Aku makin gelisah saat bajingan ini mendekat dengan baju sudah ia tanggalkan. Terlihat kulit nya sangat matang disana alias gelap gulita.
Ia mengikat rambut ku keatas dengan hati hati.
" Okey.. Makin cantik kamu sayang kalau di ikat begini! Leher jenjang mu terlihat enak di emut emut..
Aku menggeleng geleng dengan marah. Mengumpat umpat dalam hati. Melihat bibir nya saja membuat ku jijik.
" Kita atur Ponsel nya disini " Nathan meletakkan ponsel di bangku dekat sana, dan ia kembali lagi sambil mengusap usap tangan nya sendiri. Berdecak melihat ku dengan berbinar-binar menatap ku lapar.
Tangan nya maju dengan jari bergerak gerak seperti menggelitik. Lalu ia tertawa seperti orang gila!
Sungguh dia ini pria gila!
Aku tak percaya ini! Akhirnya aku bisa merasakan tubuh mu sayaaaang...
Kelekar nya kembaki tertawa,lalu jari menjijikan nya menoel dagu ku. Ia lalu tertawa lagi.
Kita mulai dari mana ya...
Wajah nya maju mendekati wajah ku. Menghirup udara disana.
" Kamu bahkan wangi sekali sayang..., wangi lemon. Shampo mu sungguh.. Hmmm
Wajah nya semakin dekat dan dekat.
Dengan gejolak yang sudah tak tahan lagi. Ku benturkan kepala ku ke kepala bajingan ini "Buak" Kepala ku sakit sekali sampai mendengung pusing. Tapi aku tak boleh roboh sekarang. Lolongan teriakan Nathan sangat keras.
Aku menjulurkan kaki ku yang terikat dan sekali lagi pria besar ini terjungkal aku tendang dengan kuat.
Pergerakan ku bagus membuat ikatan di kaki ku ikut bergerak dan terlepas.
Ini keberuntungan ku. Sebelum pria brengsek ini bangun aku segera lari dari sana tapi pintu itu terkunci. Ada jendela yang tak terkunci.
Kulihat Pak Nathan bangun dan langsung mengejar ku. Sebisa mungkin aku menghindari nya. Menendang apapun yang bisa menghalangi nya. Menghamburkan tumpukan jerami dan terus lari,aku masuk kedalam ruangan yang gelap. Bau khas
Jerami semakkn kental disana. Kulangkahkan kaki lebih pelan. Takut kaki ku menabrak sesuatu dan bajingan itu menemukan nu.
Aku terus merayap dalam gelap. Meraba raba apa yang ada disana, sesekali terengah dan memijit kepala yang masih terasa pusing.
Kemana aku harus melarikan diri.
Kemana pun itu tidak sebelum Koh Ahong datang, tentu dia bukan lawan ku sama sekali.
Ada sorotan senter dari ponsel. Dan suara langkah Pak Nathan, jantung ku kembali di pacu gila.
" Sayang... Kamu ga bisa lari kemana mana. Gudang ini terkunci.. Menyerah lah..." Suara nya bergema di dalam ruangan yang aku prediksikan besar itu. Terlihat dari gema suara Bajingan ini berteriak, bahkan itu seperti nyanyian nya. Ia mengolok ngolok ku. Ia tau aku tidak akan bisa kemana mana di gudang ini.
Aku terus berjalan dan menunduk ketika sorotan senter itu nyaris menangkap ku.
Hinga bissa kurasakan kaki ku tertusuk benda tajam. Sakit sekali. Bahkan cukup dalam benda itu menusuk ku. Sakit nya nyaris membuat ku lemah. Perlahan berusaha dengan kuat menahan sakit saat benda seperti garu tanah yang biasa di pakai untuk bertani itu ku cabut dengan kaki ku sebelah.
Nyaris memekik karena sakit teramat. Bahkan mata ku menangis. Kurasakan darah ku mengucur di lantai yang tampam hany berupa bayangan hitam. Aku tak bisa lari jauh kalau begini. Mama... Tolong aku.. Ya Tuhan....
Dengan melompat dan kedua tangan masih terikat membuat ku kesusahan bergerak. Aku harus sembunyi dulu. Setidak nya melepaska ikatan ditangan. Aku harud cepat!!
