Lanjutan Episode 18.
Yadi menanyakannya satu per satu pada guru tersebut, sampai lupa menyuguhkan air minum untuk sang guru.
. . .
Hahaha, hahaha...
Mereka bertiga terkejut oleh tawa dari dalam sana. Tentunya suara tawa dari saudara mereka, yuni dan yadi. Karena teh yuni tak berani, yadi berlari menghampiri.
Sebelum abah guru menuju kamar itu, ia memberi benda pada teh yuni, seperti liontin yang merah berseri.
Ketika yadi membuka pintu, saudaranya sudah berdiri. Jari tangannya menunjuk kearah abah. Ketika abah guru makin mendekat, kedua mata muridnya melotot, seperti igin beradu otot. Seperti biasa, abah guru hanya senyum bersahaja.
"Mau apa lagi kau datang kemari! Kami sudah hampir selesai membawa anak ini!"
"Jangan senang dulu, hadapi aku!"
"Hahaha.. Bahkan kau tak mampu menahan anak buahku di ruangan itu!"
"Ketahuilah, itu karena kau selalu licik dalam menyerang"
"Mari kita buktikan saja! Pasukanku.... Kemari kalian! Serang manusia ini!"
"Yadi, minggir, bawa teh yuni kedepan rumah. Lalu cepat kemari, bantu abah dengan doa"
. . .
Yadi bergegas melaksanakan apa yang abah perintahkan. Dan lekas kembali untuk membantu abah guru, dan berdoa dengan khusuk.
Abah guru berhasil mengalahkan beberapa pasukan, sampai makhluk yang merasuk pada saudaranya turun tangan.
Makhluk tersebut sempat terkena pantulan dari serangannya. Tapi betapa liciknya ia, makhluk tersebut memanggil dan mengambil pusaka ghaib kepunyaannya, dan menyerang kembali snag guru itu. Kali ini, abah yang terkena efeknya. Namun yadi tak henti-henti memanjatkan doa. Ketika tersungkur, sang guru ditusukkan pusaka andalan si buto ijo, seperti besi runcing bergerigi, berbinar diikuti nyala api.
Yadi sontak memegang bahu abah guru dan tetap pada panjatan doanya.
Lalu, sang guru duduk bersila mengeluarkan pusaka kepunyaannya. Seperti pecut, dengan gagangnya yang sedikit kerucut. Sambil menahan rasa sakit tancapannya, sang guru berjampi-jampi sambil menyerang makhlut tersebut dengan satu pecut.
Benar saja, pecut itu mengarah persis pada leher sang makhluk, melilit hingga ia berteriak kesakitan, hingga lehernya terputus.
Tubuh yang dirasuki jatuh ke lantai, dan yadi menghampirinya, meletakannya di atas kasur.
Sementara, sang guru merasa kesakitan, yadi semakin blingsatan.
Sang guru semakin lemas tak berdaya, dengan tangan kirinya seperti hendak mencabut senjata tadi, tapi karena tak cukup energi, sang guru akhirnya tak sadarkan diri.