Delice menarik lengan Naura dengan kasar untuk keluar dari mobilnya setelah sampai di mansion mewah milik Delice di Fourth Fairfield Pond – The Hamptons, New York. Kaki Naura yang tidak sepanjang kaki Delice, kewalahan mengikuti langkah kaki Delice hingga tubuhnya terjatuh.
Tubuh Naura yang terjatuh, di seret oleh Delice tanpa ampun dan rasa belas kasihan. Beberapa tubuhnya sudah lebam karena Delice terus kasar padanya. Naura tidak menjerit meminta ampun, karena semakin Naura merintih dan menjerit, Delice akan semakin senang dan bernafsu untuk menyiksanya.
Airmata sudah keluar seperti peluh keringat yang keluar akibat berlari di tengah-tengah cuaca yang panas. Senyum mengerikan Delice, membuat Naura semakin takut.
Mansion Delice yang sangat luas, membuat tubuh Naura di seret sangat lama. Para pekerja tidak ada yang berani menatap kejadian saat ini, karena Delice tak segan-segan untuk mencongkel mata mereka dan memberikannya pada Anjing gila.
"Kenapa kau tidak memohon padaku?" bentak Delice setelah menghempaskan tubuh Naura di atas lantai kamar utamanya. Kamar yang hanya bisa di masuki oleh Delice dan beberapa pekerja kepercayaannya, kini di masuki oleh Naura.
"Aku tidak akan melakukan hal itu!" jawab Naura tanpa ragu.
"Kau sudah lupa, apa yang aku katakan pada Ken?"
Sekilas, Naura teringat bahwa leher Hanin, Adiknya bisa kapan saja di penggal dan kepalanya di berikan padanya. Naura bergidik ngeri, membayangkan keidupan seperti apa yang akan di jalaninya setelah ini.
"Apa kau sudah ingat, sayang?" Delice mencengkram rahang Naura hingga tangannya membekas di sana.
"Tuhan, sampai kapan aku akan terjebak dengan pria seperti ini?" batin Naura.
"Apa kau akan nurut padaku, mulai sekarang?" tanya Delice. Naura hanya mengangguk sebagai sebuah jawaban.
"Kalau begitu, bantu aku mandi!" pintanya dengan suara yang tegas.
"Olin, siapkan air hangat untukku. Biarkan wanita ini yang membantuku untuk mandi!" mata Naura mendelik saat Delice memanggil Olin untuk menyiapkan air mandi untuknya tapi dirinya yang bertugas untuk membantu Delice membersihkan tubuhnya.
Naura keberatan dengan perintah yang tidak masuk akal baginya. Di tambah lagi, Naura yang masih gadis tidak pernah melihat tubuh pria dalam keadaan telanjang.
"Lepaskan pakaianku!" kali ini nada suara Delice penuh penekanan karena Naura sama sekali tidak bergerak.
Naura tidak memiliki pilihan lain selain mulai menggerakkan tangannya untuk membuka satu per satu kancing kemeja Delice.
"Bisakah kau bergerak lebih cepat?" bentak Delice. Naura terkejut dengan suara Delice yang semakin lantang. Gendang telinganya seperti pecah seketika.
"Bi... Bi... Bisa!" jawab Naura terbata-bata.
Naura sudah melepaskan kemeja Delice. Terlihatlah tubuh Delice yang tegap sempurna. Otot-ototnya yang membuat wanita manapun bisa menginginkan untuk bisa menyentuhnya. Tapi, lagi-lagi Naura mengalihkan pandangannya.
Tangan Naura sudah menarik resleting celana Delice dan siap untuk membukanya tapi tangan Naura semakin gemetaran hingga Naura berhenti dan menstabilkan mentalnya.
"Ada apa sayang? Kau terkejut karena menaraku yang menjulang tinggi sudah membesar dan tegak? Kau tidak menyangka kalau aku bisa tertarik dengan tubuhmu yang seperti kedelai?" Delice menyadari ketakutan Naura.
Dorongan hati Delice, semakin menjadi-jadi untuk membuat Naura lebih menderita dari saat ini. Delice melepaskan celananya. Saat ini, Delice tidak hanya telanjang dada, melainkan sudah tidak ada sehelai benangpun menutupi tubuhnya.
"Ayo!" lagi-lagi, Delice memaksa Naura untuk mengikuti perintahnya.
Delice sudah masuk ke dalam air hangat yang di siapkan Olin. Naura hanya berdiri diam di samping Delice tanpa tahu, apa yang harus di lakukannya.
Naura mulai merasakan suasana dingin yang mencengkam, kala Delice sudah tersenyum padanya karena setiap senyum Delice, akan tergantikan dengan butiran airmata Naura.
"Bisakah kau memijat kepalaku?" tanya Delice.
Saat Delice berbicara dengan lembut, tersenyum, ketampanannya berkali-kali lipat. Tapi di balik semua kebaikan itu, ada harga yang harus Naura bayar.
"Masuklah ke dalam air!" perintah Delice.
Delice bukan orang yang penyabar untuk menunggu Naura bergerak cepat sesuai perintahnya.
