webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
102 Chs

Berdamai dengan masa lalu

Kira sadar kalau hatinya mulai menyukai Ryan, setelah perlakuan Ryan hari ini. Kira berusaha untuk menepis perasaannya. "Hey Kira, sadaaar.. Tadi Kau lihat bagaimana murah hatinya Ryan saat dibuat senang wanita-wanita cantik itu! Kau sekarang tahu bagaimana tipe Ryan kan.. harus cantik dan bisa membuat senang dirinya, walaupun itu semua hanya kepura-puraan, yah, berpura-puralah menyukainya, supaya Kamu bisa S2 lalu bisa bekerja juga! Hihi."

Kira yang masih sakit hatinya, berusaha menghibur diri. Hingga logikanya mulai nendominasi dan mengabaikan emosinya.

"Hmm.. Jam berapa, ini? Aku belum solat Isya!" Kira sudah mulai kembali menjadi Kira yang tak larut lagi dengan perasaannya. Kira masuk ke dalam, melihat jam dinding, sudah jam setengah empat pagi. Kira berjalan ke arah dapur, menemukan sebuah kamar kecil setelahnya. Kamar seluas kamar kost Rini dan Deby yang dilengkapi kamar mandi dalam. "Subhanalloh, kamar pembantu aja lebih bagus dari kost-kostan" gumam Kira sambil melangkah kedalam. Membuka hijabnya, wudhu, lalu memakai kembali hijabnya dan solat. Kira ga punya mukena. Jadi, Kira memakai pakaian yang dipakainya saat ini.

Kira melanjutkan dengan solat malam, hajat dan taubat.. Lalu berzikir menunggu subuh.. Jam setengah enam, Kira memakai lagi niqobnya, lalu keluar dari kamar, menuju dapur. Menyiapkan sarapan Ryan. Hari selasa. Jadwal sarapan Ryan adalah english breakfast. Kira membuat omelet dan menyiapkan sosis juga roti didapur.

"Hmm.. Bagaimana caraku mengantar ke kamar Ryan?" Kira tahu, Ryan hanya ingin sarapan di tempat tidur.

"Hai, berikan Aku air!"

"Haaah!" Kira kaget dan berbalik menatap wanita dibelakangnya.

"Baik Nona." Kira mengambil gelas dan di isinya oleh air. "Ini Nona."

Stella mengambil gelas dari tangan Kira. "Kau sudah menyiapkan sarapan Kami, kan?"

"Iya, Nona." Kira memandang Stella yang hanya keluar dengan mengenakan jubah mandi.

"Bagus!" Stella tertawa kemudian sambil meninggalkan dapur.

"Nona, sarapannya mau dibawa ke kamar sekalian?" Tanya Kira sopan ketika Kira melihat Stella ingin meninggalkan dapur.

Stella menengok. "Kau pikir Aku sakit? Sajikan di meja makan! Aku mau moccacino!" Jawab Stella ketus, lalu melanjutkan langkahnya.

"Ryan.. Ryan.. Seberapa jelek wajah pelayan ini sampai Kau menyuruh menutup seperti itu? Hahahah" gumamnya sambil terus melangkah pergi.

"Hufff.. Syukurlah Aku disangka pelayan. Kalau enggak, bisa ribet Aku ngejelasinnya!" Kira bergumam dalam hati. Lalu melanjutkan menyiapkan sarapan Ryan sebisanya. Dan menaruhnya di meja makan.

Tiiiiit..

Pintu terbuka.

"Nyo.."

"Sstttttt..." Kira meloncat menutup mulut Asisiten andi.

"Aaaah.." Asisten Andi juga meloncat menjauhi Kira "Nyonya Muda jangan sentuh Aku!"

"Kalau Tuan lihat, hukumanku akan semakin berat, Kira!! Kau jangan menyusahkan hidupku lagi!" Asisten Andi menjauh.

"Ssst.. Jangan berisik. Didalam Tuanmu masih tidur bersama Stella." Kira berkata sambil berbisik sangat pelan.

