webnovel

Teman di Tengah Malam

นักแปล: Atlas Studios บรรณาธิการ: Atlas Studios

Gu Yanzhi mencurigai ada mata-mata di dalam perusahaan.

Dia masih terguncang, meskipun demikian, dengan tindakan yang diambil oleh sepupunya, yang saat ini adalah bosnya.

Sinar matahari musim dingin begitu terang dan terasa hangat. Dengan berbusana kasual, Li Zhicheng berdiri di depan meja kantornya, tampan dan tenang. Kertas-kertas dan barang-barang yang tadinya berserakan di mejanya kini telah dipindahkan ke rak buku dan disimpan dengan rapi. Di atas meja, sebagai gantinya, terdapat satu lusin kamera pengintai. Dengan alis panjangnya yang berkerut, Li Zhicheng memusatkan perhatiannya untuk menguji peralatan yang berbentuk asing di tangannya.

Gu Yanzhi mengambil sebuah kamera dan melihatnya dari dekat. "Jangan bilang kau akan memasangkan alat ini di kelompok satuan tugas?"

Tak terganggu sedikitpun, Li Zhicheng dengan cekatan memainkan peralatan itu dengan jarinya. "Kau bilang padaku bahwa kau curiga mata-mata itu ada di dalam satuan tugas," dia merespon dengan suara tenang.

Jawabannya seperti menyiratkan "ya".

Sebagai seorang yang menyukai tantangan, Gu Yanzhi berpikir mengenai itu dan setuju. Mereka harus mendeteksi dan menyingkirkan mata-mata itu dengan cepat, akurat dan sehalus mungkin. Mereka tidak memiliki waktu untuk mengurusi hal-hal sepele lainnya. Dia khawatir Li Zhicheng mungkin tidak terlalu paham dengan hukum dan peraturan terkait dengan masalah itu, kemudian dia berkata, "Ok. Tapi aku akan menyuruh orang lain untuk melakukannya. Lagi pula, kemungkinan ini ilegal, jadi kau dan aku harus menjauh dari hal ini."

Sekarang Li Zhicheng yang terdiam. Dia memandang Gu Yanzhi. "Pikirmu aku tidak paham hukum?"

Gu Yanzhi berpikir tentang itu dan menjawab dengan serius, "Aku tidak yakin." Kemudian dia tertawa.

Li Zhicheng melemparkan secarik kertas ke arahnya.

Gu Yanzhi melihat kertas itu. Ya Tuhan, itu adalah denah lantai gedung kantor dan wisma pegawai dimana satuan tugas akan tinggal. Tempat-tempat dimana kamera akan dipasang sudah ditandai oleh Li Zhicheng, kebanyakan di ruang rapat, ruang-ruang kantor, sudut-sudut tersembunyi di koridor, pintu masuk dan keluar. Walaupun tersebar di seluruh area, kamera tidak dipasang di ruangan yang akan mengganggu privasi pegawai. Anggota satuan tugas akan berada 360 derajat di bawah pengawasan kamera begitu mereka meninggalkan kamar masing-masing.

"Ternyata kau tidak buta hukum sama sekali." Gu Yanzhi pun memujinya. Dia kemudian menunjuk pada sebuah alat di yang dipegang Li Zhicheng dan bertanya, "Kalau begitu ini alat apa?"

Meletakkan alat tersebut di meja, Li Zhicheng memasukkan tangannya di dalam saku celananya dan berkata, "Sebuah alat pendeteksi sinyal." Melihat Gu Yanzhi masih kebingungan, dia menambahkan, "Dalam jarak sensornya, alat ini akan mendeteksi sinyal dari peralatan elektronik misalnya, telepon seluler dan radio ketika mereka digunakan, dan memintas sinyal tersebut dalam waktu satu perdelapan ratus detik."

Gu Yanzhi akhirnya mengerti. Karena Li Zhicheng telah memerintahkan seluruh anggota satuan tugas untuk menyerahkan telepon seluler mereka dan menggunakan telepon yang diberikan, mata-mata akan mudah tertangkap apabila mereka diam-diam mengirimkan pesan keluar.

Peralatan canggih itu bagus, namun.....

