๐๐๐
Wangi, rapi, percaya diri, remaja zaman kini, Juna siap bersekolah. Luka tusukannya kemarin masih terasa, namun Juna ingin memberikan kejutan pada Laura.
Rinai yang melihat Juna se-rapi ini heran. "Mau ke kantor apa sekolah?" tanyanya kesal, gen Juna yang sok ganteng itu menurun dari Antariksa.
Juna tersenyum manis. "Sekolah, berangkat dulu ya," Juna salim pada Rinai.
"Jangan banyak gerak, luka kamu belum sembuh total," nasehat Rinai, Juna sama saja seperti Agung yang banyak tingkah.
"Siap,"
Setelah Juna pergi, Rinai kembali membangunkan Antariksa yang masih sibuk di depan komputernya.
"Ehem ehem, udah kali berduaan sama komputernya. Gak ke toko?" tanya Rinai saat di ruangan pribadi Antariksa.
Antariksa menghampiri Rinai. "Iya, ini mau ke toko. Tadi cuman cek supplier persediaannya masih ada apa habis," merasa rumahnya tentram pati Juna sudah berangkat.
"Juna udah berangkat ya?"
Rinai mengangguk. "Kayaknya sih mau ke kantor tuh, rapi banget. Ngapelin siapa dah," Juna jatuh cinta? Apakah cuaca hari ini cerah atau pancaroba?
Beralih ke SMA PERMATA dimana Juna menjadi pusat perhatian bak artis dadakan yang nyasar tak tau arah. Teriakan histeris, tebaran bunga sehingga halaman SMA PERMATA seramai konser yang di bintangi Justin Bieber saja.
"Juna!!! Suamikuh notice me!!!"
"Bos Juna! Idamankuh,"
"Tiada rata deh gantengnya itu,"
"Wah bapak gue aja kalah tuh,"
Laura yang baru saja finger print pun menoleh saat nama Juna di sebutkan oleh para ciwi SMA PERMATA.
"Bukannya Juna kemarin gak ada kabar ya?" Laura masih mematung dan melamun, tak sadar hingga Juna yang ingin finger print merasa terhalangi.
"Maaf, kalau udah selesai minggir dong!" semprot Juna kesal, budaya antri juga berlaku di sekolah ini.
Laura gelagapan. "Eum, iya maaf. Tadi ngelamun bentar," ujar Laura polos.
Juna mengernyit. "Ngelamun sebentar? Emang pentingnya apasih? Heran deh, gak Sam sama Alvaro ngelamun, terus sekarang giliran kamu. Awas di samperin saudaranya Satya loh," Juna baru menyadari ia telah membentak Laura, memang mulut perlu ada rem-nya.
"I-iya kan refleks. Udah ah, males aku ngomong sama kak Juna," Lauraย melangkah pergi, Juna mengantarkan calon gebetannya ke kelas SAESTU.
Sangat di sayangkan saat Bram masih berada di luar kelas tengah mencari udara sejuk, menyapa Laura dengan manisnya membuat hati Juna semrawut dibuatnya.
"Laura, makasih ya catatannya. Maaf baru kembali in sekarang, kemarin aku sibuk banget sama ekstrakulikuler," Bram menyodorkan buku tulis bersampul hello kity tersebut.
Laura memaksakan senyumnya, melirik Juna saat hawa panas kecemburuan menjerat jiwa.
"Bram, ayo masuk. Bentar lagi bel masuk," ajak Laura, mengabaikan kehadiran sosok Juna yang masih setia berharap respon dari Laura.
Tas Juna di tarik seenak jidat oleh Sam dan Alvaro.
"Bos kok masih disini?" Sam menatap kelas SAESTU, pasti Laura.
"Gak baik bos di ambang pintu kayak gini. Gak laku ntar mampus tau rasa," omel Alvaro menganut mitos zaman dahulu.
