***
Mengingat pesan si suami, Zara berlari ke kamar. Dia mengambil kartu yang dulu Dzefa beri.
"Sudah lama aku ingin menghabiskan uangmu, Suami. Tapi dulu si Aida menyebalkan itu melarangku, katanya kalau aku memakai uangmu nanti aku akan terpenjara denganmu seumur hidup. Sekarang, meski aku harus terpenjara bahkan setelah mati aku sangat rela."
Zara menggenggam kartu dengan erat lalu menyimpannya kembali dengan hatihati di dompet.
***
Tak berapa lama setelah Dzefa pergi, orang yang ditunggu pun datang.
"Oh Yaa Tuhan! Zara, kau okay kan?" Shima membelek tubuh Zara atas bawah depan belakang.
"Aku okay Shi!"
"Huft aku khawatir sekali. Melihat banyak orang membagikan foto kecelakaanmu membuatku takut tahu gak."
"Aku tahu. Maaf membuatmu khawatir!" kata Zara sambil memegang tangan Shima. "Ayo duduk dulu!"
Shima ditarik ke sofa.
"Aku waktu itu ke rumah sakit. Tapi aku melihat Aida jadi aku pulang lagi. Kau tahu kan tak akur dengan makhluk satu itu. Aku tak mau bertengkar dengannya di depanmu," cerita Shima.
"Shi!" Zara menggenggam tangan Shima dengan kedua tangan. "Aku benarbenar minta maaf!"
Sudah lama mereka tak bertemu. Tapi Shima masih memperlakukannya dengan baik seolah tak pernah terjadi sesuatu di antara mereka.
"Dulu aku bodoh! Aku terlalu percaya ucapan Aida. Ternyata kau benar, dia tak seperti yang terlihat di luar. Dia penuh trik, muslihat. Munafik! Ular! Aku tak seharusnya percaya padanya!" Zara bicara penuh emosi.
"Syukurlah kalau kau sadar bahwa kau bodoh!"
Shima memeluk Zara. Meski pintar, tapi dia yang paling tahu bahwa sebenarnya Zara anak yang polos.
"Eh, tapi Zara ... apa yang terjadi padamu?" Shima melerai pelukan.
Zara pun menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Bukan hanya bagaimana dia kecelakaan saja. Tapi tentang hampir bercerai, sampai kelakuan menjijikan Aida saat dia koma pun diceritakan pada Shima. Bukan bermaksud membuka aib, hanya saja dia benarbenar tak bisa menutupi hal itu lagi.
"Shi, kau memaafkanku kan? Jadi sahabatku lagi mau ya?"
"Tentu saja!" Shima tersenyum lalu mengangguk.
"Ngomongngomong kau dan suamimu bagaimana sekarang?"
"Aku sedang berusaha meyakinkannya agar tak bercerai. Tapi sepertinya susah, dia sudah hilang sabar terhadapku," keluh Zara.
"Kan dari awal aku sudah memperingatkanmu. Coba terima suamimu dengan sepenuh hati. Meski ada wanita lain di hatinya tapi kau sudah jadi isterinya. Berusaha tambat hatinya, bukan malah berbuat halhal yang membuatnya menceraikanmu," kata Shima sedikit kesal dengan yang dilakukan Zara dulu.
"Iya aku salah. Aku menyesal sekarang. Aku tak tahu wanita yang selama ini dia sukai itu ternyata aku. Lagipula kenapa dia tak jujur saja padaku kan? Kalau dia jujur mungkin aku tak akan salah paham."
"Apa kau memberinya kesempatan untuk meluah perasaan padamu?" tanya Shima sambil memicingkan mata.
"Nope!" Zara menggeleng lemah. "Saat pertama menikah aku sudah menarik batas antara kami sehingga dia tak punya kesempatan bicara padaku. Uhhhh aku bodohbodohbodoh. Bagaimana ini Shi?"
"Pandaipandailah kau membuatnya menyukaimu lagi!"
"Ish bantu aku lah Shi!" rengek Zara.
***
"Kau sudah dapat semua yang kumau?" tanya Dzefa.
"Semua tentangnya ada di map itu, Boss!" jawab Azriel sambil menyerahkan map pada Dzefa.