Gu Yanzhi terdiam beberapa saat, dan menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Bagus, sangat bagus. Sejak kau datang kesini, keamanan di perusahaan kita telah dinaikkan ke strata militer."

Nada bicaranya mengejek. Li Zhicheng tidak terpengaruh olehnya dan tetap memilah-milah teknologi barunya yang berharga baginya.

Gu Yanzhi meninggalkan Li Zhicheng sendirian karena dia harus menghadiri sebuah rapat. Dia belum melangkahkan kaki keluar dari pintu ketika Li Zhicheng mendengar Gu Yanzhi bergumam pada dirinya sendiri.

Dia tidak mendengar Gu Yanzhi dengan jelas pada awalnya. Setelah Gu Yanzhi berjalan beberapa langkah dari ruangan kantor, Li akhirnya mengerti apa yang diucapkan sepupunya itu: "Seorang prajurit akan mengeksekusi segala upaya untuk mencapai tujuannya."

Lin Qian pun memperhatikan diam-diam untuk mengetahui apabila terdapat mata-mata di dalam satuan tugas.

Ini merupakan rapat pertama bagi tim itu. Lebih dari dua belas orang duduk di dalam ruang rapat besar, menunggu Gu Yanzhi, ketua tim yang masih bertahan, untuk datang ke ruangan itu.

Kecuali Lin Qian, semua orang disitu sudah menjadi rekan kerja untuk waktu yang lama dan saling menyapa dengan hangat. Lin Qian pun memperkenalkan dirinya pada mereka. Dari sudut pandang Lin Qian, semua orang terlihat normal: termasuk pimpinan wanita dari departemen administrasi yang berusia 30-an, teknisi muda di departemen teknis, seorang manajer paruh baya di departemen manajemen produksi.

Tak lama kemudian Gu Yanzhi datang, diikuti dengan sekretarisnya, masih terlihat seperti seorang bos yang angkuh. Tanpa basa-basi, ia dengan ringkas menekankan betapa seriusnya situasi buruk yang dihadapi saat ini. Dia sendiri yang akan memimpin seluruh proses manajemen krisis kali ini, dan ia memberikan banyak kata-kata penyemangat kepada mereka, bahwa semua orang adalah pahlawan selama mereka membantu perusahaan melewati gelombang pasang di tengah badai.

Setelah mendengarkan pidatonya, semua orang terlihat serius dan percaya diri------setidaknya berpura-pura.

Bagian terakhir adalah menetapkan tugas bagi setiap anggota.

Kepala departemen administrasi, sebagai wakil ketua satuan tugas, mengumumkan penetapan tugas mewakili sang ketua. Seseorang bertanggung jawab atas hubungan dengan media, seorang yang lain bertanggung jawab atas hubungan masyarakat pemerintahan, seseorang bertanggung jawab atas pemasaran......

Orang terakhir adalah Lin Qian, yang ditugaskan untuk pekerjaan umum dan tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.

Di hari pertama, seluruh tim bekerja hingga lewat tengah malam, termasuk Gu Yanzhi. Setelah diskusi yang intens dan banyak peninjauan kembali, langkah awal serangan balik untuk menghadapi krisis telah dimatangkan saat fajar tiba.

Menentang semua perselisihan, Gu Yanzhi bersikeras bahwa Aida harus menjadi yang pertama untuk tampil dan meminta maaf, menarik semua produknya yang diragukan, dan menanggung kerugian. Rencananya bahkan lebih drastis daripada yang dipikirkan Lin Qian. Menjaga kerahasiaan mutlak strategi ini, konferensi pers yang tidak diprediksi, dan pernyataan yang tegas kepada publik. Mereka harus berhasil menandai kebangkitannya dalam langkah pertama ini, mengejutkan konsumen dan sekaligus para pesaing, dan menjatuhkan lawan bahkan sebelum mereka sempat bereaksi.

Lin Qian terkesan dengan Gu Yanzhi.

Dengan jadwal yang baru, semua orang bekerja rajin sampai malam hari.

Pukul sebelas malam keesokan harinya, Lin Qian masih lembur menyelesaikan pekerjaannya sendirian di kantor.

