🍁🍁🍁
Saat geng Meteor sudah berkumpul, Sam sang ahli cinta mulai memberikan tips anehnya.
"Gue ada saran nih buat bos Juna, biar semakin deket aja sama Laura," Sam berdehem. "Gimana kalau Laura bawain cokelat, bunga, puisi, nyanyi, terus nah cincin," ucap Sam enteng.
Juna mendelik syok. "Lo kira mau lamaran huh?" turun sudah gelar cool, leaderable, kharismanya, ketampanannya, kecuekannya, serta gelar kulkas berjalan ala kanebo kering akan musnah sekejap mata.
Sam kikuk, Juna seperti ingin memakannya hidup-hidup. "Maaf bos, kan saran doang. Lagian sih, bos kalau urusan cinta gak bisa apa-apa,"
Jaka berdecak kesal. "Gak usah sok nasehatin deh kalau lo sendiri sering ninggalin cewek cuman alasan, maaf ya aku bosen, aku udah gak nyaman, maaf aku terlalu astaghfirullah untuk kamu yang subhanallah, gak deh kamu kurang cantik, kita putus aja ya nanti dompetku kering," Jaka menye-menye menirukan Sam saat memutuskan hubungan dengan kelima pacarnya itu.
"Lo sendiri ngapain jomblo?" tanya Sam balik dan sewot.
"Gue fokus dulu sama sekolah," jawab Jaka dengan alasan klasiknya. Entah ulangan, sekolah, basket, atau olimpiade Jaka cintai.
"Gimana? Gue gak tau lagi ya. Capek hati dan pikiran nih," curhat Sam, sekarang tidak ada cewek yang mudah ia tembak begitu saja.
Radit menimpuk Sam dengan kemasan ciki. "Makanya jangan main-main sama cinta. Cewek juga punya perasaan, perlu di jaga, bukan di tinggalin gitu aja," omel Radit si bijak.
Sam cemberut. "Iya deh yang langgeng sama, emm-" mulut Sam di masuki cilok oleh Satya, cowok itu terganggu.
Juna tertawa renyah. "Mampus kan lo, tuh Satya kesel sama mulut ombrean andalan lo,"
"Comberan?" tanya Radit heran.
"Ember?" tambah Adit.
"Sejak kapan Sam pakai liptint di ombre?" tanya Jaka dengan menodongkan botol mineral sebagai mic untuk sesi wawancara pada Sam.
Sam menepis tangan Jaka. "Kalian kejam sekali. Sakitnya tuh disini,"
Seisi kantin yang melihat aksi konyol Sam pun ikut tertawa, Meteor memang di takuti, namun di balik ketegasannya terdapat humor receh yang tersembunyi.
Juna berdiri, letak Laura di meja nomor 05 dimana ada Bram yang selalu lengket dengan Laura.
Laura yang merasakan hawa panas, mencekam, menyeramkan, menegangkan pun mendongak mendapati Juna yang tersenyum manis padanya.
"Disini saya berdiri menyampaikan sepatah dua patah, eh patah hati. Pelangi mejikuhibiniu, garuda di dadaku. Maukah kamu jadi pacarku?" Juna menggombal dari ajaran Sam.
"Apa-apaan kak Juna nembak Laura? Apa menariknya sih dari cewek penyakitan kayak dia?"
"Kayaknya Laura udah nyogok duit nih biar kak Juna mau,"
"Juna! Kok kamu malah nembak Laura sih?" tanya Tiara galak saat menghampiri Juna yang masih memandangi Laura tanpa berkedip.
Juna tak peduli. 'Anggep aja tadi tawon nyasar,' jengah jika Tiara terus-terusan mengganggunya. Juna sama sekali tak ada perasaan dengan model muda sekaligus aktris terkenal di Jakarta ini. Tiara hanya terobsesi dengan hartanya, bukan cinta yang tulus.
Laura hanya menunduk, tak berani menatap Juna atau pun Tiara, takut kena getahnya.
Tiara menarik tangan Juna, namun kaki Juna yang telah di paku agar tetap berdiri di depan Laura pun membuat Tiara menyerah.
