webnovel

Penjara Cinta Sang Presdir

[TAMAT] 21+ Harap bijak dalam membaca Vol 1* Haruna Azhar, gadis berusia tiga puluh tahun yang telah dikurung oleh seorang Presdir muda yang arogant. Saat pertama kali Haruna bertemu dengan sang Presdir, Haruna telah menyinggung perasaannya. Rupanya itu adalah awal penderitaan yang akan Haruna hadapi. Demi melindungi keluarganya, Haruna rela menjadi jaminan dan tinggal di rumah sang Presdir. Perlahan-lahan, sang Presdir mulai tertarik dan jatuh cinta. Apa Haruna bisa jatuh cinta pada Presdir? Di saat hatinya terus menerus terluka dan disakiti sang Presdir. Mungkinkah cinta dapat tumbuh di hatinya? Vol 2* vol2* Syahera telah membuka hatinya untuk Rendi. Namun, gadis itu tetap menolak ketika diajak menikah. Apa alasannya bisa diterima oleh Rendi? Di saat hubungannya dengan Rendi bermasalah, cinta pertamanya kembali hadir. Kenandra yang kehilangan ingatan, kembali dengan kenangan yang telah pulih. Ia kembali mengejar cinta Syahera. Siapa yang akan dipilih oleh Syasya untuk menjadi pendamping hidup? Simak ceritanya lengkapnya, masih di sini. Follow Instagram penulis @seka.r214 Facebook Sekar Laveina

Sekar_Laveina_6611 · สมัยใหม่
Not enough ratings
392 Chs

Digigit binatang

Melihat leher Haruna yang jenjang dengan keringat yang menetes, membuat hasratnya bangkit. Tristan membekap kembali mulut Haruna, lalu menggigit kecil leher Haruna. Bukan mengecup, tapi Tristan menggigit leher Haruna seperti vampir hingga mengeluarkan sedikit darah. Haruna kesakitan, ingin rasanya ia berteriak dan berlari. Namun tubuh dan tangannya di dalam kungkungan Tristan, mulut Haruna juga tidak dapat mengeluarkan suaranya. Hanya bulir airmata yang menetes dari kedua mata indah Haruna. Ia hanya bisa memejamkan mata dan terisak tanpa suara. Tristan menghentikan perbuatannya dan menjauhkan wajahnya dari leher Haruna. 

"Hukuman yang sebenarnya akan dimulai besok. Ini hanyalah hukuman kecil untukmu karena sudah berani menghinaku," ucap Tristan. Ia melepas kedua tangannya dari mulut dan tangan Haruna. Tristan mundur tiga langkah dan menyeringai, mengerikan, menatap wajah Haruna.

"Hiks hiks, aku sudah meminta maaf padamu. Hiks hiks, kumohon, jangan menggangguku lagi. Aku janji tidak akan menghinamu lagi," ucap Haruna dalam isakan tangisnya. 

"Sayangnya, aku belum puas menghukummu. Besok kau akan lihat seperti apa pembalasan dariku, jadi, bersiap-siap saja." Tristan keluar dari toilet dan melangkah pergi meninggalkan toilet wanita itu bersama Levi yang mengekor di belakangnya. 

Sementara di dalam toilet, tubuh Haruna yang semula berdiri dan bersandar di dinding, perlahan-lahan merosot turun hingga ia terduduk lemas di lantai toilet. Ia menangis dengan memilukan sambil menutup mulutnya. 

"Hiks hiks." Haruna benar-benar tidak menyangka jika ucapannya kemarin menjadi bencana untuknya. Di saat ia sedang kebingungan mencari pinjaman untuk membayar hutang, ia juga mendapatkan masalah dari Tristan. Setengah jam waktu istirahatnya ia habiskan di dalam bilik toilet. Setelah ia bisa mengendalikan perasaan sedihnya, ia pun keluar dari bilik toilet dan melihat lehernya yang terluka, membiru bahkan terasa perih saat disentuh. Terlihat sedikit darah yang mengering di bawah luka gigitan Tristan. 

Haruna membersihkan darah yang mengering di lehernya dengan tisu dan air. Haruna meringis merasakan perih di lukanya. Ia melirik jam tangannya, jam istirahat telah habis. Haruna merapikan seragamnya dan keluar dari toilet. Beruntung sedari tadi tidak ada karyawan lain yang masuk ke dalam toilet, jadi tidak ada satupun yang tahu kejadian tadi. Haruna kembali ke meja teller dan melayani para nasabah yang sudah ia tinggalkan istirahat tadi.

***

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" Tristan memberikan sebuah berkas rahasia pada Levi.

Levi keluar dan berpapasan dengan Roni yang hendak masuk ke ruang Direktur. Roni merasa curiga dengan amplop besar berwarna coklat yang dibawa oleh Revi, tapi Roni memilih untuk tidak mempedulikannya. Toh, itu bukan urusannya tetapi urusan sang pemimpin.

"Permisi, Presdir," sapa Roni yang berdiri di tengah pintu.