Isi yang ada di dalam map adalah informasi tentang Shima. Dzefa ingin memastikan orang di samping Zara adalah orang yang tak akan menyakitinya.
"Dia pewaris ShiZu Coorporation. Tapi dia sepertinya tak tertarik dengan bisnis itu. Dia sekarang membuka toko kue sendiri. Dan seharihari dia sibuk di tokonya," jelas Azriel saat Dzefa membaca hal tentang Shima. "Dia memiliki banyak musuh. Bukan karena dia tak baik, itu karena dia sangat melindungi Nyonya Zara yang selalu dibully. Jadi dia banyak dimusuhi orang."
Dzefa melirik ke layar ponsel. Terlihat Zara dan Shima berinteraksi dengan bahagia. Tanpa sadar Dzefa tersenyum. Sudah lama dia tak melihat Zara selepas itu, terlihat sangat bahagia.
.
Tengah hari, Dzefa melihat Zara dan Shima sepertinya akan pergi. Mungkin mereka akan keluar untuk berbelanja seperti yang diperintahkan Dzefa.
Karena pekerjaan masih banyak, Dzefa pun kembali bekerja.
"Boss, mau nitip makan siang?" tanya Azriel yang nongol di balik pintu.
Dzefa mendongak, "nope! Kau makan duluan saja. Aku belum lapar," jawab Dzefa.
***
Notifikasi masuk ke ponsel Dzefa. Laporan dari Bank tentang pengeluarannya hari ini. Zara benarbenar belanja.
"Suamiiiiiii!"
"Innalillah!" Dzefa terperanjat mendengar suara Zara di kantornya. "Kenapa kau ada di sini? Dan bagaimana bisa masuk?"
"Aku bosan di rumah, jadi aku kesini. Maaf tak bilangbilang dulu. Tadi Azriel memberi tahu password ruangan ini jadi aku masuk saja," ucap Zara takut.
"Bukannya kau pergi dengan temanmu?"
Zara menggeleng, "aku kan belum sembuh. Shima juga melarangku bepergian keluar dulu sebenarnya."
"Tapi tadi ...." Dzefa tak melanjutkan ucapannya. Bagaimana mungkin dia bilang kalau seharian ini dia mengawasi Zara di rumah. "Kalau kau tak pergi kemanamana, lalu siapa yang menghabiskan uangku ini tadi?"
"Oh itu. Hmm sebenarnya tadi aku dan Shima belanja online. Aku bayar pakai akunmu. Maaf aku kalap membeli banyak hal tadi dengan Shima!" Zara masih menunduk takut Dzefa marah.
'Ternyata belanja online!'
"Kau kesini dengan siapa?" tanya Dzefa lagi.
"Tadi aku di antar Shima kesini. Eh iya aku bawa camilan untukmu. Tadi sebelum kesini aku mampir ke toko Shima. Ayo makan bersama!" Zara mendekati Dzefa dan menarik tangannya.
.
.
Kening Dzefa mengkerut melihat donat di depannya. Bukan karena bentuknya warna warni. Tapi karena di atasnya ada tulisan 'Suami Mauzara ayo makan kami!'.
"Kau yang tulis ini?"
Zara mengangguk, "suka gak?"
"Aku tak suka makanan manis!" ucap Dzefa.
Berharap Dzefa akan suka, tapi sepertinya dia tak melakukan hal benar. Zara kecewa.
"Aku bagikan ke Azriel dan staf lain saja kalau begitu!"
"Hey!" Dzefa memegang tangan Zara yang hendak menutup kembali kotak donat. "Aku bilang tak suka, tapi aku tak bilang aku tak mau makan kan?"
Zara blur!
"Aku akan makan!" Dzefa mengambil salah satu donat dan mulai makan dengan lahap di depan Zara.
"Enak gak?"
"Terlalu manis!" jawab Dzefa sambil terus menatap Zara.
"Masa sih? Sini aku coba!" Zara memakan donat dari tangan Dzefa. "Manisnya pas kok!" tanpa sadar Zara menjilat toping yang menempel di jari Dzefa. "Enak, aku mau lagi!"
Dia mengambil sendiri donat di kotak.
Di sisi lain Dzefa hanya memperhatikan tingkah Zara. Lucu!
***
Bersambung.