webnovel

Dua Puluh Delapan

Kulihat Devan tertidur disana. Kata kata nya benar benar membuat ku kalut sekarang.

Apa aku sudah mengikhlaskan perbuatan nya, apa aku begitu keras kepala berusaha membenci nya.

Perlahan aku mendekati nya Membungkuk melihat pria ini tidur dengan ada kelelahan di wajah nya.

Aku ingat dulu aku sangat memuja pria ini. Aku mencintai nya saat pertama melihat nya. Melihat nya seperti dewa dan tergila gila apapun tentang pria ini. Dia juga membuat ku sakit hati perlakukan nya yang tidak manusiawi dan membenci nya lagi setelah pengakuan nya.

Apa sungguh sekarang aku memilih Jordan dan mengakhiri kisah kelam ku dengan nya. Tapi dia bilang tidak mau aku meninggalkan nya. Dia mengijinkan ku bersama Jordan tapi masih menginginkan status ku sebagai istri nya.

Rasanya aku mau tertawa. Dia masih ada sisi egois nya.

Tapi apa ini firasat ku saja. Kalau ia mencoba meminta ku untuk tetap disisi nya. Apa dia tau yang akan terjadi nanti.

Aku ingat perkataan Jordan di telepon tadi. Dia bilang akan mengurus semua nya, apa yng ingin dilakukan Jordan??

Tadi malam setelah mimpi buruk ada kenangan yang muncul. Sebelum aku di culik. Saat aku menangis di dalam gang dekat kampus.

Aku mendengar Jordan menerima telepon dari seseorang, dan aku tak sengaja mendengar obrolannya.

Dia yang mengatur seseorang untuk menjalin bisnis dengan Papa lalu menipunya untuk membuat perusahaan Papa bangkrut.

Nafas ku terasa berat. Kenapa kalau memikirkan nya kepala ku sakit sekali. Bisa kah aku merasakan plong, bahagia dan tidak mengalami kejadian kejadian yang menyakitkan lagi.

Bisa saja. Asal aku ikhlas dengan semua yang aku alami. Aku tau itu. Tapi kata ikhlas itu sulit dijalani.

Telepon ku bergetar. Ada nama Susan disana. Aku memilih kebalkon mengangkatnya. Takut suara ku membangunkan Devan.

" Hallo..

" Hallo juga Len.. Gimana? Sudah sehatan?

Aku mengangguk sambil mengatakan iya.

" Perasaaan mu sekarang gimana?"

" Perasaan apanya?, jujur aku hancur sudah Sus.. Aku bingung masuk kerja apa ga nanti! Dia sudah membuat orang orang tau siapa aku! Aku kesal sekali" Kata ku berapi api.

Susan tertawa disana.

" Kalau saja kamu ada disana. Kamu pasti bangga Len. Devan sangat peduli dengan mu! Dia bahkan membuat Nuri angkat kaki dari kerjaan nya! "

" Kok bisa..

Susan menceritakan singkat apa yang membuat Nuri dipecat. Membuat ku jadi merasa di lindungi atau apalah. Aku tidak tau.

" Devan mencintai mu Len.." Kata Susan dengan nada rendah. Aku ingin tertawa tapi ia bersuara lagi.

" Pria itu mencintaimu dengan cara nya! "

" Ya tapi kamu tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Sus... Dia..-

Aku enggan membahas kata perkosaan yang Devan lakukan.

" Dia sekarang suami kamu Alena! Apapun kesalahan nya di masa lalu dia lah suami mu! Dia mencintaimu dan itu suatu point besar!"

Kugigit bibir bawah ku  apa karena istrinya aku harus mengikhlaskan perbuatan nya di masa lalu.

" Coba deh kamu berdamai dengan masa lalu yang pahit! Dan memaafkan semua yang menyakiti mu! Pasti kamu bisa lebih baik. Yakin deh..."

Kutarik nafas dengan mengeratkan genggaman ku" Bagaimana kalau Hendra kembali masuk kedalam hidup kamu dan mencoba memperbaiki kesalahan nya. Dan bilang ingin menjalin hubungan lagi dengan mu! Apa kamu masih terima Susan?

