Keesokan harinya Kirena segera melaporkan kejadian tadi malam pada Lest. Semula Kirena menceritakannya dengan biasa namun lama-lama dia menceritakannya sambil terisak. Dia masih merasa takut akibat kedatangan tamu tak diduganya dan nyawanya yang nyaris melayang. Anehnya Lest malah tertawa terbahak-bahak dari seberang saat mendengar pengalamannya tadi malam.
"Tuan Lest, apakah ada yang lucu?"
"Hahaha.. maaf. Aku sama sekali tidak menyangka anak itu akan datang secepat ini. Itu sebabnya aku memilih anggota tim N. Tenang saja, anak itu tidak akan pernah melukai orang yang jauh lebih lemah darinya. Jika aku memilih anggota tim lain, sudah pasti anak itu akan menyiksanya."
Mendengar ini air mata Kirena semakin mengalir deras. Jadi pimpinan tim inti yang satu ini memanfaatkannya agar ketua tim S tidak membunuh anggota tim lainnya?!
"Tuan Lest... Kenapa kau setega ini?"
"Aku benar-benar minta maaf. Tapi kenyataannya kau tidak terluka kan? Tenang saja. Anak itu tidak akan mengganggumu lagi."
Kirena menghapus air matanya sambil berusaha menenangkan dirinya. "Tuan Lest, apa yang harus aku lakukan? Aku sudah memeriksa darah Catherine. Sudah tidak ada sisa-sisa RM didalamnya. Dia bisa pulang hari ini."
"Jangan. Bukankah pria bernama Vincent menemaninya? Jika kau memulangkannya sekarang, dia akan curiga. Tahan dia hingga besok atau lusa. Aku mengandalkan kepintaranmu untuk mencari alasan."
"Maksud anda.. aku harus memikirkan sebuah cara yang masuk akal agar efek formula tersebut tampak menghilang secara alami?"
"Anak pintar. Setelah dia pulang, misimu sudah selesai."
Kirena merasa lega luar biasa mendengar misinya akan segera selesai. Jadi dia tidak perlu menghadapi pemuda yang menakutkan itu.
"Tuan Lest, bisakah aku mengundurkan diri? Aku rasa aku tidak cocok melakukan misi seperti ini."
"Apakah dia yang menyuruhmu?"
"..." Kirena sama sekali tidak bisa menjawabnya. Bukan hanya pemuda itu yang menyuruhnya untuk berhenti, tapi dia juga merasa takut hal yang sama akan terjadi lagi saat dia menerima misi yang lain.
"Kita akan membicarakan ini di lain waktu. Sekarang fokuslah pada misimu."
"Baik." setelah menutup ponselnya Kirena mendesah berat. Tampaknya Lest tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.
Sementara itu di sebuah gedung perusahaan Alvianc group, seluruh karyawan memandang seorang pemuda masuk dengan tatapan terpesona.
Pemuda itu sangat tinggi dengan rambut dan warna kulit gelap memakai jubah hitam panjang hingga lututnya. Kacamata hitam yang membingkai wajahnya menambah ketampanannya. Penampilan pemuda itu menunjukkan kesan seperti bos mafia yang berbahaya namun mereka juga merasa sedang melihat seorang model yang berjalan diatas panggung catwalk show.
Pemuda itu mendekati resepsionis dan melepas kacamata hitamnya. Sang penjaga resepsionis tercekat melihat ketampanan pemuda ini hingga kehabisan kata-kata. Bahkan saat pemuda ini menyapanya, sang penjaga penerima tamu masih melongo tak membalas sapaannya.
Menyadari sapaannya tidak segera disambut, pemuda ini mulai habis kesabarannya, namun dia tetap berusaha menahan diri untuk tidak membuat keonaran.
"Tuan muda, selamat datang."
Sang tuan muda menoleh ke arah pemilik suara tersebut. Sekretaris pribadi Gregorius Alvianc, Ethan; berjalan menghampirinya dengan hormat.
"Untung saja kau datang. Sedikit lagi kau terlambat aku sudah membentaknya."
Mendengar ini wanita penjaga resepsionis menunduk malu sedangkan Ethan hanya tersenyum.
"Aku akan mengantarmu, Pak Greg sudah menunggumu dari tadi."
Baik tuan muda dan Ethan sama sekali tidak memperdulikan tatapan keheranan dan penasaran akan tuan muda tampan yang disambut oleh sekretaris pribadi pemilik Alvianc group.
Begitu tiba di lantai kantor Greg, Ethan membuka pintu ruangan pribadi Greg dan mempersilahkan pemuda tersebut masuk kedalam.
