webnovel

Naura, Tawanan Sang Psychopath

21+ Naura, gadis berumur 21 tahun yang harus menjadi tawanan seorang pria bernama Delice. Delice adalah seorang psychopath gila, yang menggunakan segala macam cara untuk membuat Naura berada di sisinya. Rasa cinta Delice untuk Naura, sudah berubah menjadi obsesi yang membuat kehidupan Naura di penuhi duka. Delice selalu menemui Naura dan terus memaksa Naura untuk menuruti keinginannya. Delice akan menggunakan orang lain untuk mengancam Naura jika Naura menolaknya. Lambat laun, Naura yang sudah terbiasa dengan kehadiran Delice, merasa kehilangan saat Delice melepaskannya ke dunia bebas tanpa syarat. "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Aku tidak akan memiliki kebaikan lagi lain kali!"

Sabrina_Angelitta · วัยรุ่น
Not enough ratings
430 Chs

3. Delice Menggila

Suara-suara yang keluar dari bibir Rehanna dan nafas berat Delice, sangat membuat Naura jijik dan muak. Adegan 21+ yang tidak seharusnya di perlihatkan secara live, tapi Delice dengan sengaja bermain liar di atas ranjang dan Naura harus melihat semua itu.

Setelah Delice merasa puas, Delice mengambil ikat pinggang yang ada di atas lantai. Delice mulai menggulung ikat pinggang itu di tangannya.

ARRRHHHHHHH... AAAARRRRHHHHHHHH...

Delice mencambuk tubuh Rehann yang telanjang bulat, dengan ikat pinggang yang baru saja ada di tanganya. Naura gemetaran dengan sangat hebat, melihat kekejam Delice di depan matanya.

"Tuhan... Kuatkan aku!" batin Naura.

Setelah puas, Delice mengusir Rehanna pergi seperti sebuah pakain yang baru saja di pakai, lalu di buang tanpa ada sebuah harga setelah kotor.

"Kamu takut, sayang?" tanya Delice pada Naura yang sudah tidak bisa mengontrol ketakutannya.

"Aku tidak akan memperlakukanmu dengan buruk, asal kau tidak membantahku, bagaimana?" tawar Delice.

Delice melepaskan ikatan tangan dan juga penutup bibir Naura. Delice menggendong Naura, seperti kekejaman Delice yang baru di saksikan olehnya seperti sebuah mimpi buruk yang sudah berlalu.

Delice memperlakukan Naura seperti seorang putri ataupun harta yang sangat berharga untuknya. Setelah menggendong Naura masuk ke dalam kamar pribadinya, Delice mengambil kotak obat untuk mengobati kulit Naura yang tergores ataupun memar.

"Apa sangat sakit?" tanya Delice setelah melihat tangan Naura yang membiru. Naura hanya menggeleng, tidak berani mengeluarkan suara tanpa perintah dari Delice.

"Bicaralah! Kalau aku sedang baik, kau boleh bicara apapun. Tapi, kalau aku sedang tidak bisa di ajak bicara, kabur kemanapun kau bisa," ujar Delice.

Naura mendelik mendengar apa yang Delice jelaskan. Seolah-olah, sangat bahaya berada di sisinya. Naura yang seorang pianis, tidak ingin jari-jarinya terluka tapi semuanya sudah terlambat.

Delice seperti memiliki kepribadian ganda. Setelah mengobati luka lama, Delice menciptkan luka baru.

"Uhhhhhh..." rintih Naura setelah Delice menginjak jari-jarinya.

"Apa aku memiliki kesalahan?" tanya Nuara dengan suara yang menahan rasa sakit.

"Bukankah jarimu pernah menyentuh pria lain? Aku tidak suka itu!" jawab Delice. Injakan Delice semakin lama semakin sakit. Jari Naura terasa kebas, mati rasa.

"Mohonlah padaku, kalau kau tidak ingin kehilangan jarimu!" pinta Delice penuh penekanan.

"Tuan Delice, aku mohon! Lepaskan aku! Ampuni aku!" Naura tidak memiliki pilihan lain, selain memohon belas kasihan dari Delice.

"Katakan kalau kau tidak akan meninggalkanku untuk selamanya! Bisakah kau berjanji padaku?" tubuh Naura yang sudah tergeletak di atas lantai, dengan jari yang terinjak, belum lagi rahang yang hampir retak akibat di cengkram sangat kuat.

"Aku... ku berjanji!"

"Sungguh?" mata Delice berbinar-binar, setelah mendengar Naura, berjanji padanya.

"Sung... Sungguh!" jawab Naura terbata-bata.

"Duduklah di sini dan jangan pergi! Aku akan membersihkan tubuhku!" lagi-lagi, Delice mengikat tangan Naura pada sisi ranjang. Delice juga, menutup rapat mata Naura.

"Tuan, aku takut gelap! Bisakah jangan menutup mataku?" ucap Naura dengan memohon karena dirinya benar-benar takut dengan gelap.

"Tidak!" jawab Delice.