Aku menyerang nya dengan tindakan pahit mantan kekasih nya. Aku ingin Susan merasakan berada di pihak ku bukan mengayomi ku untuk kearah Devan.

" Ya. Aku akan memaaf kan nya! Tapi tidak menerima nya. Dia tetap ada di jalan ku di masa lalu tapi tidak masa depan ku! "

Aku tersenyum mendengar nya. Aku rasa Susan bisa mengerti posisi ku.

" Hati tidak ada yang memaksakan Alena! Untuk hati kamu aku dukung yang terbaik. Aku cuman minta kamu berdamai dengan masa lalu mu dan menata kembali perasaan mu. Hanya saja kamu ingat sekarang seorang istri! Coba menerima posisi itu sekarang. Jangan membenci dan coba terima kebaikan orang lain tanpa memandang kesalahan nya....

Kata kata Susan terngiang di benak ku.

Kulihat Devan masih tertidur disana.

Aku rasa perkataan Susan ada benar nya  berdamai dengan masa lalu dan menerima kebaikan orang lain.

Ikhlas..

Begitu kan...

Ku sentuh dada ku yang berdetak. Bahkan didalam sini jantung Devi menebus kesalahan nya. Tidak ada yang berubah dengan masa lalu hanya pandangan kedepan yang harus aku jalani...

Aku memakai gaun selutut berwarna hijau tosca.

Ini sudah jam 7 malam. Devan sudah bangun sore tadi. Kulihat ia masih uring uringan di tempat tidur tapi akhirnya ia mandi juga.

Dan saat ini mata kami bertemu. Ia melihat riasan tipis di wajah ku. Mata nya jatuh kelantai.

" Kamu mau pergi?" Tanya nya tenang tapi tersirat nada kesal.

Hmm  iya..

Mata nya sejajar lagi, garis bibir nya naik sekilas.

" Dengan Jordan??, pergilah dengan orang yang bisa melindungi mu. Jangan dengan teman teman lemah mu..." Katanya sarat dengan kekesalan.

Devan membuka lemari nya dengan kasar. Kulihat pegangan nya disana sangat keras. Bahkan aku yakin ia mengatakan nya tak ikhlas

" Aku mau makan seafood di Houbour Bay.. Kamu saja yang temani aku"

Perkataan ku sukses membuat nya diam beberapa detik dan menutup pintu lemari dengan cepat. Otak nya tampak lambat mencerna kata kata ku.

" Atau aku pergi dengan teman teman lemah ku saja" Kata ku memutar badan menghadap cermin lagi. Melihat reaksi nya disana.

" Tunggu sebentar! Aku akan siap siap!" Kudengar Devan dengan semangat dari pantulan cermin. Bahkan senyum nya merekah.

Entah kenapa aku juga tersenyum lebar. Melihat reaksi nya seperti itu. Ternyata Devan juga bisa begitu.

Devan mengenakan kaos hijau senada dengan baju ku  ia terlihat sangat segar dengan gaya rambut nya yang disisir tajam lurus ke belakang  tanpa mengkilat tentunya mengingatkan ku dengannya rambut klimis Rudy saja, kalau Rudy yang klimisan terlihat kunoan kalau Devan ia tetap menjuarai apapun yang ia pakai.

" Kita naik motor saja!" Kata ku menunjuk motor matic punya salah satu pelayan nya.

Apa! Devan tampak kaget. Ia bahkan membandingkan gaya nya dengan motor matic disana. Memang gaya nya yang sangat keren jadi aneh kalau mengenakan motor biasa. Tapi sekarang ia tak lagi mode membantah. Aku menguasai nya sekarang.

" Baiklah. Aku ganti sepatu dulu" Ujar nya seraya masuk lagi.

Melihat itu aku senyum senyum  mengerjai Devan ternyata semenyenangkan ini. Gengsi seorang Devan luluh juga dengan ku.

Ia pun tampak ogah ogahan memakai helm Mba Lala. Pasti ia meragukan kebersihan dan tingkat bau kemenyan helm itu.

