webnovel

bab 5

"Kakak, kau tidak perlu terlalu bekerja keras. Aku tidak apa-apa", sakit sekali melihat anak umur tahun berkata seperti layaknya orang dewasa. Dia mencoba kuat untuk diriku yang sudah lemah ini. Senyuman nya lah yang membuat ku bisa bertahan hingga sampai saat ini.

Saat sedang sekolah, dia bahkan ikut berkeliaran di sekitar sekolah. Dan akan menemui ku saat makan siang di taman belakang sekolah. Terkadang dia suka sekali menunggu ku disana sampai tertidur. Jujur saja aku tidak tega melihatnya seperti itu, tapi dia bersikeras ingin menungguku.

"Aku dengar akan ada murid baru"

"Oh ya? Perempuan?"

"Iya, katanya sih dia cantik tapi sayangnya dia adalah murid beasiswa"

"Wahh, sayang sekali. Pasti dia akan di habisi jika Hyerin dan gengnya tau"

Aku tidak sengaja mendengar percakapan kedua teman itu. Kasian sekali anak itu, apalagi dia seorang perempuan. Pasti dia tidak akan betah tinggal disini.

Tapi ternyata dugaan ku salah, anak itu bertahan. Bahkan sampai sekarang. Dia juga sama seperti ku dulu, pulang dengan luka dimana-mana. Tapi anehnya dia sama sekali tidak menjerit atau menangis seperti murid-murid yang di siksa. Dia terlihat seperti mayat hidup yang sengaja diberi nyawa. Dia terlihat sangat mati, berbeda denganku. Dia seperti sudah tidak punya alasan hidup lagi.

Sejak lama aku memperhatikan nya. Aku ingin sekali berkenalan dan berbicara dengan nya, tapi dia tidak terlihat tertarik pada sebuah pertemanan atau sekdar menyapa. Dia selalu menyendiri di taman belakang, aku selalu melihat nya dari kejauhan. Taman belakang sekolah itu sangat luas, jadi dia bisa saja tidak pernah menyadari keberadaan ku karena aku berada sangat jauh. Aku juga hanya memperhatikan nya sekilas saja.

Gadis itu tidak pernah tertawa atau tersenyum. Bahkan ekspresi nya terkesan datar dan sangat misterius. Sangat sulit ditebak apa yang sedang dia pikirkan.

Pulang sekolah, tiba-tiba saja Kiki menghilang. Dia tidak ada di tempat biasanya. Aku jadi takut kalau-kalau para bajingan itu menyakitinya karena melihatnya berkeliaran di sekitar sekolah ini. Aku mencari di seluruh sekolah, beruntung sekolah sudah kosong. Saat sedang panik-panik nya, aku tak sengaja melihatnya dengan gadis itu. Gadis berkulit putih, dengan outfitnya yang terkesan tomboy dan auranya yang selalu terkesan dingin.

Kiki menyodorkan kotak obat p3k yang selalu ia bawa utnuk mengobati ku setiap kali aku terluka. Gadis itu terlihat terluka cukup parah dibandingkan dengan diriku dulu. Tapi sayangnya dia menolak kotak p3k milik Kiki dan malah berjalan melewatinya saja, tapi Kiki bukan orang yang mudah menyerah dia malah menghalangi jalan gadis itu lagi. Tapi tetap saja gadis itu memberikan respon yg sama.

"Kiki!! Kau kemana saja hah!! Aku mencarimu sedari tadi", aku berteriak di hadapan kiki.

Dan anak kecil ini malah cekikikan dan lalu menunjuk ke arah gadis tadi, "kakak cantik itu terluka. Jadi aku membawakan nya kotak ini", ucapnya sambil menunjukkan kotak yang dipegangnya tak lupa juga memasang senyum manisnya, terlihat sekali kalau dia berharap untuk di maafkan. Dan aku menatapnya. Terlihat seumuran denganku hanya saja dia lebih pendek dariku.

Aku menatap nya dengan dari atas sampai bawah, dan secara refleks dia mengikuti nya juga. terlihat menggemaskan sekali. Dia merotasikan matanya dan berjalan melewati kami.

"Kiki, kau tidak boleh seperti itu tadi. Dia mungkin merasa risih dengan sikap mu"

"Tapi kak, dia terluka cukup parah. Aku tidak suka melihat luka, dan kakak juga selalu pulang seperti itu setiap habis sekolah"

Sejak saat itu, aku selalu memperhatikan dirinya. Dan saat dia menolong adikku waktu itu, aku jadi semakin yakin bahwa dia bukan lah gadis sembarangan. Dia hanya gadis yang berpura-pura lemah agar tidak mendapat masalah di sekolah itu. Tapi karena adikku, dia jadi mendapatkan masalah yang begitu besar, dan aneh nya dia hanya bersikap biasa saja tentang hal itu.

Bahkan aku juga tau ada yang memperhatikan dirinya selain aku. Itu si lelaki berkacamata dari kelas 2-B. Dia selalu memperhatikan gerak-gerik ku dan juga gadis itu atau mungkin itu hanya perasaan ku saja. Mengalami nasib yang sama membuat ku sangat ingin kenal lebih dekat dengannya. Sangat ingin, tapi tak tau kenapa aku tidak punya keberanian untuk itu.

