Hari yang ditunggu-tunggu oleh dua keluarga besar Virendra dan juga Adyhasta akhirnya terjadi juga.
Hari ini, sepasang anak muda dari 2 keluarga ini akan mengikat hubungan mereka dengan sepasang cincin berlian berwarna putih. Tidak hanya itu saja, Vian memberi calon tunangannya itu sepasang cincin dan kalung yang sangat indah. Kalung elegan dengan desain simple tapi sangat cocok di leher Breina, sedagkan cincin berlian menemani cincin pertunangan yang juga dari pria itu.
Lalu sebuah kalung dengan liontin rubah dengan warna senada juga menghiasi leher jenjang milik Briena. Sungguh menambah pesona seorang Kaleriena malam ini yang dibalut gaun berwarna putih dengan potongan menyerupai sayap di punggungnya. Gaun ini di desain langsung oleh perancang dunia Dinaryan yang notabenya adalah kakak dari sahabat sang mempelai pria.
Kaki jenjang milik Briena juga beralaskan higheels dengan jutaan berlian putih hampir menutupi seluruh pola higheels rancangan Louboutin itu.
Acara pertunangan mereka di lakukan di pinggir tebing kuta Bali. Dengan hamparan lautan sebagai penyejuk mata serta jutaan bintang yang menghiasi malamnya hari Sabtu di bulan Juni ini.
Briena melangkah dengan anggun melewati puluhan meja yang sudah berisi ratusan tamu baik dari keluarga Virendra maupun Adhyasta. Sesekali tersenyum manis saat ada orang yang menyapanya, berusaha membuat ekspresinya bertahan hingga pesta ini usai.
Langkah kaki itu kini mengarah pada meja khusus mempelai yang didesain berbeda dari yang lain. Menghampiri sang pria yang di balut setelan tuxedo berwarna hi tam dan putih yang menambah kesan maskulin Vian. Disamping kanan dan kiri nya orang tua mereka juga sudah duduk rapi menyambut kedatangan perempuan itu.
Vian langsung berdiri mengulurkan tangannya begitu Briena mulai mendekat. Perempuan itu sangat cantik dengan balutan gaun putih yang melekat pas di tubuh proporsional miliknya. Kedua pasang mata milik mereka bersitatap seolah-oleh meneliti penampilan masing-masing pada malam ini.
Detik itu, di dalam sebuah drama ataupun novel romance. Si tokoh utama pasti akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis itu. Pada mata coklatnya yang tajam. Pada bibirnya yang begitu mengoda. Pada lekukan tubuhnya yang sempurna. Pada kecantikan wajahnya yang sangat sempurna.
Tapi di dunia nyata, realitanya kalimat panjang lebar seperti itu tidak pernah tercipta. Terutama dalam dunia Kalvian, dimana jatuh cinta adalah hal tak rasional dan tidak pernah ada di dalam agenda hidupnya.
"Kau cantik," ujar Vian begitu tangan Briena menyambut uluran tangannya. Lalu setelahnya pria itu terkekeh pelan karena balasan dari Briena hanyalah berupa dengusan.
"Vian benar. Kau sangat cantik Briena, mama bersyukur bisa memiliki calon menantu sepertimu," ujar Mamanya Vian tersenyum ke arah menantunya itu.
"Aku yang lebih beruntung Ma, bisa memiliki calon istri secantik Briena," kekeh Vian membuat semua orang yang ada di meja itu tertawa. Kecuali Briena yang justru memandang kesal pada pria itu. Dia benar-benar tidak suka dengan lelucon Vian barusan.
"Berhenti membuat lelucon yang sama sekali tidak lucu, Vian," bisik Briena pelan supaya hanya Vianlah yang bisa mendengar omelannya barusan.
"Kenapa? Aku berkata jujur saat ku bilang kalau kau sangat cantik. Apa sebelumnya tidak ada yang memujimu seperti itu?" sahut Vian balas berbisik.