"Apaaa? Jadi.. Tadi malam Stella kesini?"

Kira mengangguk

"Haaah, bodohnya Aku tak mengganti PIN apartemen ini! Tadi malam Aku sudah sangat lelah, sehingga melupakan Tuan pernah memberi PIN apartemen ini pada Stella." Asisten Andi memukul-mukul kepalanya sendiri.

"Asisten Andi, Aku mau kuliah.. Izinkan Pak Man mengantarku dulu untuk pulang berganti pakaian, ya!" Kira mengatup kedua tangannya memohon pada Asisten Andi.

"Jangan memohon seperti itu padaku. Rubah posisi tanganmu!" Asisten Andi ketakutan. "Keluarlah, didepan sudah ada Sari yang akan mengantarmu!"

"Oooh, betulkah? Yeayy!" Kira meloncat girang. "Baiklah. Aku pergi dulu.. Aku harus kuliah!"

Kira melambaikan tangan ke Asisten Andi dan keluar dari apartemen.

"Akhirnyaaaa... Aku bebas dari penjara mewah tadi!"

Kira sangat girang dan segera mengajak Sari pergi. Saat ini sudah jam 6:30. Kira harus cepat, karena kelas akan dimulai jam 10 pagi.

 

Sementara itu masih di Millenium Tower, apartemen Ryan.

Jam 07:00 pagi

"Ryan sayang! Ayo bangun! Kita sarapan dulu!" Stella berusaha membangunkan Ryan.

Dan ini adalah hal yang paling dibenci Ryan. Ryan tak suka dibangunkan. Ryan tak suka tidurnya di ganggu.

"Kenapa Kau membangunkanku? Dan sedang apa Kau disini?" Ryan sudah sangat kesal tidurnya terganggu.

"Kita bercinta tadi malam di sini, masa Kau sudah lupa! Ayo sarapan!" Stella menarik tangan Ryan. Hal yang paling dibenci Ryan. Dia hanya suka sarapan di tempat tidur. Ryan ga suka sarapan di meja makan. Tapi Stella tak memperdulikannya. Memakaikan jubah mandi untuk Ryan, dengan mulutnya tetap mengoceh membahas hal yang membuat telinga Ryan sakit mendengarnya, terus menarik tangan Ryan keluar dari kamar menuju ruang makan. Dan ini juga hal yang dibenci Ryan. Dia tidak suka keluar kamar hanya dengan jubah mandi, yang menurutnya merendahkan. Apalagi. Sekarang Andi ada di ruang tamu. Ryan sudah semakin marah.

"Waduh, Tuan Muda sudah sangat marah! Apa yang dilakukan rubah betina itu sampai wajahnya seperti itu? Atau Dia sudah sadar tentang kebodohannya lagi menelantarkan Kira? Tapi Kalau Tuan sudah sadar, tak mungkin wanita ini masih bisa bertahan dalam ruangan ini." Asisten Andi yang sudah mengenal Ryan sangat dekat, tahu dan sadar akan mimik wajah Ryan yang marah.

Stella tak memberi jeda untuk Ryan berbicara, ini juga sangat mengganggu Ryan dengan ocehannya.

"Ryan, terima kasih ya, untuk handphone baru ini dan laptopnya!" Stella mengeluarkan handphone dari kantongnya. "Kamu tau aja sih, barang keluaran baru! Aku baru mau beli handphone ini sebetulnya hari ini, eh Kamu sudah belikan. Tapi sebenarnya Aku ga butuh laptopnya, Aku lebih suka Diamond daripada laptop, Ryan." Stella berbicara sambil jalan menuju ruang makan.

"Handphone? Kapan Aku membelikan wanita ini handphone?" Ryan mulai nge-loading memori di otaknya.

"Kamu juga sweet banget, Ryan.. Sudah siapin pelayan untuk buat sarapan Kita, tapi sumpah deh! Aku mau ketawa liat penampilannya! Culun banget, wajahnya di tutup cadar gitu! Hahaha"

"wajah, ditutup.. Handphone? Aku di apartemen? Gedung tinggi.. Aaah!" Ryan melepaskan tangannya dari Stella. Pikirannya telah kembali sadar.