"Halo, perkenalkan nama ku Kenzie Aryana", Saat si kacamata memperkenalkan dirinya secara terang-terangan padaku dan hingga saat ini aku masih tidak bisa percaya bahwa aku bisa berteman dengan gadis itu dan juga si kacamata.

∞∞∞∞∞∞∞∞∞

Normal POV.

Mereka bertiga sedang berada di taman belakang. Sudah menjadi kebiasaan mereka berkumpul disana saat jam makan siang. Bersama dengan Kiki, mereka memulai candaan dan tawa layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Tidak perlu waktu lama untuk mereka menjadi dekat satu sama lain. Tapi tentu saja masih ada rahasia yang mereka simpan.

"Kakak cantik, manis sekali kalau tersenyum", ucap Kiki yang tak sengaja melihat senyuman Zivanna. Dia tersenyum karena masih tidak menyangka bahwa ia akan mendapatkan teman lagi ketika dia sudah menyerah dengan semua nya.

"Ohh kau tersenyum?!!, bagaimana bisa?!! Ini tidak adil, ayo tunjukkan pada kami juga", Zivanna dengan wajah datarnya menuruti permintaan Arka, dia tersenyum tapi senyum lebih mirip setan daripada malaikat.

"Aku rasa, aku harus membawa kiki ke dokter mata"

"Kenapa?"

"Matanya pasti bermasalah, senyumannya lebih mirip setan dibandingkan dengan yang di bilang Kiki tadi"

"Ppfttt....iya aku rasa kau benar", mereka kembali tertawa, kecuali Zivanna. Dia hanya akan tersenyum tipis melihat kekonyolan dua sahabat nya itu. Rasanya Zivanna seperti bermimpi, dia tidak pernah memimpikan hari dimana dia akan memiliki seseorang untuk di sebut teman lagi.

Dan untuk masalah bajingan itu. mereka memang diam dan tidak mengadukan tentang hari itu pada siapapun, bahkan pada orang tua mereka. Tapi bukan berarti mereka tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan berbuat lebih daripada sebelumnya. Dan sudah bisa dipastikan bahwa mereka menargetkan orang yang salah kali ini. Karena mereka bertiga tidak mengalah, meski mereka harus berurusan dengan keluarga bajingan itu.

"Kira-kira setelah lulus kalian akan kemana?"

"Aku akan pergi kuliah tentunya. Aku ingin jadi seprang fotografer"

"Wahh....aku akan menyewa mu saja kalau aku menikah nanti"

"Kau bahkan belum lulus, dan sudah memikirkan untuk menikah. Apa kau tidak punya rencana setelah lulus?"

"Tentu ada. Aku hanya ingin dapat pekerjaan yang baik dan bisa membuat adikku hidup tenang tanpa harus berpura-pura bahagia"

Mereka bertiga berkumpul di rumah milik Arka. Setiap pulang sekolah atau kerja, mereka semua akan berkumpul. Terkadang uang hasil kerja keras mereka akan mereka tabung bersama. Rumah nya adalah tempat ternyaman bagi Zivanna dan Kenzie. Mereka bahkan sering numpang tidur di rumahnya. Arka sendiri tidak keberatan dengan semua itu, dia malah merasa bahagia karena akhirnya dia memiliki teman dan rumahnya tidak terlalu sepi.

"Kalau kau sendiri,Zi?"

"Aku hanya ingin membuka toko dan tinggal jauh sendiri"

"Kau tidak ingin kuliah?"

"Aku tidak punya bakat dibidang apapun"

"Tapi kau sangat pintar menulis cerita, bagaimana kalau jadi penulis saja?"

"Tidak...tidak", Zivanna bukannya tidak mau. Dia hanya ragu. Tidak mungkin akan ada orang yang mau membaca cerita abal-abal yang dia buat. Sudah pernah beberapa kali, Zivanna menulis cerita dan memposting nya di sosmed namun karena tak ada respon. Zivanna menyerah. Dia memang anak yang mudah menyerah, itulah kenapa dia tidak pernah berhasil dalam hidup.

Arka dan Kenzie saling pandang. Mereka tau bahwa Zivanna tidak pernah percaya pada dirinya sendiri. Gadis itu tidak pernah mau percaya atau berharap bahwa hidupnya akan bahagia. Dia sangat tertutup dan misterius.

"Ayolah, kau pasti akan jadi penulis yang terkenal suatu hari nanti. Kau hanya perlu percaya bahwa akan ada akhir yang indah setelah semua yang kau jalani", Kenzie menatap Arka dengan tatapan tidak percaya. Laki-laki berkacamata itu tidak percaya bahwa Arka yang konyol juga bisa berpikiran dewasa seperti itu.

"Apa?", Sewot Arka yang tidak terima ditatap seperti seorang maling jemuran oleh Kenzie.

"Arka ku yang childish berubah jadi dewasa, ada apa ini? ", Mereka kembali berdebat. Dan Zivanna hanya menanggapi nya dengan senyuman tipis.

Ucapan tiba-tiba Zivanna membuat mereka berdua menjadi diam. "Inilah salah satu alasan kenapa aku tidak ingin memiliki teman. Mereka hanya akan berbicara omong kosong dan memberi harapan palsu pada seseorang yang sudah lama mati",

Zivanna berucap setelah ia mendengar perkataan Arka tadi. Dia sangat benci dengan orang yang berkata seperti itu tapi dia sendiri masih berpura-pura bahagia. Zivanna benci harapan, karena harapan hanya akan membuatnya semakin terluka.