Melihat tamu yang ditunggunya telah masuk ke dalam kantornya, Greg mengulas senyuman lebar menyambut kedatangannya.
"Kinsey, kau sudah datang. Kapan kau tiba?"
"Kemarin malam."
"Kenapa kau tidak memberitahu kami? Aku dan Alice pasti akan menjemputmu."
"Aku bukan anak kecil lagi, kenapa kalian harus menjemputku?"
"Kinsey, kami melihatmu bertumbuh, sampai kapanpun kau tetaplah anak kecil kami."
Kinsey memutar matanya dengan malas. "Usiaku dengan Alice hanya berjarak empat belas tahun. Dia seperti kakakku daripada ibuku."
Greg tertawa mendengar nada sinis dari Kinsey. Bila yang mendengarnya adalah orang lain atau cabang tim LS lainnya pasti akan ketakutan dan berusaha menghindar dari yang namanya Kinsey Alvianc. Hanya Greg dan Alice yang tidak takut menghadapi temperamen Kinsey.
Kinsey adalah putra dari Chloeny Paxton dan Marcel Alvianc. Yang berarti Kinsey adalah penerus Alvianc group disaat bersamaan juga merupakan penerus tahta Paxton. Tentu saja identitas Kinsey yang sebenarnya sangat dirahasiakan. Hanya keluarga dekat dan beberapa anggota inti LS yang mengetahuinya.
"Bagaimana kabar kakakku? Apa dia masih belum keluar dari persembunyiannya?"
"Aku tidak datang kesini untuk membahas ayahku. Untuk menjawab pertanyaan itu, aku sudah memberi pesan bahwa kami menemukan putrinya, tapi dia tetap tidak bergerak. Aku rasa dia mengusir pembawa pesanku bahkan sebelum mendengar isinya."
Sekali lagi Greg tertawa. "Khas kakakku sekali. Kalau begitu kenapa kau datang kemari? Kau bisa mengunjungi rumahku. Alice sangat merindukanmu. Dan juga... kau apakan kulitmu?"
Kinsey mendengus mendengar pertanyaan terakhirnya.
"Tadinya aku ingin segera membawa Catherine tanpa jejak. Tapi aku sadar itu tidak akan mudah. Sepertinya seseorang tidak akan membiarkan Catherine menghilang tanpa sebab."
"Oh.." sebenarnya Greg juga mengetahuinya. Jika seandainya Catherine tiba-tiba menghilang, Vincent pasti tidak akan tinggal diam.
"Aku dengar Alice sangat dekat dengan Vincentius Regnz."
Dan inilah yang ditakuti seorang Gregorius Alvianc. Sebisa mungkin dia tidak ingin keponakannya mengetahui perihal Vincent. Yah, cepat atau lambat Kinsey pasti mengetahui rencana Lest mengenai Vincent, jadi dia memutuskan untuk memberitahunya.
"Tidak hanya Alice. Aku juga dekat dengannya. Ada apa?"
"Ada apa?" nada suara Kinsey terdengar seperti nada mengejek. "Apa kau lupa apa yang dilakukannya pada ibuku? Dia adalah salah satu penyebab kematian ibuku!"
"Kinsey, dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan kematian ibumu. Kau juga sudah mengetahui kebenarannya."
"Itu tetap tidak membuatku berhenti membencinya. Melihatnya dekat dengan adikku sudah membuatku geram, lalu aku mendapat kabar bahwa Alvianc group mendukung Vincentius Regnz. Aku penasaran.. kenapa Alvianc group membantunya? Kenapa Vincent mendekati adikku? Dan juga.. kenapa secara tidak langsung semua anggota tim B menuruti kemauannya? Kenapa? Apa yang kau sembunyikan dariku?" nada suaranya lebih ke arah sebuah tuntutan.
Greg hendak menjawab pertanyaannya namun segera mengatupkan bibirnya saat seseorang masuk dengan membawa dua cangkir minuman.
Kinsey duduk di sofa dengan santai dan tidak mendesak pamannya untuk menjawab pertanyaannya. Begitu pengantar minuman keluar dari ruangan Greg dan pintu tertutup, Kinsey mengambil salah satu cangkir dan meminum tehnya dengan santai.
"Jadi?" setelah meneguk minumannya beberapa kali, Kinsey kembali menuntut jawabannya.
"Vincent... adalah orang pilihan Lest."
Mendengar satu jawaban singkat ini membuat rahang Kinsey mengeras dan cengkeraman pada cangkir ditangannya mengerat.
