Bibirnya dengan lembut mendarat di bibir Sandra. Entah kenapa seluruh tubuh gadis itu seperti disetrum listrik. Tubuhnya tidak berada di bawah kendalinya sendiri, dan sepenuhnya dikendalikan oleh Nico, bergerak mengikuti ritmenya.
Sandra ketakutan di dalam pelukan Nico. Sementara pria itu mencoba membuka kancingnya satu per satu. Sandra tahu bahwa setelah ini... tidak ada jalan untuk kembali. Dia dengan gugup menghentikan gerakan tangan Nico.
"Kenapa, kamu tidak mau? Ada masalah?" Nico bertanya dengan lembut.
"Aku ... tidak."
Gadis itu ragu-ragu sejenak. Namun ia melepaskan tangan Nico dan setuju untuk melanjutkan. Tetapi melihat keraguan dalam diri Sandra, Nico mengurungkan niatnya. Ia lalu menjatuhkan tubuhnya di sebelah Sandra dan hanya memeluknya dengan erat. Dagunya mengusap kepala Sandra dengan lembut.
"Kenapa berhenti..." Sandra mendongak, menatap wajah pria itu dengan heran. Apakah dia marah?
"Gadis polos. Besok kamu ada kelas bukan? Tidurlah." Tangan Nico dengan ringan menyentuh kepala Sandra, jari jemarinya membelai rambut gadis itu.
Bagaimanapun juga Nico dia tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak diinginkan gadis itu. Meskipun cahaya kamar begitu redup, namun Nico sempat melihat jelas wajah Sandra yang sedikit ketakutan. Bagaimana dia bisa memaksanya?
Sandra berbaring dengan patuh di pelukan pria itu, seperti kucing kecil, dia tidak berani bergerak.. Siapa sangka bahwa saat ini dia akan berbaring di pelukan seorang pria yang baru masuk ke dalam kehidupannya beberapa hari yang lalu? Terlebih lagi, pria itu sangat misterius sampai Sandra tidak bisa memahaminya.
Mereka biasanya tidak terlalu banyak berbicara bersama. Sandra selalu berinisiatif untuk mengajak berbicara lebih dulu. Pria ini sangat sombong, terutama saat pertama kali mereka bertemu pun. Ia masih tidak menyangka akan meringkuk dalam pelukannya. Bukan hanya sikap pria ini yang mengusik pikiran Sandra, tetapi juga masalah perbedaan usia antara keduanya. Dua belas tahun. Perbedaan usia diantara keduanya terbilang cukup jauh. Nico adalah pria dewasa yang telah memiliki lebih banyak pengalaman hidup. Sementara Sandra hanya seorang gadis yang belum genap berusia delapan belas tahun. Dengan pria seperti itu, Sandra tidak yakin dia bisa mengendalikannya dengan baik. Tetapi dia sudah membuat pilihan. Saat ini yang harus dilakukan hanyalah percaya pada Nico. Semoga Sandra tidak salah dalam memilih.
Sandra menutup matanya. Dia tetap tidak bergerak dalam pelukan Nico, berpikir bahwa dia tidak terbiasa tidur dengannya. Tapi tanpa diduga, gadis itu tertidur pulas. Bahkan lebih nyenyak dari biasanya. Membuatnya bangun terlambat...
Jika bukan karena telepon dari Leo, Sandra pasti masih terbuai dalam mimpi indah dan masih meringkuk di pelukan Nico. Dengan wajah mengantuk, ia mengusap matanya dan menjawab telepon.
"Hei...Leo."
"Sandra, jangan bilang kamu baru bangun. Kamu akan terlambat. Aku akan menunggumu di luar seperti biasa Cepatlah…"
Ya, seperti biasa, Leo masih datang menjemput Sandra. Duduk di atas sepedanya, dan membawa bungkusan berisi sarapan di tangannya. Tidak ada seorangpun yang bisa menghentikannya untuk mendapatkan momen indah pergi ke sekolah bersama Sandra.
Sebelum Sandra sempat menjawab, Nico dengan tiba-tiba menyita ponselnya dan menutup panggilan itu. Ia kemudian melempar ponsel Sandra dengan kasar. Kemana perginya lelaki lembut dan penuh kasih sayang semalam?
Darah Sandra mendidih. Apa masalah pria itu? Pagi-pagi sudah bersikap tidak rasional! Seenaknya membuang ponselnya dengan kesal. Apa yang membuatnya begitu marah? Pikir Sandra.
"Kamu kenapa sih?!" Sandra cemberut. Ia mendorong Nico dengan kesal. Baru saja dia menaruh kepercayaan penuh kepada pria ini, tapi ketika menunjukkan perilaku seenaknya seperti ini, hati Sandra menjadi ragu akan pilihannya. Tapi tunggu dulu... Apa jangan-jangan Nico sedang cemburu?