"Sial. Kau fikir ada moment saat seorang Kalebriena diacuhkan," maki Briena pelan.
"Mungkin saja ada. Saat kita sudah berada didalam satu rumah," balas Vian membuat Briena mengumpat untuk yang kesekian kalinya.
"Kau tenang saja, moment itu juga akan ku bagi denganmu," balas Briena tenang, membuat Vian terkekeh sebentar.
"Aku menunggu moment itu," ejek Vian lalu meminum segelas anggur di tangannya.
"Semuanya, maaf mengganggu. Tapi aku ingin menikmati waktuku malam ini bersama tunangannku," ucap Vian kemudian, menatap semua anggota keluarganya meminta persetujuan. Begitu mendapat senyum dan anggukan dari semuanya, Vian lalu menarik tangan Briena dan mengajak perempuan itu pergi menjauh.
"Apa maksudmu tadi, hah?? Heuh. 'Menikmati waktu bersama tunanganku'. Kalimat konyol macam apa itu," cibir Briena begitu mereka tiba di sebuah tebing yang sepi. Hanya ada mereka berdua di tebing itu.
"Setidaknya kalimat itu bisa menyelamatkan kita dari suasana membosankan seperti tadi," sahut Vian lalu duduk di salah satu batu besar yang terletak cukup jauh dari bibir tebing.
"Well. Benar juga, tapi kenapa kau mengajakku kesini?" ujar Briena ikut duduk di batu besar tepat di samping Vian.
"Kenapa kekasihmu tidak datang?" tanya Vian tanpa menjawab pertanyaan Briena sebelumnya.
"Dia sibuk. Lagipula pesta ini tidak terlalu penting hingga dia harus meluangkan waktunya untuk datang ke pesta ini ... dan aku setuju dengan keputusannya itu,"sahut Briena tak acuh.
"Oh, ya. Kalau begitu sama seperti Kea. Dia lebih memilih untuk melakukan pemotretan di Hongkong daripada melihat kekasihnya tunangan," ujar Vian sarkatis.
"Desperate, huh?"
"Kata itu tidak ada di dalam kamus hidupku, Bi."
Setelahnya hanya suara ombak yang memecah keheningan di antara mereka berdua. Mereka hanya diam sembari memandang lautan lepas yang membentang dihadapan mereka. Menikmati keindangan malam ini, suasanya yang sangat jarang mereka dapatkan di Jakarta. Tenang. Damai. Keheningan yang jarang terjadi kalau mereka dalam satu moment.
"Menurutmu, apa yang akan berubah setelah kita menikah nanti?" tanya Briena memecah keheningan yang sebelumnya tercipta.
"Tidak ada yang berubah. Baik itu tentangmu ataupun tentangku. Memang apa yang harapkan?" sahut Vian menoleh ke arah Briena.
"Entahlah. Aku juga berharap yang seperti itu. Tapi ku rasa sebesar apapun kita berusaha. Perubahan itu akan selalu ada, walaupun perubahan yang kecil ... dan aku tidak suka itu," ucap Briena tanpa menoleh kearah Vian.
"Heh, ku kira di dunia ini tidak ada yang kau takuti," dengus Vian.
"Perubahan itu menakutkan."
"Maksudmu, kau takut kalau dengan keberadaanku di sampingmu, akan mengubah peraturan yang kau buat sendiri dalam hidupmu?"
"Kau tidak akan berpengaruh apapun," dengus Briena jengkel, membuat Vian terkekeh senang.
Suasana kembali hening lagi. Namun tidak lama lantaran suara dering ponsel Vian di saku jasnya berbuyi nyaring menandakan adanya panggilan masuk.
"Halo," sapa Vian pada si penelpon.
"..."
"Kau seharusnya datang dan melihat sendiri betapa gagahnya aku saat memakaikan cincin di jari manis Briena tadi," ujar Vian melirik Briena sebentar saat mendengar dengusan tak suka dari bibir gadis itu.
