara, lain lagi urusannya.

"Kau pikir Aku butuh kata maaf? Yang Aku butuhkan air mandi!"

"Baik, Tuan!"

Kira berlari menuju kamar mandi untuk membuka keran air.

"Hey, apa Kau mau menyuruhku.membuka pakaianku sendiri?"

Kira berhenti mendadak. Segera berbalik arah membuka baju Ryan, melepaskan semuanya dan memberikan jubah mandi.

Ryan berjalan cepat ke kamar mandi.

"Mana air mandiku? Apa Kau bodoh? Aku menyuruhmu menyiapkan air mandi! Kenapa belum ada setetespun?"

"Maaf Tuan, tadi Hamba membuka baju.."

"Apa maksudmu? Kau mau menyalahkanku? Kau yang buat kesalahan, Kau yang menyalahkanku?"

"Maaf Tuan.. Maaf... Hamba salah!

Kira menjadi serba salah.. Dia tadi ingin menyalakan air, diminta membuka pakaian Ryan. Selesai membuka pakaian, Ryan langsung bergegas ke kamar mandi, tentu saja air mandi belum siap disana. Sekarang mau menjelaskan, dimarahin.

Huffff. Astaghfirullohaladzim... Ya Rob.. Maafkan lah suami hamba.. Ampuni dosa hamba..

Terus saja dalam hati Kira melantunkan Istighfar.

"Buka bajumu!"

"Hah?"

"Kau tahu Aku tak suka menunggu dan tak suka mengulang perkataanku?"

Kira segera membuka pakaiannya sampai polos tanpa ada yang tertinggal, membuat wajahnya bersemu merah. Memang ini bukan pertama kalinya. Tapi Kira selalu seperti itu setiap kali harus berada dalam situasi ini dengan Ryan.

"Nyalakan Air mandinya!" Ryan lalu kembali ke walking closet.

Plaaaaak

"Aaaaah.."

Pecutan sabuk pinggang mengenai tubuh Kira saat dirinya jongkok sedang mengatur suhu air. Ryan mengambil sabuk didalam walking closet untuk menghukum kelalaian Kira. Bukan cuma satu kali pecut. Tapi berkali-kali.

Kira berusaha menahan sakitnya, mencengkram pinggiran bathtub dengan kencang.

"Aku bilang apa? Aku tak suka menunggu! Kau membuatku menunggu selama ini, hah?"

"Maafkan Hamba.. Maafkan Hamba, Tuan.. Aaaah..."

Punggung Kira berdarah dan memar.

"Balikan badanmu!"

Kira segera berbalik, dalam posisi jongkok. Tak ingin hukumannya ditambah lagi.

"Berdiri!"

Kira langsung berdiri dan

Plaaaak Plaaaak Plaaaaak

Kaki, tangan, dan semuanya kena cambuk.

"Aaaaaakhhhh" Hanya itu yang keluar dari bibir Kira.

Walaupun hatinya terus beristighfar.

"Apa Kau tahu Aku tak suka menunggu?"

"Tahu, Tuan.."

"Lalu kenapa membuatku menunggu?" Ryan mencengkram dagu Kira hampir mematahkan dagu mungilnya.

"Maafkan Aku Tuan!"

"Kau tahu, Aku tak butuh maafmu?"

"Tahu, Tuan."

Ryan menarik Kira dibawah shower, menyiraminya dengan air panas selama satu menit, membuat luka memar dan luka terbukanya melepuh.

Ryan masuk ke dalam bak mandi yang sudah penuh air.

"Gosokkan punggungku!"

Kira yang masih merejang kesakitan menahan air panas dan nyut-nyutan disemua lukanya, mendatangi Ryan menggosok punggungnya.

Ryan memajukan duduknya.

"Masuk ke dalam bathtub!"

Kira langsung masuk. Dan air berubah warna kemerahan dari darah yang mengalir dilukanya.

"Betapa menjijikannya Kau! Apa Kau ingin mengotori air mandiku?"

