webnovel

3 :: Arkenio ::

Dia menyusul Edgar yang sepertinya sedang berjabat tangan.

"Oh ya, dia Atlana kekasihku." Atlana berjabat tangan dengan Pria yang memiliki wajah seputih kapas dan warna mata yang sama dengannya. Atlana melihat kedalam mata itu dan dia merasakan masuk kedalam sebuah hutan. "Ka-u kau siapa?" tanya Atlana saat dia juga merasakan dingin dari tubuh Pria ini.

"Hei honey, dia tetangga baru kita. Dia dan adiknya baru pindah kesini. Aku tadi melihatnya didepan studio mu dan ternyata dia memang sudah melihat ku terlebih dulu didepan rumah kita." Atlana masih tidak yakin dengan jawaban Edgar. Dia merasa ada yang aneh tapi entah apa.

"Aku Arkenio," ujar Pria itu lalu sedikit tersenyum. "Kalian berdua cocok, sama-sama susah tersenyum." Akhirnya Atlana menyerah untuk memaksa pikirannya.

"Begitukah ?" jawab Arkenio sementara Edgar hanya mengangkat bahunya acuh.

"Baiklah Ken, kami pergi dulu. Nice too meet you." Arken tersenyum simpul dan Edgar menggandeng Atlana pergi, sekali Atlana menoleh kebelakang. Dia melihat kembali wajah Arkenio dan dia masih tidak yakin kalau Arkenio adalah manusia biasa.

"Ed, apa kau tidak merasakan kalau tubuhnya sama dinginnya dengan kita? Bahkan lebih dingin Ed!"  Edgar berpikir dan dia tidak merasakan hal itu.

"Sepertinya lukisan hutan itu sudah meracuni pikiranmu." Edgar tertawa lalu mencium gemas hidung Atlana tidak melihat tempat. Mereka bahkan masih didepan pintu rumah. Dari jauh Arkenio masih melihat wajah wanita itu. Wanita yang sangat dia rindukan.

*****

Salju mulai menyapa London. Hembusan udara dingin membuat para manusia merapatkan mantel mereka, namun tidak dengan Atlana. Wanita itu terlihat bahagia, dia sebagai klan vampir tentu sangat menyukai salju. Dingin, dan tentunya butiran salju sangat indah untuk mereka mainkan. Saat ini Atlana berjalan seorang diri ingin menikmati pemandangan lukisan hutan yang dia lihat saat di Studio itu. Dalam hati Atlana berharap semoga lukisan itu masih ada disana.

"Oh maafkan aku," kata Atlana saat dia menabrak seseorang karena sibuk dengan pemikirannya.

"Hello Atlana." Mata merah khas vampir itu terlihat jelas dimata Felicya musuh bebuyutan klan vampir Gibson.

"Mau apa kau Felicya, ini masih tempat umum." Felicya membuka penutup kepalanya dan memperlihatkan rambut hitam lurus yang sangat tebal itu.

"Kau takut ? Kemana penjaga setiamu itu?" Atlana berdecih dan siap berlari karena tidak ingin memancing keributan ditempat umum.

Benar saja saat Atlana berlari Felicya mengejarnya. Matanya berubah menjadi merah pekat. Sisi vampir didalam tubuh Atlana muncul karena terusik oleh Felicya. Mereka sampai didalam hutan dan Atlana mencekik leher Felicya tanpa Felicya tahu kalau Atlana sudah menunggunya, gerakan cepat Atlana tidak disadari Felicya namun ternyata Felicya tidak sendiri. Tiga orang muncul dari belakang Felicya dan menarik Atlana. Masalah mereka sebenarnya simple. Mereka memperebutkan Edgar yang saat itu ditarik Robert menjadi keluarga mereka. Juga karena Felicya mencintai Edgar, dia yang lebih dulu bertemu Edgar tapi Edgar sepertinya sangat tunduk dengan Atlana dan mencintai wanita vampir yang dinilai aneh itu.

"Edgar."

Bisik Atlana dalam hatinya memanggil Edgar. Atlana sudah merasakan kesakitan dilehernya saat Felicya dan sepupunya menarik kuat bagian leher Atlana.

Tubuh Atlana terbawa terbang seketika tanpa bisa diduga, Atlana melihat sosok yang dia harap adalah Edgar namun ternyata itu adalah Arkenio. Mata Atlana kemudian berubah warna lagi. Secepat kilat Arkenio membawanya kepedalaman hutan. Tidak ada kalimat yang keluar dari Arkenio begitu juga Atlana. Sehingga akhirnya Atlana menyerah.

"Aku tidak tahu kau siapa sebenarnya. Namun yang aku tahu jelas, bahwa tebakan ku benar. Kau bukan manusia biasa." Atlana pergi dari dalam hutan namun Arkenio menyusulnya dengan cepat lalu tepat berdiri didepan Atlana. Kecepatan Atlana terkalahkan dengan kecepatan Arkenio. Pria itu membaca sesuatu dihadapan Atlana sehingga Atlana tiba-tiba sudah berada di kamarnya dan tidak ingat apapun.

***

Atlana berdiri di depan cermin kamarnya, hembusan angin memainkan rambutnya tapi tidak sedikitpun Atlana membenarkan helaian rambut itu. Dia merasa Edgar sebentar lagi sampai didepan pintu kamarnya namun dia tetap tidak mampu bergerak. Pikirannya seperti tertahan oleh sesuatu, dan dia tidak tahu itu apa.