Juna berdecak kesal. "Yaudah nih mau masuk," Juna melangkah dengan kaki di hentakkan, teringat Bram dan Laura yang semakin dekat. Bagaimana saat dirinya masih sakit kemarin? Apakah Juna kurang gercep ?
๐๐๐
Bu Aisofa yang menerangkan pelajaran Geografi pun membuat Juna sama sekali tak faham.
Sam mencatat ucapkan bu Aisofa yang penting, Alvaro ngupil, Jaka menggambar naruto, Radit menghitung uang kas, Adit menghafalkan rumus matematika karena besok ulangan, Satya menjelma seperti patung saking antengnya memperhatikan bu Aisofa menjelaskan bab kuantitas penduduk.
"Nah, bentuk piramida penduduk itu ada tiga. Coba yang tau angkat tangan, sebutkan nama dan absen," bu Aisofa menyapu pandangannya, Satya mengangkat tangannya.
"Saya bu, nama Satya Wijaya absen 34. Piramida penduduk terdiri dari tiga yaitu piramida penduduk muda, piramida penduduk stasioner, piramida penduduk tua," jelas Satya bijak, kebanggan SEBELMA.
Bu Aisofa mengangguk faham. "Baik, jawaban Satya benar. Sekarang jelaskan masing-masing ciri khas ketiga piramida penduduk itu. Saya akan tambahi nilai kalian sebagai penolong jika nilai ulangan tidak tuntas," kata bu Aisofa, kesempatan emas bagi yang selalu bertanya dan sang juara kelas.
Jaka mengangkat tangannya. "Saya bu, nama Jaka Hamengkubuwono absen 25. Ciri khas piramida penduduk muda memiliki komposisi dengan jumlah penduduk muda lebih banyak dari penduduk tua, piramida ini bersifat ekspansif,"
"Piramida penduduk stasioner menunjukkan jumlah penduduk umur muda dan tua berkembang. Ciri khasnya terdapat pada angka kelahiran dan kematian itu seimbang. Piramida ini sebagian besar berada di kawasan Eropa Barat,"
"Piramida penduduk tua ini menggambarkan angka kelahiran yang menurun dengan cepat dan tingkat kematian rendah. Ciri piramida ini jumlah kelompok muda lebih sedikit di bandingkan kelompok umur tua. Piramida ini dapat terjadi di negara yang baru saja mengalami perang,"
Riuh tepuk tangan, pujian, dan sorakan serta tabuhan dari Sam, Alvaro karena Jaka dengan lihainya menjelaskan seperti calon guru Geografi selanjutnya.
Bu Aisofa yang merasa terganggu dengan gendang ala SEBELMA pun memukulkan penggaris pada papan.
"Sudah jangan ribut. Kalian lanjutkan kerjakan uji kompetensi satu sampai tiga beserta essay. Jika ada soal yang menanyakan hitung-menghitung, di catat rumus dan caranya. Minggu depan kita koreksi, sekian dari saya kalian boleh istirahat,"
Akhirnya setelah sekian lama di pusingkan dengan pelajaran penghuni SEBELMA berbondong-bondong ke kantin.
Seperti geng Meteor, saat ini mereka berjalan menuju kantin tapi sambutan teriakan histeris, beringasnya para fans Junavers menarik-narik tangan Juna, meminta tanda tangan, menyodorkan ponselnya, memotret, hingga mencubiti pipi Juna. Mereka senang ketua geng Meteor akhirnya masuk ke sekolah kembali.
Dengan percaya dirinya Sam membubuhkan tanda tangannya, Alvaro meraih ponsel mereka berfoto bersama. Jaka berusaha menarik Juna ke lingkaran singgahsana, Satya mengomeli mereka tiada henti.
"Gerah tau gak! Hush sana!" usir Satya mendorong beberapa siswi yang berusaha berfoto dengannya. 'Lah kemarin gue masih masuk kenapa gak se-heboh gini?' tanya Satya terheran-heran.
๐๐๐