"....."
"Kau mau kemana?" tanya Vian pada Briena saat melihat perempuan itu beranjak berdiri.
"Kau fikir aku mau menjadi orang tolol yang menungguimu pacaran di telepon. Aku juga ingin menelpon kekasihku," ketus Briena melepas cengkraman tangan Vian lantas berlalu pergi."
Vian terkekeh pelan. "Ya, Key. Kau tadi bicara apa?" tanya Vian pada Kea, begitu fokusnya kembali pada ponsel di tangannya setelah sempat terinterupsi tadi.
*****
"Ck, menyebalkan sekali. Kenapa sebelumya aku setuju saat Ares lebih memilih meeting dengan kliennya daripada datang ke sini?" omel Briena merutuki keputusan Ares yang tidak datang ke pesta pertunangannya dengan Vian. Langkah kakinya menapaki jalan menuju pesta pertunangannya di gelar. Ternyata cukup jauh juga mereka melangkahkan kakinya tadi.
"Briena!" panggil suara di depannya.
Briena melihat pria yang memanggilnya itu, lantas berjalan mendekatinya. "Hei, Destin! Kau datang dengan siapa?" sapanya pada teman SMAnya itu.
"Dengan teman-teman SMA yang lain," sahut pria bernama Destin itu tersenyum.
"Oh, ya sudah. Nikmati pestanya. Aku ke sana dulu," ujar Briena lalu menginggalkan Destin. Pria itu hanya berdiri diam memandang teman SMAnya itu.
"Hei, Destin! Long time no see," sapa sebuah suara di belakangnya.
"Hai. Kalvian!" sahut Destin setelah berbalik dan dapat melihat dengan jelas siapa orang yang menyapanya barusan.
"Kau datang dengan siapa?" tanya Vian pada teman SMAnya itu.
"Ck. Kau menanyakan hal yang sama persis sepeti yang dilontarkan Briena tadi," cibir Destin.
"Kau sudah bertemu dengan Briena?"
"Begitulah," Destin mengangkat bahunya tak acuh. "Ck. Aku tidak menyangka kalau ini pesta pertunangan kalian. Ku fikir kalian tidak akan pernah bersama lagi."
"Aku fikir juga begitu," gumam Vian pelan. "Hanya saja sulit bagiku menentang pernikahan bisnis ini. Sekalipun itu harus melibatkan seseorang di masalaluku, aku tidak bisa menolaknya. Lagipula sejauh ini kita berusaha untuk tidak saling mengenal dan tidak perduli dengan masalalu. Bagi kita, pertemuan pertama kita, ya saat di café setelah kita di sahkan dalam ikatan perjodohan oleh keluarga kita. Kita tidak mungkin melanggar pernikahan bisnis keluarga kami," lanjut pria itu terkesan dingin.
"Ya sudah, aku pergi dulu," pamit Destin begitu melihat Briena berjalan menghampiri mereka berdua. Vian hanya mengangguk sekilas mengiyakan.
"Apa yang kau bicarakan dengan Destin barusan?" " tanya Briena begitu tiba di hadapan pria itu.
"Masalalu kita," sahut Vian tenang. Menelisik perubahan di wajah Briena dan Vian tersenyum sinis begitu wajah Briena sedikit berubah. Walaupun setelahnya kembali tenang tapi Vian sempat menangkap perubahan kecil itu.
"Pantas saja kau sedikit terpengaruh. Kau mar-"
"Kita sama-sama terpengaruh Briena," sela Vian begitu dingin. "Dan kita juga sama-sama tahu, apa konsekuensi yang kita hadapi karena masalalu kita," lanjut pria itu sebelum pergi meninggalkan Briena yang diam mematung. Tertohok dengan kalimat Vian barusan.
"Bullsyitt, Vian. Kita tidak akan pernah terpengaruh dengan hubungan kita di masa lalu," bisik Briena pada angin lalu, memandang kepergian Vian dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak.