"Ryan, ada apa?"

Plaaaak .. Plaaaak ...

Aaaah.. Ryan?" Stella bingung setelah menerima tamparan Ryan, dan jatuh tersungkur.

"Berikan handphone itu padaku!" Ryan jongkok menjambak rambut Stella.

"Aaaah!" Stella yang kesakitan rambutnya di jambak, segera mengambil handphone dari kantongnya menyerahkan ke Ryan.

"Asal Kau tahu, derajatmu lebih rendah dari wanita yang Kau sebut pelayan tadi! Pergi dari sini. Jangan pernah datang lagi ke apartemen ini, dan menghindarlah bila melihatku! Lakukan perintahku atau Kau akan kehilangan karirmu segera!" Ryan melepaskan tangannya dari Stella.

"Andi!"

"Baik Tuan Muda!"

Andi segera menggiring Stella keluar dan melemparkan barang-barangnya.

"Apa yang sudah Aku lakukan? Ada apa dengan pikiranku? Kenapa Aku seperti ini? Kenapa Aku sangat mudah melupakan hal penting dan melakukan hal lain seperti tadi malam?" Ryan mulai mengingat semua, apa yang dilakukannya. Dengan mudah meninggalkan Kira dan mengikuti kemauan wanita lain sehingga lagi-lagi Ryan menyakiti Kira. "Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku melakukannya tiga kali kemarin.. Dirumah saat akan berangkat kerja, di Mall dengan Tania. Dan tadi malam dengan Stella. Ada apa denganku? Apa aku harus kembali menemui Farida lagi?" Ryan masih berdiri ditempat yang sama. Tangannya masih memegang handphone.

"Andi!"

"Iya, Tuan Muda?"

"Kenapa ShaKira Chairunisa memberikan handphone dan laptop pada Stella?" Ryan mendekat ke Asisten Andi dengan tatapan mata yang penuh amarah. "Apa Dia tak mau menghargai pemberianku?"

"Mau apa lagi Dia? Haaah.. Pagi-pagi sudah sangat emosional!" Keluh Asisten Andi.

"Tuan Muda, tadi malam handphone dan laptop diletakkan di meja rias didalam kamar utama. Apa Tuan Muda sudah memberitahu Nyonya Muda kalau laptop dan handphone untuknya?" Tanya Andi dengan hati-hati.

"Apa Aku harus mengatakan itu? Dia ikut berbelanja denganku. Apa Dia tidak tahu ini untuknya?" Ryan menatap lekat ke dalam mata Andi sambil menggoyang-goyangkan handphone ditangannya.

"Tuan Muda, Nyonya Muda berbeda dengan wanita yang sering jalan dengan Tuan Muda, yang tanpa Tuan Muda katakan barang itu untuk mereka, wanita-wanita itu sudah mengambil dan yakin itu untuk mereka. Nyonya Muda masih sangat polos. Saya yakin, Nyonya Muda merasa Tuan Muda membeli laptop dan handphone untuk Tuan Muda, kalau Nyonya Muda tahu laptop yang kemarin dibeli adalah untuknya, tidak mungkin Nyonya Muda meminjam laptop temannya kemarin malam didalam restoran." Kata demi kata dipilih dengan selektif oleh Asisten Andi supaya tak menyinggung Tuan Mudanya dan dapat dimengerti dengan mudah oleh Tuan Muda.

Ryan melangkah mundur menjauhi Andi. Dia menatap handphone ditangannya. "Jadi maksudmu Dia ga tahu kalau semua yang Aku beli kemarin untuknya?" Ryan bertanya pada Asisten Andi tanpa menoleh, masih memandangi handphonenya.

"Betul, Tuan Muda!"