"Kau bilang aku harus bekerja sama dengannya untuk melindungi Catherine!?"
"Sayangnya.. sepertinya begitu."
Pryang!! Kini cangkir yang dicengkram Kinsey pecah dan menggores kulitnya hingga berdarah.
"Aku tidak akan pernah menyetujuinya." Kinsey yang dipenuhi amarah bangkit berdiri dan melangkah keluar.
"Kinsey, jangan bertindak gegabah. Tidak peduli kau menyetujuinya atau tidak, Vincent telah menjadi ketua tim L secara tidak resmi."
Kinsey tidak menghentikan langkahnya dan membuka pintu dengan tangannya yang berdarah.
"Jangan lupa mengobati tanganmu." Greg mengatakannya dengan cukup keras begitu Kinsey keluar dari ruangannya.
Greg mendesah dan menggelengkan kepalanya dengan pasrah.
-
Kirena sedang mengecek hasil cek lab dari kondisi para pasiennya. Dia juga masih mempertimbangkan hasil apa yang masuk akal mengenai kondisi Catherine sekarang. Kirena terlalu fokus pada komputernya hingga tidak menyadari sosok tinggi berdiri didepannya.
Orang tersebut berdehem singkat membuatnya mendongakkan kepalanya.
Seorang pria berambut coklat gelap dengan warna kulit yang senada dengan matanya memandangnya tanpa ekspresi. Pemuda itu sangat tampan, bahkan dirinya juga ikut terpesona akan ketampanannya. Hanya saja.. begitu menyadari siapa orang ini.. jantungnya berdegup dengan kencang. Kenapa.. kenapa ketua tim S mendatanginya lagi?
Pemuda itu mengangkat tangan kanannya yang dilumuri darah membuat Kirena terperanjak kaget.
"Hei, bukankah kau dokter? Aku membutuhkan bantuanmu."
Kirena masi takut tapi dia juga merasa bingung mendengar kalimat itu. Bantuan apa yang diinginkan pria itu? Kenapa tangannya berlumuran darah seperti itu? Apakah pria itu baru saja membunuh seseorang, dan dia dibutuhkan untuk memastikan korbannya sudah meninggal?
"Hei!" nada pada pria itu agak meninggi
"Ba..bantuan apa?"
Pria itu tidak menjawab dan hanya menggoyangkan tangannya yang berdarah.
Akhirnya Kirena mengerti apa yang diinginkan pria itu. Dia segera mengambil obat-obatan serta perban untuk merawat luka tangan pasien barunya.
Terdapat beberapa pecahan beling yang masuk ke dalam kulit tangannya. Dengan hati-hati dia mencabut pecahan tersebut dengan alat khusus. Dia melirik ke arah wajah pria itu merasa was-was, namun ekspresi pria itu sangat datar. Tidak ada tanda-tanda merasa kesakitan ataupun aura membunuh seperti tadi malam. Untuk pertama kalinya, Kirena tidak merasa takut pada orang dihadapannya.
"Apa sakit?" tanya Kirena.
"..."
Kirena tidak bertanya lagi mengetahui pria ini sedang menahan rasa sakit dan memilih untuk diam. Tentu saja Kirena tidak tahu, Kinsey sudah terbiasa dengan luka kecil seperti ini sehingga sama sekali tidak terasa sakit. Dia pernah mengalami luka yang jauh lebih parah dari ini saat menjalankan salah satu misi berbahaya.
"Kau tahu, tidak baik menahan rasa sakit dengan diam saja. Kau boleh berteriak jika..."
"Tutup mulutmu dan lakukan tugasmu!" potong Kinsey dengan dingin.
Untuk beberapa saat Kirena tertegun mendengarnya. Dia sempat merasakan aura mematikan yang sama seperti awal pertemuan mereka. Karena dia masih belum ingin mati muda, dia memutuskan untuk diam dan segera membalut tangan pria itu dengan perban.
"Kapan Catherine akan keluar dari tempat ini?"
"Besok atau lusa. Pimpinanku bilang untuk tidak mengundang curiga pada walinya."
"Besok. Dia harus keluar besok." nadanya terdengar seperti perintah yang tidak ingin dilanggar.
"Aku akan melakukannya." Kirena menjawabnya dengan cepat takut dirinya akan dihadapkan situasi seperti tadi malam.
Setelah tangannya selesai dibalut, Kinsey bangkit berdiri sambil mengucapkan terima kasih lalu pergi begitu saja.
"Kenapa pria setampan itu memiliki karakter berbahaya? Sangat disayangkan."
