🍁🍁🍁
Rizky berlari memasuki markas dengan nafas tersengal.
Rizky menyapu pandangan mencari sang ketua Batalion. Adnan duduk dengan koran serta kopi sebagai temannya.
"Bos! Ada info menarik!" ucap Rizky menggebu, Adnan meletakkan korannya. Irham yang tadinya tertidur di sofa panjang pun membuka matanya mendengar suara Rizky, Afif yang tengah membaca kitab Aqidatul Awam-nya pun beralih menatap Rizky, Reza yang sibuk dengan game pun memilih mendengarkan daripada defeat sebelum booyah.
"Apa?"
Rizky menghela nafasnya, Adnan akan syok mendengarnya.
"Juna, udah pacaran sama Laura hari ini bos. Tepat pada jam istirahat, hari Rabu, jam 9 menit ke 8 detik 27," jawab Rizky detail.
Adnan tersenyum licik. "Bagus, atur strategi sekarang. Jadikan Laura sebagai tawanan, kita liat aja apakah Juna bisa mendapatkannya kembali? Atau menyerah," balas dendam? Bukan, lebih tepatnya Adnan tak terima jika Tiara selalu di abaikan, di bentak, serta di kasari oleh Juna hanya karena tak sudi akan perjodohan.
"Siap bos. Nanti sepulang sekolah gerbang utama SMA PERMATA sepi. Ekstrakulikuler hari ini di liburkan sementara, satpam pun masih berjaga di gerbang belakang sekolah," lapor Rizky, informasi se-detail ini ia dapatkan dengan adanya satu teman di sekolah sang musuh.
"Bagus, jangan sampai satu anggota Meteor yang tau," peringat Adnan.
🍁🍁🍁
T
epat saat bel pulang sekolah tiba, Bram menawari Laura agar pulang bersamanya. Namun Laura menolak karena hari ini ia harus membeli bahan-bahan keperluan untuk jualan bubur kelilingnya.
"Tapi ra, kalau kamu pulang sendiri itu bahaya. Mending bareng sama aku aja ya?" pinta Bram, entah hanya firasanya atau memang pikirannya saja kalau Laura tidak akan baik-baik saja nanti.
Laura terkekeh, bahkan Tina pun sudah menjauh dari Bram, karena dirinya di cap sebagai perusak hubungan orang.
"Bram, aku bisa kok pulang sendiri. Lagian jarak rumahku kesini deket," sanggah Laura dengan bumbu bohongnya, Bram sudah banyak membantunya.
"Oke, kalau ada apa-apa telepon aku ya. Duluan ra," pamit Bram menaiki motor matic-nya.
"Iya, hati-hati Bram," ucap Laura sebelum Bram melakukan motornya.
Parkiran sekolah saat ini sepi, bahkan Laura berharap ada motor geng Meteor yang biasanya terparkir elegan di sebelah barat, namun nihil tak ada satu pun. Saat finger print tadi geng Meteor tak menampakkan batang hidungnya.
Entahlah, perasaan Laura menjadi was-was. Namun ia mencoba bersikap tenang, toh biasanya ia pulang jalan kaki sendirian.
Reza dan Irham berjalan mengendap-endap. Reza sudah siap dengan sapu tangan yang telah di berikan obat bius, Irham mengawasi keadaan.
Reza menatap Irham. Keduanya mengangguk, Reza membekap Laura hingga cewek itu tak sadarkan diri.
"Ayo cepat, sebelum ada yang melihatnya," ujar Irham tak sabaran saat Reza terlalu slow motion memasukkan Laura ke mobil sport miliknya.
🍁🍁🍁
Laura membuka matanya, ruang yang temaram, pengap, serta mulutnya yang di sumpal dengan slyer.
"Udah sadar huh? Gimana? Omongan gue gak pernah main-main Laura," desis Adnan mendekati Laura, meraih dagu cewek itu yang kini menangis.
'Kak Juna, tolongin aku. Aku mohon,' batin Laura berteriak, hanya Juna harapannya.
"Tatap gue," Adnan mencengkram dagu Laura, memaksanya agar mendongak.
"Lo sama sekali gak pantes buat Juna. Dia udah ngerebut Tiara dari gue. Udah nyia-nyian, kasar, dan gak ada rasa peduli sama sekali. Gue yakin lo adalah korban selanjutnya, dimana Juna akan membuangnya setelah bosan," ucap Adnan dengan senyuman liciknya, ia tau Laura pasti akan percaya dengan ucapannya.