"KYAAAAAAA..." teriak Naura saat Delice mengangkat tubuhnya untuk masuk ke dalam air bersamanya.
"Akhirnya, kau bersuara juga setelah membisu beberapa saat," bisik Delice.
"A... Aku ingin keluar dari air," ucap Naura.
"Bukankah lebih mudah untuk menggosok tubuhku dari dekat seperti ini?" ucap Delice dengan lirih.
Delice menahan tubuh Naura supaya tidak bergerak. Pakaian yang basah, membuat lekuk tubuh Naura yang di hina seperti kedelai, terlihat sangat sexy dan menggoda. Delice hanya bisa menelan ludahnya dan menahan libidonya.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Delice meraih handuk dan melilitkan di pinggingnya. Delice juga mangambil 1 handuk bersih lalu mengeluarkan Naura dari dalam air.
"Pasti gak nyaman kalau pakai baju basah. Aku akan membantumu membukanya!" ucap Delice tanpa tahu apa yang di ucapkannya, membuat Naura kembali takut padanya.
"Saya... Saya bisa sendiri Tuan!" tolak Naura.
"Aku janji tidak akan melihat atau menyentuhnya. Jadi, biarkan aku membantumu!" suara lembut Delice, jika di tolak, bisa menjadi peluru yang siap menembus kepala Naura.
Delice melingkarkan handuk di leher Naura dan mengikatnya. Handuk sudah menutupi seluruh tubuh Naura. Lalu, KREKKKKKKKK... Pakain yang Naura kenakan, di sobek hanya dalam satu tarikan.
"Apa benar, pria yang saat ini ada di depanku, adalah pria yang sama dengan yang menyeret dan hampir mencekikku hingga mati?" batin Naura.
Naura tidak menyadari dengan niat terselubung dari kelembutan Delice. Seorang Delice, tidak akan melakukan sebuah kebaikan tanpa adanya kejahatan di dalamnya. Delice menggendong tubuh Naura untuk kembali ke dalam kamar. Di atas ranjang, sudah ada 2 pasang pakaian yang akan di pakai Delice dan juga Naura.
"Pakailah!" pinta Delice setelah tubuh Naura di turunkannya.
"Terimakasih!"
Setelah beberapa saat, Delice menggandeng tangan Naura dengan hangat. Naura yang belum makan sesuap nasi sejak pagi, merasakan perutnya kosong dan lengkat ke punggung.
Delice membawanya ke meja makan yang sudah di penuhi makanan lezat. Rasa lapar Naura hilang, saat wanita yang di panggil Rehanna, sudah duduk terlebih dahulu.
"Hallo, sayang!" Rehanna bergelayut mesra. Naura merasa mual melihatnya.
"Makan yang kenyang karena malam ini, akan kamu lewati dengan tangisan yang sangat panjang!" batin Delice.
Naura makan dengan santai tanpa memperdulikan tingkah Delice dan Rehanna yang menjijikan. Usai makan, Delice membiarkan Naura duduk sejenak.
"Ayo, ikutlah denganku tanpa aku harus memaksamu!" pinta Delice setelah Delice merasa Naura sudah menikmati waktunya.
Naura mulai khawatir karena ekspresi wajah Delice, tatapan matanya dan juga suaranya mulai kembali seperti semua, yaitu sangat mengerikan.
Naura mengikuti langkah Rehanna dan juga Delice yang memasuki sebuah lorong setapak di mansion Delice. Penerangan remang-remang dan juga bau amis yang mulai tercium oleh hidung.
"Kau perhatikan orang-orang yang ada di penjara sana!" Delice berbisik pada Haura.
Haura tidak percaya jika Delice benar-benar psyhopath gila. Di ruang bawah tanah mansion Delice, ada penjara yang di pakai untuk menyiksa korbannya. Darah Naura berdesir, kepalanya berdenyut nyeri, saat melihat banyak sekali wanita cantik yang terikat, tangannya tergantung, tubuhnya di masukan ke dalam kandang binatang yang sangat kecil.
"Apa? Dia... Dia benar-benar tidak berperasaan?" batin Naura ketakutan.
"Kau akan menjadi salah satu dari mereka, atau malah Hanin, Adikmu yang akan aku jadikan santapan! Jadi, menurutlah padaku!" ucap Delice.
Jeritan dan rintihan kesakitan mulai terdengar oleh telinga Naura. Naura menutup telinga dan juga matanya. Menganggap apa yang di lihatnya hanyalah sebuah mimpi buruk.
"Aku akan mengajarimu sesuatu yang berharga!" Rehanna sepertinya sudah mengenal karakter Delice sehingga wajahnya datar tanpa ekspresi.
Lagi-lagi, Delice menarik lengan Naura yang sudah memar. Tangan Naura di ikat di panggir ranjang, bibirnya di tutup oleh selembar kain setelah masuk ke dalam salah satu kamar.
"EMMMMM... EMMMMM... EMMMM..." hanya itu yang keluar dari bibir Naura.
"Kau hanya perlu melihat apa yang akan aku lakukan dengan Rehanna, karena aku tidak suka dengan wanita yang tidak berpengalaman dalam melayaniku!"