Kirena segera menyingkirkan pemikirannya dengan menepuk kedua pipinya beberapa kali.
-
Di penthouse hotel Star Risen, Benjamin mencoba mencari album foto lamanya. Sejak kematian kakak perempuannya dia ingin menenggelamkan masa kenangannya agar tidak membuat kesedihannya berlarut. Karenanya dia menyimpan semua foto Chloe kedalam laci yang jarang dibukanya. Namun beberapa hari ini dia merasa hampa. Semenjak dia tidak bertemu dengan keempat keponakannya dia merasa kehilangan.
Dia tahu, pergerakannya sedang diawasi oleh seseorang. Entah itu oleh Martin Paxton atau pihak lain, yang pasti ia merasa siapapun yang mengawasinya sedang mencari kelemahannya dan menyerangnya dengan memanfaatkan kelemahannya.
Tidak masalah sebenarnya kalau mereka menemukan kelemahannya. Jika akhirnya mereka mengetahui bahwa dia tidak memiliki darah Paxton, dia tidak takut. Tapi kini, kelemahannya adalah keponakannya.
Dia tidak ingin keempat keponakannya berada dalam bahaya, terlebih lagi Catherine yang memiliki rambut khas Paxton. Dia akan merelakan semua warisan Paxton bahkan Star Risen yang dibangunnya dari titik nol juga akan dilepasnya selama keponakannya selamat.
Hanya saja akhir-akhir ini dia merasa ada yang aneh pada dirinya tiap kali membayangkan wajah Catherine. Dia merasa saat dia melihat Catherine, dia seperti melihat Chloe. Apa ini hanya perasaannya? Apa ini karena dia terlalu merindukan kakak perempuannya?
Yah, secara teknis mungkin memang ada kemiripan antara Chloe dan Catherine, lagipula keduanya memiliki hubungan darah antara tante dan keponakan. Tapi kenapa dia tetap merasa ada yang menjanggal?
Setelah melakukan pembongkaran laci, akhirnya dia menemukan sebuah foto. Foto dimana seorang wanita berambut coklat kemerahan sedang memeluk dua anak kecil yang sedang bertengkar. Dua anak kecil itu adalah dirinya dan Vincent. Mereka berdua sering bertengkar dan sering pula kena omelan dan hukuman dari Chloe.
Namun apa yang membuatnya tertegun adalah wajah wanita di foto lama itu. Dia seperti melihat Catherine. Tidak.. Dia yakin wanita di foto itu adalah Chloe, tapi dia merasa seperti sedang melihat Catherine. Keponakan sulungnya benar-benar sangat mirip dengan Chloe.. seperti saudara kembar identik. Meskipun hanya keponakan, wajahnya tidak mungkin persis dengan Chloe kan? Atau apakah mungkin...?
Tidak. Chloe tidak memiliki anak. Bahkan wanita itu belum pernah menikah sebelumnya, jadi mana mungkin..?
Benjamin teringat saat Chloe dikabarkan memiliki penyakit menular dan harus diasingkan selama hampir dua tahun. Apakah mungkin.. yang sebenarnya Chloe sama sekali tidak sakit tapi sedang mengandung??
Benjamin segera ke ruang kerjanya dan memanggil Charlie. Begitu Charlie masuk menghadapnya, Benjamin memberi perintah untuk tes DNA darah Catherine.
"Bukankah dulu anda pernah tes DNA keempat keponakan anda?"
"Tidak dengan Catherine. Dia memiliki rambut khas Paxton jadi aku tidak mengetesnya. Aku hanya melakukan tes DNA pada Anna dan si kembar."
"Baik, aku akan segera ke rumah sakit untuk mengambil DNA Tuan Daniel."
"Tidak. Aku ingin kau membandingkannya dengan Chloeny Paxton."
Mendengar ini membuat Charlie bingung, namun tetap melakukan apa yang sudah diperintahkan.
Jika ternyata Catherine memang adalah putri kandung Chloe, maka keselamatan anak itu jauh lebih bahaya daripada saat menjadi putri kandung Daniel.
Martin dan juga siapapun yang mengetahui rahasia Paxton, akan mengincar Catherine dan memaksanya untuk mengeluarkan kunci pengaktifan yang dicari oleh Martin.
Dia berharap.. Benjamin berdoa dengan sangat, agar Catherine bukanlah anak yang dilahirkan Chloe.
Sebentar lagi banyak yang akan tahu kalau Cathy adalah putri Chloe.
Bab berikutnya Vincent akan merencanakan menyatakan perasaannya pada Cathy. Nantikan ya
Happy Reading!