Ryan berbalik ke arah Kira dan memasang wajah sangat marah, menampar pipinya.

"Maafkan Hamba, Tuan... Hamba wanita kotor menjijikan... Mengotori bathtub Tuan."

"Kenapa Kau di bathtub ini kalau Kau tahu mengotorinya?"

Kira segera keluar dari bathtub.

"Hey. Beraninya Kau.. Apa Aku menyuruhmu keluar dari sini?"

Hampir gila Kira dibuat oleh Ryan. Segala yang dilakukannya tetap salah di mata Ryan. Inilah yang Kira benci dari dirinya. Dia tak seharusnya menyinggung mood Ryan..hidup dalam damai selama Ryan tak tersinggung dapat membuatnya hidup lebih aman.

"Kenapa diam? Kau tak dengar perintahku?"

"Tubuh Hamba berdarah Tuan.. Nanti air disana kotor!"

"Hey... Kau menentangku lagi? Dan air ini sudah jadi kotor karena Kamu masuk tadi! Bau amis darah. Apa Kau sengaja membuatku bau anyir seperti ini?"

"Maaf Tuan.. Maafkan Hamba."

Air mata Kira sudah meleleh. Yah, dirumah ini, hanya Ryan yang pernah melihatnya menangis. Kira akan menangis kalau sudah diambang batas rasa sakitnya.

"Kenapa Kau menangis? Apa Kau tersiksa hidup denganku? Apa Kau mau menyinggungku?"

"Maaf Tuan. Tidak bermaksud seperti itu." Kira menghapus airmata dengan tangannya.

"berbaring terlentang dibawah!" Ryan menunjuk ke lantai kamar mandi.

Kira langsung melakukannya.

Ryan keluar dari bathtub, langsung menindih Kira. Dengan kasar menyalurkan semua kebutuhan bioligisnya. Tak memperdulikan rasa sakit tubuh Kira. Dia menerjang Kira. Melumat bibirnya, melumat dada Kira, memasukkan sebagian tubuh bagian bawahnya kedalam organ kewanitaan Kira. Semua dilakukan dengan kasar. Mencengkram tangan Kira yang kecil hingga biru, menjambak rambut Kira, dan berbagai perlakuan kasar lainnya. Sampai akhirnya Ryan mencapai puncak kenikmatan.

Dia bangun dan membersihkan dirinya di shower.

"Jangan kemana-mana, tetaplah disana!"

Kira yang tadinya ingin bangun, kembali rebahan di lantai kamar mandi yang dingin itu.

Ryan selesai mandi.

"Apa yang Kau lakukan disana? Menjijikan!lihat tubuhmu! Tak ada bagus-bagusnya! Aku jualpun masih syukur kalau ada yang beli!"

Ryan melangkahkan Kakinya ke dalam walking closet.

Huffff.. Kira bangun sambil memukul-mukul dadanya dengan pelan, sebagai tanda untuk menyuruh dirinya bersabar.

"Heyyy!! Mana bajuku? Apa Kau tak menyiapkannya?"

Hwaaaa.... Kumenangiiiiis... Membayangkan, betapa kejamnya dirimu atas diriku.

Kira-kira seperti itu yang dilantunkan Kira dalam hatinya.

"Maaf Tuan, Hamba segera ambilkan!"

Kira masuk ke walking closet sesegera mungkin untuk mengambil baju Ryan.

"Apa-apaan Kau? Tak dengar kataku, tubuhmu menjijikan? Kenapa telanjang didepanku? Apa maumu? Menggodaku?"

"Maafkan Hamba, Tuan!"

Kira segera mengambil jubah mandi dan hendak memakainya.

"Kau!!"

Plaaak

Satu tamparan lagi mendarat di pipinya.

"Jorok sekali! Tubuhmu kotor seperti itu, mau memakai jubah mandi? Bersihkan dulu!"

"Baik Tuan"

Kira berbalik ke kamar mandi.

"Hey, mana bajuku?"