Tidak ada orang lain yang cukup kuat untuk bekerja selama itu. Malam itu, Gu Yanzhi akhirnya memperbolehkan semua anggota untuk kembali ke wisma dan beristirahat untuk berjuang lebih giat lagi keesokan harinya. Tetapi Lin Qian harus menyelesaikan fotokopi dan menjilid brosur-brosur untuk konferensi pers, sehingga dia harus tetap tinggal di kantor.

Malam membeku ditengah musim dingin di wilayah selatan. Ruang kantor itu terlalu besar untuk dihangatkan, bahkan ketika pemanas ruangan telah dinyalakan. Penjaga keamanan yang bertugas di gedung itu sudah mulai lebih awal membakar batubara untuk menghangatkan semua orang.

Petugas keamanan itu adalah salah satu junior Li Zhicheng dan tetangga akrab Lin Qian. Namanya adalah Gao Lang. Dia banyak membantu Lin Qian belakangan ini, dengan hal-hal seperti memesan makanan, mengganti kendi air minum, dan mengantar dokumen.

Ketika itu tengah malam suasana menjadi sunyi. Lin Qian menghangatkan tangannya diatas perapian batubara. Diluar jendela, keheningan malam membuat kegelapan terasa suram. Di kantor, hanya suara mesin fotokopi yang terdengar berulang-ulang, membuat ruangan kantor yang lega itu semakin dingin dan sunyi.

Sesaat kemudian, seseorang masuk.

Ternyata Gao Lang dengan tas besar di tangannya, yang terlihat berat. Napasnya dingin ketika dia berjalan mendekati Lin Qian. "Kenapa kau masih disini?"

Lin Qian tersenyum kepadanya, "Aku akan segera selesai."

Gao Lang mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan memberikannya kepada Lin Qian: Empat buah ubi jalar, tidak besar tapi berbentuk bulat.

"Ubi ini berasal dari kampung halamanku dan rasanya sangat manis. Kau pasti lapar, kan? ayo panggang ubinya. Pendam mereka di dalam batubara dan ubi ini akan segera matang."

Ini adalah kejutan yang menyenangkan karena Lin Qian memang lapar. Dia berterima kasih pada Gao Lang berulang kali. Gao Lang tersenyum lebar kepadanya dan pergi, tidak berani berlama-lama berada di dalam kantor.

Li Zhicheng belum sampai di pintu gerbang gedung kantor ketika dia mencium aroma ubi bakar.

Dia menoleh dan melihat Gao Lang berjongkok di ruang keamanan, sedang melahap ubi bakar.

Li Zhicheng membuka pintu dan masuk. Gao Lang melompat dengan kakinya yang bagaikan pegas dan memasukkan sisa ubi bakar ke dalam mulutnya. "Komandan...oh bukan, Bos!"

Li Zhicheng menganggukkan kepala dan duduk di sampingnya. Tanpa berkata apapun, mengambil ubi bakar dari abu batubara dan mulai memakannya.

Dia langsung menghabiskannya dengan cepat.

Li Zhicheng menatap Gao Lang. Tidak mengerti apa yang diinginkan bosnya, Gao Lang menatap balas menatapnya.

Li Zhicheng bertanya, "Apakah kau masih punya lagi?"

Gao Lang tertawa kecil, "Aku memberikan sisanya kepada Lin Qian."

Li Zhicheng menengadah ke atas ke lantai dua dimana lampu masih menyala. "dia masih disini?"

"Mmm, dia masih bekerja. Itu sangat berat untuk wanita muda seperti dirinya. Bos, tidakkah kau berpikir pemimpin perusahaan kita pasti seseorang yang otoriter dan kejam?"

Sangat membosankan sendirian menunggu mesin fotokopi selesai mengkopi dokumen! Lin Qian mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan mulai membaca.

Harum ubi bakar yang menggoda semakin kencang.

Bukankah seharusnya sudah matang? dia berpikir.Dengan matanya yang masih terpaku pada buku, dia mengambil sebuah ubi bakar. Tetapi ubi bakar itu masih sangat panas.

"Ouch!" Dia menjatuhkan ubi bakar itu, mengerutkan kening, dan mengibas-ngibaskan tangannya di udara.

Sial, panas sekali!

Ubi bakar yang renyah dan garing itu berguling di tanah dan berhenti di depan kaki seseorang di dekat pintu. Pria itu pun memungutnya dengan jari-jarinya yang kurus.