NOTE :
Dari Penulis:
Terima kasih ya, teman-teman pembaca yang baik... sudah mampir membaca novel saya sampai sejauh ini. Novel ini akan segera di kunci. Jadi untuk bab 22 dan seterusnya, bab akan dikunci.
Untuk yang bertanya-tanya, kenapa mesti digembok sih?
Novel yang bagus memang dikontrak oleh Webnovel untuk memberikan income atau penghasilan kepada penulis agar bersemangat menulis karya-karya yang bisa menghibur pembaca. Sayang kan, kalau novel lagi seru-serunya harus berhenti di tengah jalan karena author harus memprioritaskan pekerjaan utamanya atau kesibukan lain yang mendatangkan uang untuk mereka bisa beli beras atau memenuhi kebutuhan hidup? Gimana kalau authornya sakit? Siapa yang bayar biaya berobatnya kalau author tidak mendapat penghasilan?
Sebagai perbandingan saja, untuk menulis 1 bab, rata-rata author perlu waktu dua jam. Kalau misalnya novel 400 bab, berarti butuh waktu 800 jam alias 100 hari alias 3, 5 bulan (kalau kerja full time utk menulis). Kalau hanya menulisnya 2 jam sehari (karena author harus mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan lain) maka author bisa perlu waktu 400 hari alias 1 tahun 2 bulan untuk menuliskan 400 bab tersebut.
Setiap bab rata-rata dihargai sekitar 1500 rupiah tapi utk Indonesia (karena penghasilan penduduk kita ini masih rendah) harga bab novel di Webnovel selalu didiskon 60% menjadi hanya 500 rupiah saja.
Kebayang dong, pembaca hanya menghargai kerja keras sang author selama 2 jam itu hanya dengan 500 rupiah saja per babnya, rasanya nilainya masih amat sangat kecil utk kerja keras mereka berpikir dan merancang cerita menarik yang membuat para pembaca terhibur. Apalagi nilai 500 rupiah itu diambil 30% oleh Google sebagai penyedia aplikasi di Playstore, 35% diambil Webnovel sebagai platform, dan tersisa hanya 35% lagi atau sekitar Rp 175 per bab untuk author.
Bisa diingat: 90% pembaca di Webnovel sebenarnya saat ini TIDAK membayar karena mereka membuka bab berkunci dengan voucher buku yang gratis yang disediakan webnovel dengan mengerjakan tugas harian, Voucher buku/fast pass TIDAK menjadi penghasilan untuk author.
Plus: 25% novelnya itu dibuka gratis untuk pembaca, tidak dikunci... supaya pembaca bisa mencicipi ceritanya bagus atau tidak, layak atau tidak untuk 'dibeli' (walaupun pembaca yang bayar hanya 10% saja). Ini sama seperti orang mau beli makanan, boleh tester dulu sebelum membeli. Malah untuk novel di sini lebih bagus, dikasi tester cukup banyak, seperti novel saya sampai 100 bab lho testernya.
Kebayang kan, kalau beli buku cetak, kita hanya bisa lihat sedikit halamannya untuk baca-baca karena di toko buku tidak disediakan kursi untuk baca, kita harus cicip baca sambil berdiri pegal-pegal (malah banyak buku yang disampul plastik biar nggak bisa dibuka kan?). Beli buku di Google Books juga hanya dikasi tester 1-2 bab saja, tidak ada yang sampai puluhan bab. Malahan kalo di restoran kita malah nggak boleh tester sama sekali. Mau nyicip ya harus beli makanannya dan bayar.