"Tuan Ryan.. Maafkan Hamba, apa yang harus Hamba lakukan duluan sekarang? Membersihkan tubuh menjijikan ini atau mengambil baju untuk Tuan?"

"Beraninya Kau membalikkan pertanyaanku dan menghinaku?"

"Maafkan Hamba.." Kira sudah menangis. Ini pertama kalinya kira menangis dengan sekencang ini. Membuat hati Tuannya sedikit meluluh.

"Bersihkan dirimu! Lalu ambilkan pakaianku!"

Ryan keluar dan duduk di sofa. Menyalakan televisi menunggu Kira.

Kira membilas secepat mungkin, memakai jubah mandinya, mengambilkan baju Ryan dan berlari menuju sofa tempat Ryan duduk.

"Tuan, ini bajunya."

Ryan menatapnya dari ujung kaki ke ujung kepala. Lalu berdiri, mengendus tubuh Kira.

"Kau! Apa-apaan Kau! Apa Kau bukan wanita? Mana wangi tubuhmu? Kau menjijikkan!"

Ryan menendang kaki Kira hingga Kira terjatuh.

Menjambak rambutnya, menyeretnya ke tempat tidur dan melakukan apa yang dikamar mandi tadi dilakukannya sambil bibirnya terus memaki Kira.

"Wanita bodoh!"

"Wanita Bau, menjijikkan!"

"Hey, kenapa tubuhmu bau anyir darah? Apa Kau setan?"

Berbagai umpatan keluar dari bibir Ryan tak ada habisnya. Kira hanya bisa pasrah membodohkan dirinya sendiri daripada harus dihukum lagi.

"Maaf Tuan, Hamba salah." terus saja kata-kata itu yang diulang oleh Kira. Sambil menahan semua desiran yang ditimbulkan dari gerakan Ryan diatas tubuhnya. Kadang, Kira menjawab memohon maaf sambil mengerang dan mengeluarkan suara mendayu-dayu sambil mendesah.

"Bicara yang jelas! Apa Kau mau menggodaku?"

Jelas-jelas Ryan sedang berada diatas tubuh Kira. Menjelajah semua bagian tubuhnya, masih menyangka Kira hendak menggodanya. Tak ada benar-benarnya Kira dimata Ryan.

Sampai akhirnya, setelah dua jam, Ryan mengakhiri permainannya. Napasnya terengah-engah. Memindahkan tubuhnya disamping Kira.

"Kenapa Kau tidur di tempat tidurku? Tubuhmu bau anyir darah, menjijikkan! Apa Kau ingin Aku tidur dan bermimpi ketemu kuntilanak?"

"Maaf Tuan, Hamba segera turun!"

"Apa aku menyuruhmu turun? Padahal Kau tahu peraturannya, ga boleh meninggalkan tempat tidur ini sebelum Aku tertidur pulas?"

"Baik Tuan. Hamba akan tetap disini!"

"Hey, Kau bau darah!"

Begitulah Ryan.. Dia akan terus mencari kesalahan Kira. Sebetulnya Kira sudah tak tahan ingin tertawa melihat semua penghinaan suaminya ini. Tapi Kira belum siap untuk dicambuk lagi. Ryan bukan orang bodoh. Dia bukan orang sembarangan. Tentu Ryan pasti sadar atas perlakuannya pada Kira adalah semena-mena. Tapi tak ada cara lain buat Kira selain menelan apa yang Ryan katakan, Hingga akhirnya Ryan lelah dan tidur. Kira bisa membersihkan dirinya. Jam 3 pagi, Kira akhirnya terbebas untuk beberapa saat.

 

"Nyonya Muda, Kita sudah sampai dikampus."

"Haah??"

Sari menyadarkan Kira dari lamunannya.

Owh Kira.. Astaghfirulloh, kenapa Kamu justru melamun bukan belajar?

Kira menggerutu sendiri didalam hatinya. Memarahi pikirannya yang justru memikirkan kejadian tadi malam dan melupakan kuis praktikumnya.

Next chapter