" Pakai saja. Nanti tutup" Kata ku membuat nya mau tak mau menurut. Dengan menutup hidung dan menahan nafas ia memakai helm mba lala yang menurut ku sih bersih bersih saja cuman Devan nya saja kumat mispobia nya.

Tapi sekarang aku ragu apa dia pernah memakai motor? Matic? Pegang motor nya aja kikuk begitu.

Devan menstarter nya lalu mati. Tuh kan!!!

" Kalau ga bisa aku yang bawa lo.."

" Bisa kok!! " Jawab nya tegas.

Beberapa kali ia mencoba tampak belum menyala.  Dan yang ke 4 akhirnya ia mau.

" Gas nya untuk menjalan kan jangan di lepas! " Bisik ku.

" Iya tau!!

Hiiii, aku tertawa singkat, dan pelan sangat pelan Devan mengendarai motor itu. Bahkan kucing aja masih lebih cepat.

Ku lingkarkan tangan ku di pinggangnya  ia tampak kaget dan motor kembali mati.

" Sekali lagi...kalau ga bisa naik mobil aja" Kata ku memberi pilihan dan seperti nya memang harus naik mobil.

" Gak naik motor saja. Aku bisa kok. Kapan lagi di peluk istri begini.." Kata nya membuat ku berhenti senyum. Dan malah melebarkan senyum jadi itu yang membuat nya mempertahan kan naik motor.

Devan mengendarai benar benar hati hati, malah kelewat hati hati.jalan nya mungkin cuman 20/km

Aku bahkan merasa pegal duduk disana. Dan aku yakin ini rumah makan nya sudah tutup. Tapi kulihat ka sangat berusaha di sana.

Dan benar saja. Ikan ikan nya sudah banyak habis  perut ku melolong di sana. Jelas saja sampe nya jam setengah 10.

" Pak.. Yakin habis  coba cek lagi!! " Desak Devan dengan mata tajam nya membuat si bapak ini mengalihkan pandangan.

"Ya sudah pak. Terimakasih.." Ku anggukan badan dan menarik Devan disana.

" Bagaimana ini! Apa kamu sangat lapar??"

" Ada tempat lainya. Di dekat Nagoya. Disana enak. Jam segini biasa nya masih ada! Kita pindah kesana aja" Kata ku mencoba menghilangkan ke khawatiran nya.

Devan mengangguk kikuk dan kami kembali menaiki motor itu. Mengarahkan jalan menuju tempat yang aku masuk.

Kami sampai setengah jam an. Disana masih sangat ramai.

Di tempat makan terbuka dengan banyak oara chines makan disana. Disana memang terkenal enak.

Devan terlihat kikuk dengan tempat itu. Jangan bilang ia belum pernah kesana. Padahal disini boss boss besar juga makan.

" Pesan apa?" Tanya ku melihat menu dan di tunggu oleh waiter.

" Ayam goreng bawang nya disini enak!"

" Oh. Ya itu saja" Kata nya.

" Oke.bang.. Ayam goreng bawang 1. Ikan bakar 1. Teobeng nya 2" Kata ku lalu menyerahkan kembali buku menu. Abang abang tadi mengulangi pesanan kami sebelum kembali ke warung warung yang menyiapkan makanan di sana.

Kulihat keramaian di sana semua nya sibuk makan sambil mengobrol. Aku pernah beberapa kali ke sana dengan Susan dan Nita tentunya.

" Disini makanan nya enak! Apa kamu belum pernah kesini?" Tanya ku membuka suara sedari Devan diam saja.

" Ini pertama kali! Ku rasa memang enak. Pengunjung nya banyak.

" Pertama kali. Pantas! Apa kamu pernah ke pasar jodoh??

Devan membeo dengan nama tempat itu.

" Pasti belum juga kan. Disana banyak jual baju dan lainnya yang second. Harga nya murah meriah. Ada yang 5 rb selembar ada yang 15 rb, seru kalau berburu itu. Aku sama Nita dan Susan juga pernah beli barengan.."

" Hah.. Ada baju harga segitu? Itu kan bekas apa ga Papa??"