" Darah.. Waah kamu berdarah ya sayang... Cup cup kasian sekali.. Pasti sakit ya... Darah ini mengikuti mu.. Hahaaaa mudah sekali mencari mu...Ayo came on.. Kita main sekali dlu sebelum Tuan baru datang...
Nafas ku tertahan mendengar nya. Percuma aku lari. Dia mengikuti jejak darah di kaki ku. Perlahan lahan aku keluar dari persembunyian. Berjalan dengan 1 kaki sangat sulit. Melompat lompat dan darah ku terus berceceran.
Hingga sorotan senter menangkap ku.
" Ketemu... Akhirnya..." Cicitnya dengan nada menyanyi.
Aku mencoba melompat lebih cepat tapi tangan nya berhasil menarik ku. Kali ini aku diseret dengan tangan nya di leher ku.
Ku coba tiup lakban yang nyaris terbuka ini aku yakin bisa terbuka. Soal nya tadi sempat di lepas Pak Natha tentu lem nya sudah kena angin. Sampai akhirnya terbuka. Langsung saja daging mentah ini aku gigit dengan keras. Pak Nathan kembali menjerit kesakitan. Tangan nya terlepas dan aku segera melompat cepat cepat disana menuju lampu disana. Ada cahaya yang tampak dari sela sela papan gudang yang lapuk di bawah nya, dengan menendang baagian bawah papan. Papa itu patah meski tak membuat lubang besar. Aku yakin tubub ku muat.
Aku merayap dengan susah payah mengabaikan bagaimana ujung papan tajam itu menggores kemeja ku hingga sobek, dan sekali lagi irisan luka ini membuat ku kesakitan.Aku terus merayap seperti ulat yang sudah sekarat, aku berjuang sampai titik penghabisan,aku tam mau masa kelam kembali terulang.
Tapi perjuangan belum seelsai, kaki ku di tanggap.
Ku injak injak tangan bajingan ini sampai ia mengerang,
"Rasakan itu..." Suara ku masih mengemando aku masih kuat walau sebenar nya sudah parah.
Aku bisa saja menginjak nya dengan tenaga kuda pada 1 kaki tapi.. Serangan lain membuat ku mati rasa.
Seolah ada tulang dicabut paksa dari kaki ku.
Ia menangkap bagia kaki ku yang terluka dan menusuk nya dengan jari.
Lolongan ku nyaring dan membuatku Lemas itu yang kurasakan. Tubuh ku di tarik lagi. Mata ku sudah mengabur. Tangan ku menggapai keluar berharap ada keajaiban.
" Berhenti bermain sayang...." Ucap nya disana.
Tenaga ku kembali terkumpul walau hanya sekian persen intinya aku tidak akan kembali mengalami pemerkosaan apalagi dengan pria ungu ini.
Ku injak lagi tangan nya dan kembali merayap. Ia juga kembali berusaha menarik ku. Menyiksa luka ku. Mengisik ngikis dengan kukunya.
Sedikit lagi...
Sedikit lagi...
Tubuh ku sudah seperempat keluar..
Bruk..
Bisa kurasakan tendangan kuda ku yang extra menginjak kepala nya dan
Aku berhasil keluar dari sana.
Aku lemas dengan sangat lelah, tapi ini belum selesai, ia pasti akan kembali. Aku harus pergi dari tempat ini.
Kembali melompat lompat dengan rasa sakit yang sudah tak terkira.
Aku melompat menyelusuri jalan beraspal yang sangat sepi. Aku tak peduli aku harus segera pergi dari sana.
Dari gudang itu terlihat Pak Nathan keluar dari pintu ia melihat ku. Dan berteriak disana.
Aku semakin gila terus melompat. Pria itu berlari sangat kencang tapi kaki 1 dengan kaki 2 tentu aku kalah. lagi lagi aku di tangkap nya.
" Liar sekali kamu Alena... Sial... " Katanya disana berusaha mengontrol pemberontakan ku dengan tenaga nya membuat ku seperti mensrik diri dari rantai kapal saja. Sia sia.
Sampai dari ujung terlihat lampu mobil mendekat.