"Atlana," panggil Edgar dan Atlana hanya bisa sedikit tersenyum. Edgar merasa ada yang aneh dengan Atlana saat ini, dia mencoba mendekati Atlana dan membelai pipi yang selalu berseri itu.

"Hei, ada apa?" Atlana memeluk Edgar tiba-tiba membuat tubuh Edgar terhuyung sedikit kebelakang.

"Entahlah Ed, hanya saja tiba-tiba aku takut. Tadi dia kesini mereka menginginkan aku Ed." Edgar melepaskan pelukan lalu melihat wajah Atlana.

"Lalu, apa yang mereka lakukan?" Atlana menggeleng dia menutup matanya tapi tidak berhasil dia tidak ingat kejadian setelahnya.

"Aku tidak ingat Ed. Aku rasa ada yang salah dengan diriku." Edgar menarik Atlana menuju ruangan Ayah angkat mereka.

"Hei Ed ada apa?" Suara Robert yang sedang memoles kayu dengan cat yang dia pegang.

"Kurasa ada sesuatu yang terjadi padanya." Atlana duduk di kursi kayu yang dekat dengan Robert. Rahang tegas milik Edgar mengeras, dia mencium harum maskulin dari tubuh Atlana.

"Ada seorang penyihir yang mendekati Atlana. Tapi aku tidak bisa mematahkan mantra yang sudah dibacakan untuk Atlana. Bisa kau beritahu apa yang terjadi sebelum kau sampai dirumah?"

Atlana duduk dengan gelisah, dia memejamkan matanya mencoba mengingat namun gagal, dia tidak ingat apapun.

"Maaf tapi aku benar-benar tidak ingat apapun." Robert dan Edgar melihat cemas Atlana.

"Atlana jangan kemanapun tanpa ku."

"Tapi Ed, aku perlu mengurus beberapa pekerjaan ku." Edgar menatap tajam Atlana dan mendekati wanitanya itu.

"Ada seorang penyihir yang mendekati mu. Apakah kau tahu artinya apa? Kita bangsa vampir Atlana ingat itu! Pekerjaan hanyalah fana bagi kita."

Cengkraman Edgar di bahu Atlana melemah saat mata Atlana mulai berubah merah.

Atlana pergi begitu saja saat Edgar melepaskan bahu nya. "Kau terlalu keras terhadapnya Ed." Robert menepuk pundak Edgar pelan.

Dalam kemarahannya akan Edgar Atlana duduk diatas atap rumah itu. Menatap hamparan hutan yang terbentang disana. Dia menikmati tiupan angin yang menyentuh kulitnya untuk meredakan amarah kepada Edgar.

"Maafkan aku." Suara Edgar terdengar tapi Atlana tidak ingin memalingkan wajah melihat.

"Aku khawatir. Kau tahu bukan, penyihir tidak baik bagi kaum kita. Aku hanya takut kehilanganmu." Edgar mencoba duduk disebelah Atlana dia melihat mata yang masih berwarna merah itu. "Kau tahu, aku sangat suka mata mu berwarna merah seperti ini. Itu terlihat lebih menggoda." Atlana berdecih lalu tersenyum. Dia menidurkan kepalanya di pundak Edgar. Sama-sama menatap bulan yang begitu indah.

"Ed, terkadang aku berpikir bagaimana jika kita memiliki kehidupan normal seperti layaknya manusia. Menikah, memiliki anak, lalu menua bersama." Edgar mencium puncak kepala Atlana.

"Mungkin takdir memiliki rencana lain untuk kita." Senyum Edgar yang begitu manis dan tulus selalu membuat Atlana merasa menjadi vampir paling beruntung di Dunia.

Dibawah sana seorang Pemuda melihat mereka, senyum tipis terukir di bibirnya. "Takdir mu adalah dengan ku Atlana. Bisakah kau mendengar apa yang langit bisikan padamu." Arkenio menutup tirai jendelanya dia menghilang begitu saja dari dalam kamarnya. Pergi dengan tujuan hanya dia yang tahu.

"Takdir mu adalah denganku Atlana. Bisakah  kau mendengar apa yang langit bisikan padamu."

Atlana terkesiap saat dia masih menatap langit dan dia mendengar suara itu. "Ada apa?" tanya Edgar.

"Apa kau mendengar seseorang berbicara?"  Edgar diam dan mencoba mengamati tapi tidak ada hal yang aneh disekeliling mereka.

"Tidak! Mungkin kau hanya lelah. Ayo kita masuk ke kamar." Atlana mengangguk dan mereka turun begitu saja dengan cara melompat dari atap rumah.

Berpelukan memasuki kamar Atlana, lalu Edgar pergi kembali ke ruangan Robert. Didalam kamarnya Atlana duduk di depan kanvas dan mengambil kuas untuk memulai sesuatu. Dia ingin melukis Edgar dalam kanvas-nya. Dengan memejamkan matanya Atlana tersenyum lalu mengayunkan tangannya di atas kanvas.

Perlahan senyum itu semakin melebar saat dia mengingat wajah Edgar. Atlana tahu dia sangat mencintai Edgar, begitu juga Edgar. Hanya saja kehidupan mereka hampa dan akan seperti itu. Sebentar lagi akan memasuki tahun kesepuluh mereka tinggal di rumah ini, itu artinya sebentar lagi mereka akan meninggalkan rumah ini lalu berdiam diri lagi selama sepuluh tahun di tempat lain. Akan begitu seterusnya entah sampai kapan.

"Atlana maafkan Ibu."

Tbc ❤❤❤