" Yaa. Bekas sih! Tapi nyarinya pilih pilih juga kan. Baju orang orang luar negeri! Tau sendiri kan di sini gampang dapetin harga murah

Devan mengangguk anggik saja walau aku tau ia bahkan tak kan tertarik kesana apalagi membeli.

" Kenapa ga membeli yang barh saja? Tidak sehat Alena!!

Aku berdecak! Bukan masalah kemampuan membeli tapi keseruan memilih dan itu bersama sahabat sahabat"  Jawab ku.

Lalu pesanan kami datang.

Aku merasa rasa lapar ku meningkat melihat ikan bakar segar disana. Dan pesona teobeng yang menggugah selera. Karena lama dijalan rasa haus ku meningkat.

" Apa kamu punya sahabat?" Tanya ku seraya meneguk teobeng itu yang langsung membuat tenggerokan ku berasa hidup lagi

Devan tidak langsung menjawab. Ia hanya mengendikan bahu.

" Punya, dulu tapi dia sudah pindah jauh ke Paris"

" Ooh.. Begitu? " Ku suap makanan ku dengan nikmat dan kulihat Devan makan dengan lahap juga. Pasti karena laper atau salera menu nya pas di lidah nya.

" Kami sudah sahabatan dari kecil. Setelah tamat sekolah ia pindah ke paris, kuliah disana dan sudah berkeluarga" Sambung Devan tanpa ku minta.

" Benarkah. Apa kalian pernah sering komunikasi sekarang??"

Devan menggeleng" Ga sering cuman liat di sosmed aja.

Aku mengangguk angguk. Bahkan aku baru tau Devan punya akun sosmed juga.

" Nama akun nya apa?" Tanya ku penasaran.

Ia mengeluarkan ponsel nya.

" Isi nya ga banyak. Aku cuman suka stalking orang orang aja" Jawab nya.

Ku lihat nama pengguna nya.

Dev_Al 

" Membaca nama nya entah kenapa berasa ada nama depan ku disana

Isinya memang ga ada  hanya 1 postingan dan itu foto aku dan dia menikah. Foto tangan nya menjabat penghulu sambil mengatakan ijab kabul.

Dan keterangan nya

My wedding..

Dan tertera 2 tahun lalu i posting.

Ada yang meletup di benak ku. Bahkan kalau aku tau dia punya akun ini. Pandangan ku bisa berubah.

Ku kembalikan ponsel nya lagi sambil menikmati makan malam ku.

" Nama nya Alea, wajah nya mirip dengan Devi!"

Kunyahan ku terhenti. Kenapa nama nya Alea! Jangan jangan Dev_Al itu! Terus kenapa juga wajah nya mirip Devi. Kok aku kecewa nya. Apa Devan dan Alea ini dulu pernah ada cinta.

Ku ambil teobeng ku dan meminum nya lebih banyak.

" Dulu aku menyukai Alea! Tapi dia menolak ku. Makanya saat ketemu Devi aku merasa itu dia"

Rasanya aku malas dengar kisah cinta remaja nya Devan.

" Hmm benarkah.. Berarti juga sama cantiknya dengan Devi kan "

Kuhabiskan lagi makan ku yang tersisa disana dengan lahap.

" Aku pikir mereka kembar! Tapi sifat nya ternyata beda! Alea baik sedangkan Devi yaa seperti itu"

Aku membeo lagi kali ini menggigit es batu yang tersisa. Sampai Devan kaget mendengar gertakan es batu yang ku gigit gigit.

Lalu pria ini tersenyum singkat! Kenapa aku curiga ya? Arti senyum nya apa? Apa dia masih memikirkan Alea itu??

" Kamu masih menyukai Alea?" Tanya ku sukses membuat Devan kaget.

Dia menggeleng kuat kuat. " Tentu saja tidak! Dia sudah berkeluarga dan bahagia!

" Kalau misal nya dia bercerai? Dan apa yang tidak mungkin? Mungkin saja dia menyadari kalau mencintai mu..  Tidak ada yang impossible..

Ucap ku lagi. Kenapa aku begitu terdengar memberi saran. Padahal aku hanya penasaran jawaban nya.