Dahi Nico berkerut. Kenapa? Pacarnya sedang menelpon pria lain di depannya, bagaimana ia tidak marah? Baiklah mungkin dirinya memang sedikit berlebihan. Sepertinya Sandra membenci perilakunya yang sering terbawa emosi tiba-tiba.
Melihat Sandra bangun dari tempat tidur dengan kesal, ia segera meraih pinggang gadis itu dari belakang, dan memeluknya.
"Kenapa? marah?" Kata Nico dengan lembut di telinga Sandra.
Gadis itu sebenarnya tidak terlalu marah. Dia juga bukan orang bodoh. Dia sudah yakin bahwa pacarnya hanya sedang cemburu terhadap Leo. Memang Sandra paham bahwa kedekatannya dengan Leo memang bukan seperti teman biasa. Walaupun di mata Sandra jelas sekali bahwa Leo hanyalah sahabat, bahkan seperti saudara laki-lakinya. Tapi kalau dipikir-pikir, jika benar Nico cemburu...justru ini adalah hal yang baik bukan? Itu artinya Sandra memang sangat penting baginya.
"Tentu saja marah. Kamu seenaknya melempar ponselku begitu!" geram Sandra, namun ia tidak menghindar dari pelukan Nico.
Apa dirinya sudah keterlaluan? Sejak kecil, Nico bebas melakukan apapun sesukanya. Sama sekali tidak peduli dengan perasaan siapa pun. Dia bebas mempermainkan perasaan orang sesukanya. Lagipula tidak ada seorang pun yang akan berani memarahi atau menegurnya. Tapi sepertinya aturan itu tidak berlaku dalam hubungannya dengan Sandra. Di hadapan gadis ini, dia tidak lagi Presiden East Group yang begitu ditakuti dan dihormati. Dia hanya pria biasa yang sedang jatuh cinta.
"Oke aku minta maaf", Nico pun mengalah. Dia bersumpah, dalam hidup ini, belum pernah dia menundukkan kepalanya kepada siapapun. Ini pasti pertama kalinya dalam hidupnya. Gadis ini benar-benar berhasil menaklukkan dirinya.
Sandra sedikit terkejut mendengar permintaan maaf itu. Sepertinya ini pertama kali ia mendengar kata maaf keluar dari mulut pria itu. Ia tahu betapa sulitnya membuat bosnya yang sombong meminta maaf.
"Ya. Jangan kamu ulangi"
Nico menghela nafas lega, dan menatap pipi gadis kecil itu dengan penuh kasih sayang. Ia mengarahkan wajah Sandra ke dekatnya, mencoba merapatkan bibirnya ke bibir gadis itu. Tapi dengan cepat, Sandra melarikan diri dari pelukan Nico dan berlari keluar pintu: "Aku sudah terlambat!"
Status Sandra saat ini berubah dari pelayan menjadi kekasih. Dia bebas menolak permintaan Nico, bahkan bisa marah padanya. Tentu saja dirinya merasa senang... tapi disisi lain ia juga khawatir. Tiba-tiba Sandra berpikir, jika dia sudah tidak menjadi pelayannya, apakah dia masih bisa mendapatkan gaji? Bagaimana cara melunasi perusahaan ayah dia tidak lagi mendapatkan uang?
Dalam sekejap, Sandra tidak berani sombong. Ia masih harus menyiapkan makanan dan membuatkan teh untuk Nico. Tidak boleh membiarkan kesempatan untuk mendapatkan uang menjadi hilang.
"Mengapa kamu mengganti sepatumu?" Sandra yang tersadar dari lamunannya dan sedang mengganti sepatu, menemukan Nico yang duduk di sampingnya.
"Mengantarmu ke sekolah" katanya dengan nada santai. Seakan-akan itu adalah hal yang biasa ia lakukan.
"Hah? Untuk apa? Sudahlah, kamu kembali tidur saja"
Sandra memikirkan masalah yang mungkin terjadi jika dirinya terlihat bersama dengan Nico lagi. Apalagi Leo sedang menunggunya di bawah. Selain itu, kunjungan Nico ke sekolah kemarin sore telah menimbulkan sensasi. Tentu saja ia khawatir jika dia mengantarnya ke sekolah hari ini, rumor akan tersebar ke mana-mana. Jika seorang pria terlihat mengantarnya di pagi hari begini, bukankah ini memberitahu semua orang bahwa dia sedang tinggal dengan seorang pria?
Mengetahui adanya penolakan dari pacarnya, Nico mengerutkan dahinya. Dia memeluk gadis itu dan menatapnya dengan sangat serius: "Ingat, mulai sekarang, hanya aku yang bisa mengantarmu ke sekolah dan menjemputmu dari sekolah. Jika ada lelaki lain berani melangkah mendekatimu, akan ku buat mereka menyesal telah terlahir ke dunia ini "