Lin Qian menengadah.

Dia mengenakan jaket penahan angin berwarna hitam. Warna itu membuat profil wajahnya yang tegas dan kulitnya yang putih semakin menonjol dengan tampilannya yang keren. Dia berdiri dengan tenang, bagaikan sebuah pohon bambu yang tinggi.

"Li Zhicheng? Apa yang sedang kau lakukan disini?"

Li Zhicheng memandang Lin Qian dan jari-jarinya yang terkena panas, sehingga tampak kemerahan. Dia kemudian berjalan menuju ke sebuah meja tanpa ekspresi di wajahnya dan meletakkan ubi bakar itu.

"Aku disini untuk mengambil beberapa dokumen untuk Presiden Direktur Gu," jawabnya.

Kenyataannya, dialah yang perlu melihat beberapa dokumen. Dia bertanya kepada Gu Yanzhi mengenai itu dan diberitahu seharusnya di kantor sudah tidak ada orang pada jam ini. Jadi dia sudah membawa kunci dan datang sendiri.

Lin Qian melihat kartu tanda pengenal yang tergantung di lehernya. Kartu itu didesain khusus untuk mengakses gedung ini. Dia kemudian mengangguk. Lin Qian baru akan bertanya dokumen apa yang diperlukannya, ketika tiba-tiba dia merasakan jarinya masih pedih akibat panas.

"Maaf, aku harus mendinginkan jariku dengan air." Dia pun berdiri.

Sesaat selepas tengah malam. Semilir angin bertiup, membuat dedaunan bergoyang di luar jendela. Lampu-lampu sudah dipadamkan di gedung dan seluruh kawasan industri. Di luar menjadi gelap, terlebih lagi di koridor dalam gedung.

Lin Qian ingin segera keluar, namun pemandangan yang gelap membuatnya takut.

Dia berbalik melihat Li Zhicheng.

berdiri disana, dengan diam dan tenang.

"Kau ikut denganku," Lin Qian berkata, mencoba terlihat tenang.

Li Zhicheng diam memandangnya.

Lin Qian memiliki alasan yang bagus. "Presiden Gu mengirimmu untuk mengambil dokumen, tetapi banyak hal yang bersifat rahasia disini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri disini, jadi ikutlah denganku."

Li Zhicheng melihatnya sekilas sebelum berbalik dan berjalan mendahuluinya. Lin Qian segera mengikutinya.

Di ujung lorong terdapat sederet wastafel.

Lampu disekitar wastafel dinyalakan Li Zhicheng, memberikan kilauan kuning yang hangat di atas permukaannya yang licin. Li Dia berdiri di sebelah Lin Qian dengan tangan di dalam saku celananya.

Merasa puas, Lin Qian meraih keran dan menyalakannya, serta meletakkan jarinya yang terbakar di bawah air yang mengalir.

Dia mendesis karena suhu yang sangat dingin.

Tidak ada pemanas di bagian selatan, sehingga air yang mengalir dari pipa di tengah musim dingin terasa sedingin es. Setelah beberapa saat, Lin Qian tidak dapat menahan dingin lebih lama. Dia menarik tangannya dan berniat mematikan keran. "Ini dingin sekali. aku akan pergi dan mengoleskan pasta gigi."

"Teruskan membilasnya," suara yang dalam dan kuat menghentak di telinganya, "Setidaknya selama lima menit."

Sedikit terkejut, Lin Qian melempar lirikan ke arahnya.

Masih tanpa ekspresi, Li Zhicheng berdiri di bawah cahaya, bagaikan sebuah pahatan. Mungkin karena dia mengatakan itu dengan nada komando, terlihat sedikit aura keras di wajahnya.

Serius?

Tanpa berkata apapun, Lin Qian melihat jam di tangannya dan meletakkan jarinya dibawah aliran air lagi, sambil mengertak-ngertakkan giginya.

Pandangan Li Zhicheng beralih diam-diam dari alis Lin Qian yang berkerut ke jarinya yang terbakar. Dibawah air yang mengalir perlahan dan jernih, jari-jarinya yang putih kurus dan bagian yang terbakar tampak merah seperti cat yang terang.

