webnovel

Menggoda Viola

"Bro, mana sekretaris lo yang cantik itu?” tanya William sambil menoleh kiri dan kanan mencari keberadaan sekretaris cantik yang membuatnya penasaran.

“Sekretaris lo di ruangan lo, bukan di sini! Pergi sana!” usir Richard kesal.

Ia masih kesal melihat Wiliam memegang tangan Viola waktu itu. Ia tak mempermasalahkannya karena William adalah sahabatnya.

Walaupun imbasnya, Viola yang jadi sasaran kemarahannya. Ia masih ingat saat dirinya mempersulit Viola dalam meeting minggu lalu gara-gara tangannya ia biarkan dipegang William.

“Jangan posesif dong, bro! Dia bukan milik lo. Mana dia, bro! Aku mau ajak dia makan siang,” tanya William santai.

Richard bertambah kesal melihat sahabatnya yang tidak peka kalau ia benci sekretarisnya di ganggu. Bukan apa-apa? Dia tidak mau sekretaris yang ia anggap kompeten jadi terdistract dan berubah jadi malas gara-gara sibuk pacaran. Namun di hati kecilnya ia juga kesal kalau Viola di dekati laki-laki lain, tak tahu kenapa.

“Sekretaris gue itu baru resmi hari ini bekerja, bro. Jangan lo ganggu! Nanti berantakan kerjaannya tahu nggak lo? Semprot Richard garang.

“Kan ada Tio, bro. Selama ini sekretaris lo kan ga ada yang beres. Buktinya bulan ini sudah 4 sekretaris yang lo pecat. Nah, sekretaris lo yang ke 5 ini, pecat aja lagi. Ga apa, kok. Biar gue yang tampung,” saran William semangat.

“Justru yang satu ini yang paling kompeten, tau nggak? Udah pergi sana! Kerja! Apa lo mau gue pecat sekarang, hah!” bentak Richard tambah marah.

Kalau bukan ingat William sudah bersahabat dengannya selama ini, sudah ia tendang keluar wakilnya ini. “Kesal banget lihat dia,” geram Richard sebal.

“Dasar pelit! Lihat aja, bro! Sekretaris lo itu bakal jadi milik gue beberapa malam ke depan. Ga ada yang bisa melawan pesona gue soalnya,” pamer William bangga.

“Pergi sana! Keluar!” usir Richard naik darah.

'Apa-apaan ini? Kenapa bajingan tengik ini menarget meniduri sekretarisnya. Kurang ajar!' batin Richard emosi.

“Iya, gue keluar. Gue mau cari Viola di kantin. Bye bos pemarah.”

William melenggang meninggalkan Richard yang naik pitam. Richard juga tak mengerti kenapa ia marah mendengar niatan William pada Viola. Yang jelas saat ini ia akan melindungi Viola dari laki-laki player macam William.

Ia tahu benar busuknya sahabatnya itu. Tak ada istilah pacaran atau penjajakan baginya yang ada hanya teman tidur. Setelah ia bosan akan ia tinggalkan. Dan tak akan ia biarkan Viola jadi bahan mainan William.

“Dasar William sialan!” Awas saja kalau dia berani menyakiti Viola!” geram Richard kesal.

Richard segera menghubungi asisten Tio.

[Tio, cepat suruh Viola kemari!]

[Tapi, bos, dia sedang makan siang bareng staf kantor di kantin]

[Tidak ada tapi-tapian, suruh dia kemari, sekarang!]

[Baik, bos]

Richard menahan emosinya yang sudah naik ke ubun-ubun.

Sementara di kantin, Viola sedang asyik bercengkerama dengan para staf yang menyelamatinya karena berhasil lulus training dan menjalani hari pertama sebagai sekretaris Richard.

“Tahan-tahan aja kalo presdir kita ngamuk ga ada alasan, Vio. Ingat gaji, pasti adem sendiri kita ngadepinnya,” kikik Sarah geli.

“Iya, Vio. Pokoknya kalo ada masalah buruan cari aku, ya. Pasti aku bantu deh,” ujar Ricky pelan.

Ia lalu menatap lamat-lamat wajah Viola lalu mengutarakan keinginannya.

“Pulang nanti aku anter pulang sekalian dinner bareng, ya? Aku pengen kenal kamu lebih jauh, Vio,” sambung Ricky lagi.