'Gak, kak Juna gak mungkin nyakitin hati cewek. Kak Juna pasti menghargai, menjaga, dan memperlakukannya dengan baik,' batin Laura meyakinkan dirinya. Karena Juna menjauhi Tiara mungkin tidak nyaman, Laura tak pernah melihat Juna kasar dengan Tiara, mungkin hanya membentak saja.
"Sekarang lo gak bisa bebas. Mustahil ada yang nolongin lo. Jadi, lebih baik lo mati disini dan membusuk," Adnan menghempaskan dagu Laura, ia melangkah pergi. Masih asa urusan lain mengenai geng Batalion yang akhir-akhir ini di tantang di arena balapan.
Laura hanya bisa menangis dan berdoa, berharap sang kuasa mengabulkannya dengan mengutus Juna sebagai malaikat penolongnya.
'Kak Juna, aku takut. Kak Juna kesini dong, aku gak punya siapa-siapa lagi selain kak Juna buat nolongin aku,' batin Laura terisak pilu.
🍁🍁🍁
Esoknya Juna berangkat pagi-pagi sekali, tentu saja menjemput Laura. Juna hanya bisa menunggu di balik pohon rindang, sudah sekitar 30 menit Laura tak kunjung keluar.
"Apa udah berangkat ya? Mungkin piket," Juna menaiki motor ninjanya mungkin esok ia bisa menjemput Laura lagi. Atau nanti ia membuat janji dengan cewek gemar menunduk itu.
🍁🍁🍁
Namun dugaan Juna salah besar saat sudah mengecek kelas SAESTU dimana hanya ada dua manusia yang melaksanakan piket.
Juna menghampiri keduanya.
"Laura udah berangkat? Apa belum masuk ke kelas ya?" tanya Juna santai, biasanya baku, kaku, dan tegas.
"B-belum kak," jawab cewek berkuncir kuda takut.
"Oh, kalau Laura datang kabari gue ya di kelas," Juna melangkah pergi, ia akan menemui Laura pagi ini. Juna bangun pagi-pagi pun membuat sarapan sederhana di kotak bekal, nasi kuning, ikan mujair panggang, tempe dan tahu.
Saat di kantin, suasananya sepi. Terlalu pagi bagi mereka yang gemar jajan.
"Nanti aja deh," Juna berbalik menuju kelasnya, mungkin Laura sedikit terlambat. Entah bangunnya kesiangan, atau mencari angkot.
🍁🍁🍁
Tepat setelah Bu Kulsum selesai menjelaskan materi Ekonomi mikro dan makro pun Juna meminta izin keluar, nyelonong begitu saja? Tidak, Juna ingin bersih dari poin pelanggaran. Dengan adanya peraturan ketat, siswa SMA PERMATA bisa disiplin, tertib, serta sopan pada semua guru.
"Maaf bu, saya kebelet banget nih. Panggilan lama," pinta Juna memelas sekaligus wajah menderita ala Alvaro ketika di marahi Satya.
"Alam Juna," koreksi bu Kulsum malas. "Ya sudah, sana. Kenapa gak daritadi aja?" bu Kulsum malah mengulur waktu agar Juna tak bisa melesat ke toilet.
"Baru kebelet sekarang bu. Saya permisi dulu ya bu," Juna mengacir berlari kecil, aslinya ia berbohong. Ia ingin cepat-cepat menemui Laura.
Saat melihat satu per-satu penghuni SAESTU keluar untuk istirahat, Juna tak mendapati Laura. Tepat saat Bram yang mengambil sepatu di rak, Juna menanyakan apakah Laura masuk hari ini, namun Bram menggeleng lesu.
Melihat Bram yang khawatir, Juna curiga kalau Laura tidak baik-baik saja.
"Kemarin bukannya lo nganterin Laura pulang bareng?" tanya Juna, biasanya Laura dengan Bram seperti sahabat dekat, tapi Juna ragu. Sahabat dengan lawan jenis yang Juna takutkan salah satunya ada perasaan cinta.
"Laura pulang sendiri. Dia gak mau aku anterin pulang," jawab Bram seadanya, menutupi sedikit tentang Laura yang jalan kaki. Bisa-bisanya Juna me-wawancarainya.
🍁🍁🍁