Li Zhicheng cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke pekarangan yang luas di kejauhan.

Lima menit kemudian, Lin Qian melihat ke arah jam tangannya. Segera setelah waktu selesai, dia mematikan keran, tanpa menunggu lebih lama.n

Lin Qian memandangi jari-jarinya dan menunjukkanya pada Li Zhicheng, dengan senyum manis di wajahnya. "Terima kasih, ini berhasil."

Li Zhicheng memandangnya dan mengangguk ringan.

Lin Qian berkata lagi, "Lihat, ini membeku dan tidak sakit lagi." Mengedip dengan senyum manisnya, dia berbalik dan berjalan menuju ke kantor tanpa menunggu reaksi Li Zhicheng.

Li Zhicheng tetap disitu, memperhatikan Lin Qian yang dengan tenang melenturkan jari-jarinya sambil berjalan. Diam beberapa saat, Li Zhicheng tersenyum tipis dan dia pun akhirnya beranjak pergi kedalam ruangan.

Di dalam ruang kantor, Lin Qian menelepon Gu Yanzhi di tengah malam, sebagai tindakan berhati-hati. "Tn. Gu, maaf mengganggu anda. Saya berada di kantor. Manajer Li Zhicheng datang dan hendak mengambil beberapa dokumen. Saya ingin memastikan hal ini dengan anda."

Suara Gu Yanzhi dari ujung sambungan telepon tidak terdengar seperti mengantuk, namun sedikit terkesan terkekeh tanpa penjelasan. "Li Zhicheng...manajer itu? Mmm, Aku memang menyuruhnya. Berikan padanya."

Lin Qian memilih beberapa dokumen, dan menyerahkannya kepada Li Zhicheng, kemudian berkata, "Brosur-brosur sedang dicetak. Tunggu beberapa menit. Aku akan memberikan salinannya kepadamu setelah selesai menghitung semuanya. Kau bisa menunggu sambil duduk."

Tanpa berkata apa pun, Li Zhicheng duduk di seberangnya.

Suasana sepi di ruangan yang besar. Mereka duduk berhadapan sesaat sebelum Lin Qian berkata: "Ayo, kita habiskan ubinya."

Li Zhicheng menengadah ke arahnya dengan matanya yang berwarna gelap dan tenang. Berpikir mungkin dia tidak ingin makan, Lin Qian baru saja hendak mengatakan dia akan menghabiskan semuanya sendiri ketika dia mendengar suara berat Li Zhicheng.

"Mmm."

Dengan hanya satu jari yang terluka, Lin Qian masih dapat mengupas ubi bakar dengan kedua tangannya. Ketika dia selesai mengupas sebuah ubi, dia menengadah dan mendapati Li Zhicheng sudah mulai memakannya.

Mereka masih duduk di hadapan perapian. Dia besar dan tinggi, sebuah ubi yang mungil didalam tangannya yang perkasa. Dia mengunyah dengan mulut tertutup, terlihat sangat tampan dan serasi.

Sedikit tersentuh, Lin Qian mulai penasaran. Karena mereka tidak akrab, dia tidak berani bertanya mengapa Li Zhicheng meninggalkan kemiliteran dan masuk ke bisnis. Oleh karena itu, dia bertanya dengan cara yang lebih kasual, "Apakah kau menyukai pekerjaan barumu?"

Li Zhicheng terdiam dan menjawab dengan suara tenang, "ya."

Lin Qian mengangguk dan tidak bertanya lagi.

Lin Qian merasa kenyang setelah menghabiskan sebuah ubi. Melihat Li Zhicheng berhenti makan, dia berkata, "Aku tidak akan makan lagi. Aku sudah kenyang. Habiskan sisanya kalau kau mau."

Li Zhicheng kemudian menghabiskan dua ubi jalar yang tersisa dengan cepat dan tenang.

Setelah memilah semua dokumen, Lin Qian menguap dan memberikan salinan brosur kepadanya. "Baik, ini dia."

Dengan setumpuk dokumen di tangannya, Li Zhicheng berdiri diam, dan melihat ke arahnya.

Lin Qian berkedip. "Ada yang lain?"

"Aku punya salep untuk luka bakar," Li Zhicheng berkata dengan suara yang jernih dan datar.