“Pak Ricky modusnya ga abis-abis ya,” ujar Dimas tergelak geli.

“Ya, habisnya Viola ini paket komplit, tahu nggak? Cantik, ramah, cerdas, mental baja lagi. Laki-laki bodoh aja yang nggak mau sama dia?” Ricky mengutarakan pendapatnya tentang gadis pujaan di depannya ini jujur dari hatinya.

“Ada yang ga mau sama, Viola,” ceplos Renny geli.

Keempat orang di depan Renny kompak bertanya.

“Siapa?”

“Bos kita lah, siapa lagi,” Renny tegelak kemudian melanjutkan ucapannya. “Dia kan anti cewek. Secantik apa pun cewek, ga bakalan mau dia. Makanya kamu aman kok kerja bareng dia. Yang bahaya tu wakilnya, Vio. Itu tuh, Pak William, penjahat wanita,” ucap Renny lagi melanjutkan tawanya.

“Apa bener, presdir anti wanita? Bagus deh, cocok sama aku yang sudah jadi anti pria saat ini. Aku mau fokus cari duit aja yang banyak. Cowok? Nggak ah, aku mau jadi pengagum pria tampan aja,” batin Vio geli.

Tiba-tiba William sudah datang mendekati Vio yang masih asyik dengan lamunannya sendiri. Tanpa banyak kata, William menarik tangan Vio lalu mengajaknya ke rooftoop di perusahaan itu. Ia ingin segera menjerat Vio dengan pesona dan sentuhan nakalnya.

“Apa-apaan ini, Pak? Lepaskan tangan saya!” Vio berontak, berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan William.

William tak peduli. Ia terus menarik tangan Vio hingga akhirnya mereka sampai di rooftop.

Vio yang kesal masih berusaha menahan amarahnya mengingat pria di depannya ini adalah sahabat bosnya sekaligus wakil CEO di perusahaan ini.

“Maaf, Pak! Ada perlu apa bapak ajak saya kemari?” tanya Vio tegas tapi sopan.

William tak berkata apa-apa lagi. Tiba-tiba ia mendorong Viola ke dinding, menahan kedua tangan Vio ke atas, menguncinya hingga Vio tak bisa berkutik lagi.

“Apa yang akan bapak lakukan? Lepaskan saya, Pak!” seru Vio berontak.

Ia tak bisa menggerakkan tangannya lagi. Tenaga William benar-benar kuat. Viola cemas. Apa yang akan dilakukan laki-laki genit ini padanya?

William tersenyum menggoda Vio. “Akan kulepas setelah aku melakukan ini.” William segera mendaratkan bibirnya di bibir Viola dan melumatnya liar.

Viola kaget. Ia membeku sesaat lalu secepat kilat memanggil kesadarannya kembali. Ia marah di lecehkan seperti ini. Ia berontak berusaha melepaskan tangannya dari kuncian William agar ia bisa menampar wakil bos sialannya ini.

“Aku harus melepaskan diri dari buaya ini,” batin Viola.

William heran. Kenapa gadis ini berontak ketika ia menciumnya. Biasanya wanita lain akan menyambut permainan bibirnya dengan penuh gairah. Kenapa Viola menolak sentuhannya? Tidak bisa? Harga dirinya dipertaruhkan saat ini.

William semakin dalam menyesap bibir Viola berharap Viola membuka bibirnya agar ia bisa menjelajah lebih dalam. Namun sia-sia saja, Viola bergeming dan masih terus berontak. Hingga akhirnya ia melepaskan tautan bibirnya ketika ia merasakan sakit di pangkal pahanya.

“Damn it! Apa-apaan ini?” jerit William kesakitan sambil memegangi asetnya yang ternyata dihantam Viola dengan lututnya.

“Bapak yang apa-apaan? Bapak sudah melecehkan saya, tahu nggak? Masih untung saya tidak berteriak agar bapak dikeroyok masal oleh staf kantor ini. Jaga sikap bapak! Bapak atasan saya dan saya bawahan bapak. Jangan memanfaatkan kekuasaan bapak pada saya!” dengus Vio emosi.

Viola masih memaki laki-laki berengsek di depannya ini dalam hatinya.

'Dasar laki-laki sialan! beraninya dia menciumku, dasar kurang ajar!'

Bersambung...