" Shit... Waktu terbuang percuma!!! Mereka datang" Katanya kesal mengumpat
Jantung ku berdetak kencang, kali ini aku pasti tidak akan bisa lari lagi. Aku akan berakhir menyedihkan menjadi wanita penghibur mereka.
Lampu mobil itu menyoroti wajah ku dan mobil jeep tinggi itu berhenti didepan ku di belakang nya ada beberapa buah mobil lain ikut berhenti.
Seseorang turun dari sana dia Koh Ahong. Senyum nya sangat lebar dan itu benar benar petaka untuk ku.
" Cepat sekali Koh.." Kata Nathan terus menahan tangan ku yang masih berharap kabur. Apapun akibatnya.
" Iya dong.. Barang bagus harus segera di jemput! Benar begitu.. Nyonya Hurmous..." Kata Koh Ahong sambil menyalakan cerutu. Dan di belakang nya turun seseorang bertubuh tinggi, perawakan dalam kegelapan disana membuat ku merasa familiar dengan siluet nya, bahkan aura nya seperti raja raja kuno yang mencekam.
Jantung ku berdetak lambat mengikuti langkah orang ini. Hingga bisa kulihat sepasang mata tajam yang sangat aku kenal. Mata ini melihat ku dengan kemarahan yang ia tujukan pada pria di belakang ku. Mengintimidasi nya.
" Paak... Pak Devaaan..." Suara Pak Nathan terbata ia juga syok melihat Devan ada disana, " Kenapa Bapak juga ada? Dan nyonya Hurmous si siaapa?
Tanya Nathan pada Koh Ahong yang hanya cengengesan sambil mengesap cerutu nya.
" Yang mau kamu jual itu nyonya Hurmous... Dan aku ga mau kelihangan bisnis ku hanya tindakan bodoh mu" Lolong nya lalu kembali mengisap cerutunya.
Dengan cepat dan tepat. Ada peluru melesat mengenai kaki nya, bahkan jantung ku rasanya terhenti.
Devan menembak kaki Pak Nathan hingga pria itu mengerang kesakitan. Cekalan nya terlepas aku langsung jatuh seperti angin terhuyung. Hingga kurasakan perut ku ditahan tangan Devan, mata kami bertemu.
Aku baru mengalami kejadian yang mengerikan dan melihat pria ini ada disini dia seperti penyelamat hidup ku.
Dan bisa kulihat iris mata hitam nya yang seolah berembun lalu manik bak mutiara hitam nya kembali membulat dengn pancaran yang membuat orang lain enggan melihat nya.
" Mau diapakan dia Mr. Alexander" Tanya Koh Ahong terlihat tak sabar.
" Kutili saja dia! Buat dia cacat! Beri dia sedikit menikmati hidup menuju juranh kematian. " Kata Devan terdengar sangat menakutkan.
Dengan senyum merekah Koh Ahong memerintah anak buah nya disana untuk membereskan Pak Nathan.
Nafas ku memburu, tenaga ku terkuras dan sakit dimana mana membuat ku tak berdaya sekarang untuk keluar dari kukungan Devan.
.
" Terimakaaih Alena.. Aku bisa menemukan mu lagi" Tubuh ku di peluk Devan dengan erat. Ada perasaan membuncah dalam hati ku. Air mata ku titik. Ku tompang dagu ku kepundaknya.
***
Aku langsung dibawa ke Rumah disana ada Dokter sudah menunggu ku.
Bukan hanya Dokter tapi ada Susan dan Nita.
Kenapa ada Nita! Otak ku blank.. Tapi aku tak bisa menanyakan itu. Devan segera menutup akses siapa saja yang boleh masuk. Untuk kali ini hanya Dokter, dia dan perawat yang segera mengobati luka luka di sekujur tubuh ku juga kaki tentunya.
***
Bagaimana keadaan mu
Tanya nya setelah aku tertidur pulas. Obat yang aku minum membuat ku sangat mengantuk.
Aku hanya diam saja. Jujur saja aku masih merasakan trauma dengan kejadian tadi malam. Bahkan sampai terbawa mimpi bajingan Nathan mengejar ku.
Devan naik ke kasur mengambil tangan ku. Ingin kutarik ia menahan nya.
" Aku mengerti kamu pasti masih ketakutan kan.."