Dari pendengaran Naura, Delice sudah berjalan jauh ke arah kamar mandi. Naura hanya bisa menangisi takdirnya yang sangat pilu. Jika bukan demi Adiknya, Naura sudah pergi jauh dan tidak akan kembali lagi di Negaranya.

"Hiks... Hiks... Hiks... Apa yang akan Delice lakukan padaku setelah ini? Apa aku masih bisa melihat matahari, besok?" batin Naura.

Naura bisa mengatur kembali mentalnya yang down berat. Bagaimana mungkin tidak down, wanita yang belum pernah berhubungan dengan seorang pria melebihi sebatas kencan, harus melihat Delice bermain ranjang dengan Rehanna.

Permainan Delice, tidak lembut seperti yang Naura pikirkan. Sangat kasar, bahkan saat Rehanna tidak memuaskannya dengan sempurna, Delice mencabuk Rehanna dengan ikat pinggangnya.

Jeritan dan adegan dewasa, juga kekerasan, harus di saksikan oleh Naura secara live. Naura tidak mengerti jalan pikiran Delice. Ataukah kehidupan seorang psychopath seperti itu?

Setelah mental Naura kembali, setidaknya tidak gemetaran lagi, sepasang tangan menyentuh kedua pipinya.

"Siapa kamu?" teriak Naura sembari meronta-ronta.

"Ini aku, sayang!" bisik delice.

Mental yang sudah di tata sangat rapi, gagal dan hancur begitu saja setelah mendengar suara Delice. Hal yang membuat Naura semakin takut adalah matanya yang di tutup sehingga tidak bisa mengetahui apa yang akan di lakukan Delice padanya.

"Kenapa diam? Kau takut aku membunuhmu?" tanya Delice.

"Tidak!" jawab Naura dengan cepat.

"Aku akan mengajarimu cara berciuman. Kau akan menjadi istriku yang akan melayaniku, dan aku tidak suka kalau di layani dengan wanita yang tidak bisa memuaskanku!" ucap Delice, sembari tangannya mengelus-ngelus bibir Naura.

"Apa? Istri?" pekik Naura.

"Bukankah kau sudah berjanji tidak akan meninggalkanku? Itu artinya, kau siap menikah denganku," Delice menggores pelipis wajah Naura dengan sebilah pisau kecil namun sangat tajam. Pisau yang siap untuk melepaskan kulit Naura dari tubuhnya.

"Awwwwhhhhhhh..." rintih Naura

"Aku hanya akan menggoresnya sedikit. Aku tidak suka kau terlalu cantik dan mengundang pria lain menyukaimu!" bisik Delice.

Delice menjilat luka Naura yang meneteskan darah. Setelah menjilatnya, luka itu terasa dingin seperti di beri obat oles.

"Naura, kenapa kau begitu menggodaku dengan pose seperti seorang tawanan seperti ini? Kalau aku tidak menikmatimu, aku tidak akan tenang," Delice merasa kesal dengan dirinya sendiri karena harus tertarik pada gadis yang tidak akan bisa memuaskannya.

Delice mulai mencium bibir Naura, lalu menggigitnya karena rasa gemas, membuat Delice ingin melakukan lebih. Tangan Naura mengepal, merasakan sensasi yang tidak pernah di rasakannya. Gejolak tubuhnya menagih sesuatu, ketika Delice mulai menciumi lehernya.

"Kau harus bersyukur karena aku tidak akan menyentuh wanita yang tidak ingin. Aku lebih suka, dengan wanita yang datang sendiri padaku."

Delice membuka penutup mata Naura. Mata Naura yang berwarna hijau muda, menatap Delice yang ada di depan matanya.

Naura berfikir kebaikan Delice telah pulih karena melepaskan ikatan yang menyiksanya, tapi semua itu seperti kejutan yang menghentakkan kaki.

"Tuan, ampun! Ampuni aku, Tuan!" mohonnya

Delice mengubah cara mengikatnya. Menyeret tubuh Naura hingga terjatuh ke atas lantai. Lengannya di selipkan di bawah penyangga ranjang, lalu di ikat dengan kuat

"Malam ini, kau tidur di lantai!"

"Aaaaaaarrrrrrhhhhhhhhhh..." pekik Naura.

Lengannya terasa pedih, sakit, mati rasa, bukan hanya memar, tapi tulang-tulangnya terasa seperti remuk saat tangan yang di ikat di bawah peyangga ranjang, sedangkan Delice naik ke atas ranjang, menambahkan beban berat yang siap membuat lengan Naura meledak.

Kesadaran Naura mulai menghilang. Delice melihat Naura yang sudah tergeletak di atas lantai, datang menghampirinya.

Bagi delice, melihat luka yang seperti itu adalah hal biasa. Delice memindahkan tubuh Naura ke atas ranjang. Mengobati dan memperban lukanya lalu memeluknya dengan erat.

"Naura, kalau bukan karena Ayahmu, aku juga tidak akan menyiksamu. Aku menyiksa orang dengan alasan yang jelas. Aku hanya ingin kau di sisiku meskipun dengan kau membenciku," gumam Delice