"Juna! Kamu sadar gak sih? Apa gara-gara mbak kunti ya kamu jadi gak waras lagi, sampai nembak Laura?" Tiara menyerbu pertanyaan.
"Siang-siang beli es wawan. Jawab atau gue jadiin tawanan," ancam Juna, Laura takut dengan Tiara. 'Gak perlu takut, karena menjaga itu penting. Kalau bisa, para sahabat gue ngawasin Laura baik-baik aja,'
Cukup sudah Laura bukan orang jahat. "Kalau aku nolak?" tanya Laura, mendongak berani membalas tatapan Juna yang bengis.
"Berlembar koran di loak. Kenapa nolak?" Juna mulai tertarik dengan Laura, cewek lugu, tidak banyak tingkah, sederhana, dan kalem. Berkebalikan dengan Tiara. 'Ngapain juga sih ibu sama ayah jodoin gue? Di kira zamannya Siti Nurbaya apa,' batin Juna kesal, katanya agar bisnis Antariksa semakin maju, terutama toko The Peanut is Sembunyi.
"Sinar terang adalah cahaya. Jawabanku adalah iya," entahlah, Laura seperti tersihir oleh mantra cinta Juna. Eh siapa tau nyanyi dengerin lagu ini.
Juna tersenyum. "Empat lima makan buah delima. Jadi kamu terima?"
Laura tersadar. "Enam tujuh datang burung gagak. Aku bilang gak!" Laura mengajak Bram pergi, apakah di mata Juna ada sebuah mantra cinta? Dengan bodohnya Laura menerima Juna tanpa berpikir panjang.
"Laura! Sampeyan ora isok nolak aku. Iku maeng wis di jawab iyo!" teriak Juna dengan senangnya, Tiara menghentakkan kakinya kesal. (Kamu gak bisa nolak aku. Itu tadi sudah di jawab iya)
Sam berdecak kagum. "Wah, si bos hebat bener sampai Laura kabur gitu. Apa Laura gak mau ya punya pacar kayak Juna se-galak singa?" tanya Sam heran, seharusnya Laura terkagum-kagum, terkesima, loncat kegirangan, teriak baper karena Juna tak pernah berurusan dengan cewek manapun kecuali Tiara yang selalu merecokinya.
"Tau sendiri kan kalau bos itu gak bisa gombal? Hm, tadi aja receh pantunnya," jawab Alvaro manggut-manggut.
Juna berdehem. "Kalian bergosip tentang Juna ya? Gimana tadi kelanjutannya?" tanya Juna sok kepo dengan menopang dagu menatap Sam dan Alvaro asik berunding, berbeda dengan Radit dan Adit yang makan mie ayamnya, Satya membaca buku Ekonomi, Jaka melukis pepohonan rindang yang berada di halaman sekolah dengan tingkat ketelitian membayangkan tinggi sehingga gambarnya sama persis.
Sam berpura-pura meminum kopinya. Alvaro melahap batagornya tanpa peduli dengan Juna yang memergokinya menggosipkan sang empu datang di undang pulang enggan di antar.
"Diem? Pantun receh? Susah tau mikirnya. Tadi itu ceplas-ceplos soalnya Laura cantik," Juna malah cengengesan, tak jadi memarahi Sam dan Alvaro.
"Ngomong sama siapa bos?" tanya Jaka angkat suara setelah sekian lamanya berkutat dari gambaran terbaiknya.
Ekspresi Juna kembali datar. "Sama angin," jawab Juna malas.
Adit terkekeh, Jaka selalu saja mencari gara-gara.
"Awas masuk angin bos," nasehat Adit.
"Orang pintar gak mungkin nolak aing," akhirnya Sam curhat setelah bungkam karena kehadiran Juna yang tiba-tiba.
"Terus aja korban iklan," ujar Satya malas, tak ada suasana menegangkan, kaku, dan monoton jika tak ada Sam, Alvaro dan Jaka seperti ambulance tanpa uwiw-uwiw.
🍁🍁🍁