Punggung tangan ku di usap dengan jari nya. Lalu kurasakan bibir nya mencium tangan ku, tangan itu ku tarik segera. Kulihat ia dengan tajam. Aku masih benci dia!
"Ayolah Alena dia sudah menyelamatkan mu" Tegur hati kecil ku, bahkan aku sudah menyerah dengan nasib ku.
Kujauhkan mata ku, aku memalingkan wajah. Ada rasa gengsi yang besar aku lemah begitu saja dengan nya karena dia menyelamatkan ku.
Suara nafas nya di tarik dan dibuang
" Kamu belum makan kan. Akan ku pinta Mbok Wiss membawakan nya" Ucap nya datar sembari turun dari sana.
Perlakukan ku terasa sangat kejam. Tapi biarkan saja dia!
Ponsel ku terus bergetar sebelumnya aku sudah membaca tranding topic di grup ghibah.
Bukan hanya identitas ku yang ketahuan juga nasib Pak Nathan juga di jebloskan kepenjara dan terlihat bagaimana wajah bajingan itu penuh luka di foto itu. Pasti mereka menyiksanya lebih dulu sebelum di masukan ke penjara.
Lalu Bagaimana sekarang aku kerja!
Kubuang nafas dengan berat hingga Mbok Wiss datang mengantarkan sop kepiting yang masih panas.
Dan 3 hari berlalu aku sudah merasa baikan. Aku masih terkurung dirumah itu dan sial nya Devan tak gencar nya mencoba menarik simpati ku. Bahkan ia berulang kali pergi setiap aku berhasil membuat nya marah. Aku tau dia menghindari emosi nya untuk tidak menyakiti ku seperti kamaren kemaren.
Sore ini aku duduk di kolam renang belakang melihat air kolam disana yang tenang. Hujan gerimis turun membuat riak riak kecil di kolam itu terlihat.
Kurasakan aura Devan mendekat. Pria itu duduk di sebelah ku dengan sepiring kue kue yang masih panas.
" Pisang goreng! Kamu dulu suka sekali makan ini kan" Katanya disana menyodorkan makanan itu ke arah ku. Seperti biasa aku anggap dia tak ada.
" Kamu sering mampir ke warung kecil penjual gorengan kalau pulang kuliah..
Setelah itu kamu juga mampir ke minimarket di dekat rumah mu.. Setiap sore kamu menjemur pakaian mu di teras rumah kamu. Setiap hari selasa kamu pergi latihan Rock Climbing. Setiap jumat kamu mengantar mama mu ke salon juga menjemput adik kecil mu les sekolah. Dan akhir pekan kalian sering keluar kencan! Nonton bioskop atau melihat pertandingan basket dia dan sebulan sekali kalian pergi ke dokter Gladys. Spesialis Jantung"
Devan berhenti sejenak untuk bernafas.
Kenapa dia sangat hapal rutinitas ku di jakarta dulu, bahkan itu sudah tak ku ingat lagi.
" Kamu juga pernah camping ke Bogor 3 hari 2 malam disana, ada kejadian disana teman mu tenggelam ! "
Rasanya kuping ku memanas mendengar nya begitu detail menjabarkan masa dulu. Tapi mulut ini kelu sekali ingin berbicara dengan nya.
" Kalian juga berciuman di dalam kemah.."
Aku menoleh kearah nya. Mata nya terlihat sulit dijelaskan dan senyum tipis nya memudar. Hanya ada lekukan rahang yang mengeras. Aku sudah hafal saat ia menaha emosi. Manik mata hitam nya seperti berkilat. Dan urat lehernya terlihat tajam.
" Kalian saling mencintai.." Ia melirik ku lagi dengan mata penuh kebencian yang dulu aku lihat.
" Stop.." Akhirnya mulut ini terbuka juga.
" Ya aku dan Jordan saling mencintai.. Harus nya kami bersama kan!!" Dada ku membuncah. Kulihat Devan dengan geram.
" Itu sebelum dia mencampakan mu kan!" Ia balas menyerang ku.
Suaraku tercekat. Apa maksud nya mengatakan itu.
" Mencintai bagaimana! Kamu bahkan di abaikan setelah musibah menimpa mu!
" Itu karena kamu! Sial!!" Dengus ku mengepalkan tangan. Kenapa dia mengungkit lagi kejadian mengerikan itu.