"Masuk, katakan ada apa? Saya tidak punya banyak waktu," ucap Tristan sambil mengepalkan tangannya dibawah meja. Ia masih merasa kesal pada Roni yang tadi merangkul pundak Haruna. Tristan adalah tipe orang yang tidak suka jika mainannya dipegang oleh orang lain. Karena saat ini status Haruna adalah mainan bagi Tristan, jadi ia merasa marah.

"Saya ingin mewakili salah satu karyawan kita Presdir," ucap Roni dengan ragu.

"Karyawan kita? Siapa dan ada apa dengannya?" tanya Tristan.

"Haruna, dia terlilit hutang rentenir dan harus membayar esok lusa. Dia meminta bantuan saya untuk bicara dengan Presdir," jawab Roni.

"Kenapa tidak secara langsung? Katakan padanya, besok jam makan siang, saya tunggu dia di sini," ucap Tristan.

"Baik, Presdir. Saya akan sampaikan ucapan Anda. Saya permisi," ucap Roni. Ia keluar dari ruangan Tristan dan segera mencari Haruna di meja teller. 

***

Di rumah, Kiara duduk melamun di kamarnya. Ia tidak mau makan, padahal Kamal sudah membujuknya berkali-kali. Kiara kekeh ingin menunggu Haruna pulang. Vivi masuk ke dalam kamar Haruna dan mencoba membujuk Kia sekali lagi.

"Kia, makan yuk, sama Tante Vi." Vivi duduk di tepi ranjang. Mengusap punggung Kiara yang sedang berbaring tengkurap. 

"Em, kalau setelah makan, Tante ajak ke tempat Mama, mau tidak?" Vivi mengeluarkan cara satu-satunya agar Kiara mau makan. Benar saja dugaan Vivi, Kiara mau makan kalau menggunakan cara itu.

"Tante janji?" tanya Kiara.

"Janji. Sekarang Kia makan dulu," ucap Vivi sambil membantu Kiara bangun dan menggendongnya ke ruang makan. Vivi dengan penuh kesabaran dan perhatian menyuapi Kiara. Setelah makanan dalam piringnya habis, Kiara langsung menagih janji Vivi.

"Ayo, Tante, kita ke tempat Mama," ajak Kiara sambil menarik tangan Vivi.

"Ya, tapi izin dulu sama kakek dan nenek," ucap Vivi. Vivi mengajak Kiara berpamitan pada Anggi dan Kamal, mereka lalu pergi dengan memesan taksi online. 

***

"Haruna," panggil Roni.

Haruna menoleh sekilas dan kembali fokus melayani nasabah. Roni menghampiri dan berdiri di belakang Haruna.

"Saya sudah bicara dengan Presdir kita, dan dia bilang, besok jam istirahat kamu pergi ke ruangannya." Roni melangkah pergi setelah memberitahu Haruna.

Haruna bernapas lega, setidaknya ia masih punya harapan. Ia bisa sedikit tersenyum meski belum pasti apakah bosnya akan meminjaminya uang atau tidak. Haruna sudah bertekad, jika perlu ia akan bersujud di depan Presdir agar pinjamannya disetujui. Para nasabah mulai sepi, hanya tinggal dua orang yang menanti giliran dipanggil. Haruna memanggil salah satu diantaranya dan yang lainnya dipanggil oleh Sari di meja teller sebelahnya. Setelah kedua nasabah itu pergi, Haruna dan Sari hanya duduk dan menanti jam pulang mereka.

Sari menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Haruna. Mereka mengobrol seputar kehidupan mereka di luar tempat kerja. Mereka bercanda dan tertawa, hingga tanpa sadar, mata Sari menangkap hal ganjil di leher Haruna. Sari begitu penasaran, dengan hati-hati ia bertanya pada Haruna.

"Haruna. I-tu, lehermu kenapa?" tanya Sari sambil menunjuk leher Haruna.

Haruna gelagapan dan menutupi lehernya.

"I-ni, i-ni tadi ada binatang di kamar mandi dan menggigit leherku," jawab Haruna dengan gugup. Saat Haruna mengucapkan kata-kata itu, Tristan tidak sengaja mendengarnya. 

Awalnya Tristan akan pergi keluar, tapi ucapan Haruna yang mengatainya binatang, membuat Tristan kembali naik ke ruangannya di lantai dua. Ia kembali mengamuk di ruangannya. 

"Setelah tadi aku mengancamnya, dia masih berani mengatai aku binatang di belakangku," maki Tristan dengan kesal. 

Tok! Tok! Tok!

Levi masuk dan membawa laptop baru, karena laptop Tristan hancur akibat dibanting tadi. Entah kenapa? Tristan merasa kesal melihat Roni dan Haruna hingga ia membanting laptop itu ke lantai hingga hancur.

"Tuan, ini laptop Anda. Saya sudah menghubungkannya dengan kamera pengawas di meja teller." Levi menaruh laptop Tristan di meja kerjanya.

Tristan menyuruh Levi kembali ke ruangannya. Sementara ia segera duduk dan membuka laptopnya. Tristan tersenyum memandang layar laptop. 

*** 

Di meja teller, Sari terus bertanya dan meminta Haruna menceritakannya. Namun Haruna tidak bisa menceritakan hal bohong, tetapi ia juga tidak bisa menjawab jujur.