Nah, bagaimana cara pembaca membayar untuk membuka bab? Saat ini pembaca bisa berlangganan keanggotaan/membership dengan harga 54rb (utk bulan pertama) dan 72rb per bulan untuk mendapatkan koin sebanyak 250 sekaligus dan bonus 150 koin yang bisa diklaim harian (sebanyak 5 koin per hari). Itu harganya sekitar dua ribu rupiah per hari atau setara dengan sebungkus Indomie, tapi dengan 400 koin itu pembaca bisa membuka 200 bab (karena rata-rata bab novel di Webnovel diskon hingga 60% menjadi hanya 2 koin saja). Ditambah bonus 3 voucher buku sehari yang bisa diklaim menjadi 90 voucher buku sebulan untuk membuka 90 bab lagi.
Total dalam sebulan, dengan membayar senilai satu indomie sehari, pembaca bisa membaca 290 bab sebulan alias 9-10 bab sehari. Rasanya banyak banget ya...
Nah, untuk pembaca yang memang tidak mampu untuk membeli koin, tidak apa-apa, karena tersedia 3 voucher buku sehari/fast pass yang bisa digunakan untuk membuka 3 bab sehari dari novel kesayangan kita. Tinggal check in setiap hari dan klaim voucher bukunya, lalu pilih batu kuasa (vote power stone) dan pilih batu energy (vote spirit stone) nanti akan dapat masing2 satu voucher buku lagi. Tapi mohon maaf, karena memang diberikan secara gratis, voucher buku ini jumlahnya terbatas. Hanya dapat tiga sehari dan bisa digunakan untuk membuka tiga bab dari novelNot a Classic Wedding (atau novel lain) setiap hari.
Untuk yang suka baca maraton, mau tidak mau memang harus beli koin supaya bisa membaca langsung banyak. Tapi mau bagaimana lagi, kalau memang tidak bisa atau tidak mau beli koin, ya kita bersabar saja dan baca santai tiga bab sehari juga nggak apa-apa, kan?
Untuk pembaca yang mampu membeli koin, memang tidak semuanya mau beli, saya mengerti, soalnya temen saya aja nih, seorang bos di perusahaan nasional sampai sekarang males beli koin karena ada voucher buku yang gratis. "Padahal uang segitu kecil buat saya, Vin. Tapi ya... males aja beli, kecuali untuk kasi gift ke author-nya"
wkwkwkwk...
Sebenarnya, kalau pembaca yang mampu ini pada bersedia membeli koin untuk mendukung penulis, kita akan bahagia banget, lho. Kalau nggak, kita juga senang kalau didukung dengan bentuk lainnya. Kita sebagai penulis selalu sangat bahagia kalau pembaca memberikan dukungan kepada novel ini dengan membuka babnya, baik koin berbayar ataupun dengan voucher buku nggak apa-apa, karena setiap orang kan kondisinya beda-beda.
Dukungan setiap pembaca kan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap komentar, setiap masukan (sering tuh ada yang bantu kasi tahu bahwa ada typo misalnya), setiap ulasan/review selalu membuat kami tersenyum senang di penghujung hari saat membacanya dan bersiap-siap menuliskan bab baru. Apalagi kalau lihat notifikasi ada kiriman gift dari pembaca... whaaa... hahaha, seneng banget! (soalnya gift tidak dibagi dua dengan Webnovel #ahem)
Nah... semoga penjelasan saya bisa membuat pembaca mengerti, kenapa cerita-cerita di Webnovel dikunci dan mengapa Webnovel memberikan hanya 3 voucher buku gratis dan menjual koin untuk membuka bab berkunci.
Salam sayang,
Seinseinaa
Hayo, nah lhoo! siapa pelakunya? coba tebak?
hahahaha.
Makasih kalian semua sudah dukung cerita ini. Maaf jarang menyapa kalian, tapi plis dukung anak-anak saya ya.
Please, give me a power stone .
Jangan lupa juga kasih bintang dan review cerita saya yang lain, supaya anak-anak saya terkenal dan banyak yang baca.
Semoga Mas Vian dan Mbak Briena bisa naik rangking. Dukung mereka dengan memberi komen, like, atau power stone.
Thank you semua, ayam flu(๑♡⌓♡๑)
PYE! PYE!