Ryan membalikkan badannya dari Asisten Andi. Tangan kanan yang tadi berada dipinggangnya, kini sudah berada dikepalanya dengan jari jarinya seperti menyisir kepala, lalu Ryan menghembuskan napas, matanya menyapu semua ruangan dan tanpa sengaja pandangannya melintasi meja makan.

Ryan mendekatinya.

"Apa Kau menyuruh Koki kesini?"

"Tidak, Tuan Muda."

"Kamu juga sweet banget, Ryan.. Sudah siapin pelayan untuk buat sarapan Kita, tapi sumpah deh! Aku mau ketawa liat penampilannya! Culun banget, wajahnya di tutup cadar gitu! Hahaha" Kata-kata Stella terngiang lagi di telinga Ryan.

"Jadi Dia memasak untukku? Walaupun tadi malam Dia sudah Aku sakiti?" Ryan duduk di meja makan dan memakan makanan disana. Ini adalah pertama kalinya, setelah sepuluh tahun Ryan tak pernah duduk di meja makan.

"Oh Tuhan.. Ada apa ini? Tuan Muda sudah bisa kembali duduk di meja makan untuk sarapan?" Asisten Andi hampir berteriak karena senangnya.

"Andi!"

"Iya Tuan Muda?" Asisten Andi segera berlari mendekati meja makan.

"Kosongkan Agendaku hari ini! Kau atur semua urusan kantor!" Ryan menyuap makanan dipiring untuk pertama kali

"Hmm.. Masakannya enak juga! Aku ingin memakan masakannya setiap hari!" Hati Ryan sangat bahagia.

"Baik Tuan Muda!"

"Tuh kan, Dia gila! Jadwal sepadat itu harus di geser-geser lagi.. Arghhhh.. Bagaimana ini... Seenaknya saja berbuat kekacauan!"

"Andi!" Ryan menyuap makanan lagi ke mulutnya.

"Iya Tuan Muda!"

"Pindahkan semua barang-barangku dan Nyonya Muda ke apartemen ini! Mulai hari ini. Aku akan tinggal disini!"

"Baik, Tuan Muda!"

"Jangan ada pelayan tinggal disini, Aku hanya ingin tinggal berdua dengannya. Suruh pelayan membersihkan tempat ini, isi supply makanan, dan memperbaiki semua kerusakan jika ada, saat Kami keluar! Aku juga mau penjaga berjaga didepan apartemen ini!"

"Baik, Tuan muda!"

"Jauhkan semua wanita yang pernah bersamaku dari hadapanku! Aku tak ingin ada kejadian seperti kemarin! Aku juga mau pengawal disekelilingku mulai hari ini. Tak ada seorangpun yang boleh mendekat dan menyentuhku secara tiba-tiba seperti kemarin! Aku akan membunuhmu jika kejadian seperti kemarin terulang!" Ryan menyuap makanannya lagi.

"Baik Tuan muda!"

"Haaah. Kenapa Aku yang diancam, padahal Kamu yang berbuat? Tapi baguslah! Sudah dari dulu Aku ingin membersihkan benalu-benalu itu! Hahaha.. " Asisten Andi merasa senang dengan perubahan Tuan Mudanya yang sudah mau menghindari Gold Digger.

"Setelah Aku mandi dan selesai siap-siap, Aku ingin menemui Farida! Pastikan Dia tahu Aku ingin menemuinya."

"Oh Tuhan.. Apa Tuan Muda mengingat sesuatu?" Andi sangat panik. Wajahnya pucat pasi dan tangannya sedikit gemetar mendengar siapa yang ingin ditemui Ryan. Dia semakin khawatir dengan kondisi Tuan Mudanya.

"Andi! Kau tak menjawab!" Ryan menatap Asisten Andi.

"Baik, Tuan Muda, Saya Akan memberitahu Dokter Farida!"

"Hmm.. Baguslah! Aku bersiap sekarang!" Ryan meminum minumannya, lalu berdiri dan bergegas ke kamar untuk bersiap.

Asisten Andi diam seribu bahasa. Ketakutan dan kekhawatiran tampak jelas diwajahnya.