" Ya karena aku! Aku ingin kalian pisah dan memiliki mu! Aku salah tidak berpikir panjang tapi itu terima konsekuensi nya kan. Aku menebus nya sekarang. Apa tidak bisa kamu melihat di posisi aku!!!
Dada ku naik turun. Bahkan kalimat nya seperti itu. Ada raut frustasi di mata nya, apa ia sudah lelah sekarang.
Suara ponsel nya bergetar. Dengan kasar Devan mengangkat telepon ini.
" Ada apa Rud?
Aku masih di rumah! Wakilkan saja rapat nya!! Hubungi aku keputusan nya"
Ia mematikan telepon itu. Wajah nya tampak sangat murung. Apa berhubungan dengan rapat global yang Nita sampai kan kemaren. Apa J sudah kembali kesini lagi??
Lantas ia berlalu dari sana.
Aku baca juga dari group kalau perusahan mengalami kerugian besar kali ini tambah parah. Aku rasa Devan juga tidak mengabaikan nya. Lantas kenapa ia masih meminta Rudy mewakilkan rapat nya apa karena ia disini karena aku?
Sejak kemaren ia tidak kerja.
Kenapa aku merasa jadi biang nya saat ini. Dan dia menyusahkan ku.
Setengah jam aku masuk kedalam kamar. Untuk minum obat. Kulihat Devan duduk di dekat Minibar kecil. Ia minum minum lagi. Kenapa pria ini lebih meringankan beban dikepala nya dengan minum? Bahkan dulu dia ini tipe pria pendiam! Dan jauh dari alkohol. Ah aku bahkan lupa kalau waktu itu sedang bersandiwara. Bahkan aku susah menemukan sosok Devan yanh sesungguhnya nya.
Setelah minum obat aku rebahan saja sambil nonton youtube di Tv, sampai aku berlonjak kaget, karena suara pecahan di luar.
Apa lagi itu?
Kuintip dari pintu. Kulihat sebotol minuman pecah dn berhamburan di lantai. Devan masih duduk di sana melanjutkan minum-minuman nya lagi.
Telepon nya berdering ia tampak malas melihat nama sipenelpon. Tapi tetap ia angkat.
" Ya Papi...! Dev lagi sibuk!"
Terlihat ia menjauhkan telepon itu dari kuping nya. Apa itu telepon dari Papi! Bokap nya Devan.
Seingat ku wajah Bokap nya sangat kaku. Kurang lebih dia sangat jelas juga kalau Papi punya tempramen besar. Aku tak pernah bicara dengan Papi, bukan Papi terhadap ku seolah tidak melihat ku. Matanya lebih bilang tidak menyukai ku. Berbeda dengan Mami yang sudah menyambutku dengan sayang.
" Devan akan usahakan! Kalian jangan terus ambil dana dari Jordan!!!"" Teriak Devan di sana . Aku masih mampu Papi!!ia lalu memutuskan telepon. Kenapa Jordan di bawa bawa!
Kulihat Devan disana kembali minum. Ia lalu memungut ponsel yang tadi ia banting ke meja.
" Rudy!! Siap kan saja sertifikat pulau itu! Nanti aku yang telepon Jessy!" Kata nya disana kali ini membawa nama Jessy .
Sertifikat?
Pulau?
Apa dia mau menjual pulau dengan Jessy? Sebegitu genting nya kah dia sampai menjual aset nya!!
"Kenapa J sangat ingin menguasai perusahaan Devan Dia bahkan punya banyak harta lainnya! Dan tidak kekurangan uang, apa ia mau menyerang Devan saja...! "
Pintu aku tutup dan kembali menonton chanel itu tapi pikiran ku malah tidak fokus. Punya masalah dengan usaha tentu membuat gelisah dan tidak tenang aku ingat bagaimana Papa sangat frustasi dulu. Usaha Papa yang di bangun dari Nol hampir kandas dan hutang melilit dimana mana. Apa Devan juga seperti Papa. Menjual sana sini.
Ponsel ku bergetar ada nama Jordan memanggil jantung ku seolah berpacu cepat. Nama nya ibarat dua persimpangan madu dan racun untuk saat ini.
Dia kembali menelepon setelah tak ku jawab berkali kali.
Dengan cepat ku geser ikon hijau itu keatas sebelum aku berubah pikiran.
" Alena.." Suara J... Terdengar disana.
Aku diam saja.
Kenapa rasa sakit yang aku rasakan. Kenapa J masih kekuh mencari dan menghubungi ku! Harus nya ia tau aku tidak bisa berselingkuh dengan nya. Aku masih ada sisi harga diri.
" Aku baru dengar apa yang menimpa mu! Apa kamu baik baik saja???" Kata nya lagi dengan suara pelan tapi membuat ku mendesir dengan suara nya saja, tapi aku enggam buka suara.
" Aku ingin ketemu dengan kamu... Aku merindukan kamu...
Ku pejamkan mata erat erat. Bahkan kalimat ini seperti mantera yang siap mengubah suasana hatiku.
Terdengar suara Pintu di dorong.. Kulihat siluet Devan masuk. Mata nya agak merah dengan wajah kusut.
Telinga ku masih menempel ponsel telepon dan J.
" Aku hanya ingin melihat mu... Bisa???, keluarlah ke teras aku ada dimobil..."
Kaki ku turun dari ranjang. Mengikuti intruksi nya. Di balkon sini bisa kulihat ada Jordan di dalam mobil sedang menelepon. Bisa kulihat ia tersenyum disana dengan jeda suara yang hening.
" Kamu pasti sangat ketakutan! Aku minta maaf ga ada diwaktu itu!! Aku akan buat pria brengsek itu merasakan mati tapi tetap hidup disana" Suara Jordan terdengar marah.
Jeda lagi.
" Dia baik padamu kan??
Maksud nya siapa? Devan?
" Aku mengerti posisi mu Alena.. Aku akan mengurus sisa nya..." Katanya lagi.
" Aku kirim alamat apartemen ku! Aku sangat merindukan mu. Datang lah temui aku"
Telepon lalu ia matikan.
Kulihat Jordan menutup kaca mobil dan mobil itu berlalu disana.
" Kenapa tidak pergi dengan nya"
Aki berbalik melihat Devan dan segera menyembunyikan telepon ku ke saku.
Apa dia akan marah lagi! Devan sangat anti dengan J dan bahkan ia akan menembak kepala J kalau aku masih berhubungan dengan Jordan. Devan tidak pernah main main dengan ancaman nya meski J punya kuasa tapi jujur aku tidak mau ada yang terluka dengan mereka berdua, apalagi karena aku. Sangat itu lelucon besar.
Aku memilih masuk kedalam tapi tangan nya menghentikan langkah ku. Biasanya aku langsung menepis nya tapi entah aku diam saja, aku tau dia dalam kekalutan yang besar sekarang.
Kurasakan tubuh ku di tarik mundur. Punggung ku menyentuh dadanya yang bidang dan kokoh Kurasakan ia mencium rambut ku dan menenggelamkan ceruk pernapasan nya ke leher ku. Bisa kurasakan nafas berat nya yang terlihat lelah disana. Tangan besar nya mengerat di pinggang ku.
Badan ku di balik. Dan bisa kulihat tatapan lemah nya disana.
" Aku bahkan sekarang mengijinkan mu menemui Jordan... " Katanya lirih. Ia tersenyun sinis.
" Kamu boleh pergi dengan nya tapi jangan meninggalkan ku.. "
Kenapa aku merasa perkataan nya adalah akhir dari perjuangan nya. Kurasakan dada ku berdebar. Bahkan seorang Devan akhirnya bisa lemah juga.
"Apa ia merestui ku dengan J?? Tanya itu seperti memberi ku pilihan lagi.
Dan kata kata itu berkecamuk di kepala ku.
Ini yang kuharap kan bukan...
Mata Devan naik kearah ku. Mata tajam yang biasa membuat ku ketakutan terlihat perih disana.
" Jordan dari dulu sangat ingin memiliki mu! Dia juga menyingkirkan orang orang yang melukai mu. Dia pria baik dan sangat mencintai mu. Aku hanya lah perusak kehidupan mu saja Alena! Aku pria egois yang bahkan terus menyakiti mu! Aku salah mencintai mu...!"
Dada ku rasanya terasa sesak...
Devan mencintaiku..