" Kamu memberikan solusi ya biar kamu merasa tenang dengan Jordan"

Kurasakan aura kami mulai berat.

Tuhkan gara gara mulut ku ini. Padahal aku berusaha nyaman dengan Devan.

" Bukan begitu Devan. Aku rasa kamu masih menyukai Alea.." Cicit ku.

Wajah nya kembali datar.

"Benarkah.. Aku pikir ajakan mu ini juga hanya simbolik menyenangkan ku dan pergi dengan Jordan!"

Ooh.. Rasanya kepala ku meletup letup lagi. Tuh kan. Aku dengan Devan memang tidak pernah lancar. Berhadapan dengan nya memang harus extra sabar.

" Aku ingin mencoba memulai dengan kamu Devan" Kata ku tapi cuman berani nya dalam hati rasanya aku gengsi tingkat dewa kalau sampai mengatakan nya.

" Apapun itu. Aku tetap senang kamu berbaik hati malam ini" Sambung nya lagi. Membuat ku hanya bisa tersenyum lebar.

Setelah itu kami pulang dan tetap kembali dalam waktu yang sangat lama bahkan tak ada obrolan lagi. Rasanya pantat ku benar benar pegal.

Rudy sudah menunggu di teras. Mata nya melebar tidak percaya melihat kami melintas dengan motor roda 2, bahkan saat kami sama sama masuk ia masih saja melongo mencoba meyakin kan diri kalau ia tidak salah lihat.

" Tuan..?

" Kita bicara di ruang kerja saja" Kata Devan acuh.

Rudy mengangguk dan sudah yakin itu memang Devan.

*

" Anak pintar..., naik level dong.. Hubungan kalian.. Rasanya gimana.?

" Masih tahap training sus... Kayak nya sekarang udah bisa menerima dy sih..

" Ada gitu ya training? Kalau gitu mau coba saran aku ga! Biar tambah klop penjiwaan kalian sebagai pasangan??

" Hmm, apa tu. Perasaan ku jadi ga enak!!😖

" 😁😁 tapi ini ampuh lho Len..

Kata abang google. Seks itu salah satu cara membangun suatu hubungan"

🤨!!😒😒😒 saran apaan tu..

" 😘😘 serius.. Coba deh"

Aku mengetik balasan chat dari Susan. Saran nya memang masuk akan dan pernah juga baca artikel itu kalau seks bisa menghidupkan hubungan lebih baik. Tapi mungkin karena Susan belum tau keseluruhan dia bisa menyampaikan saran nya itu dengan mudah.

Susah!!!

Mencoba membangun kembali pendekatan kami saja masih aku pikir berulang kali. Kalau saran itu...

Dan tadi saja saat pegangan di motor banyak gejolak yang hinggap di otak ku.

Apalagi berhubungan intim dengan Devan.

Aku belum siap.

Traumatis ku belum bisa hilang.

Pintu di dorong. Seperti kepergok lagi membahas orang ini dengan Susan membuat ku gugup. Dan dengan cepat Hp ku selundupkan kebawah bantal.

Dan mungkin Devan sempat melihat nya,

Senyum nya terbit meski tipis. Aku yakin ia berspekulasi dikepala nya.

" Belum tidur?" Tanya nya seraya masuk dan menutup pintu juga mengunci nya.

Punggung lebar nya disana membuat ku gugup dengan saran implusit Susan barusan.

Bahkan kulihat leher nya lebar kokoh disana juga membuat jantung ini berirama kencang.

Dalam segi apapun. Pria ini memang mempunyai postur atletis dengan punggung dan tubuh tinggi nya seperti itu, apalagi wajah nya selalu membuat decak kagum dengan aura mengintimidasi nya yang membuat setiap wanita jatuh hati padanya. Seperti sekarang ini. Setiap gerakan mata nya yang tajam membuat hati was was, dan itu membuat ku tergoda.

" Kenapa melihat ku seperti itu?

Aku tergugup! Ternyata ia menyadari dari tadi aku mengawasi gerak nya.

Devan melepas kaos nya yang tadi dan membuka lemari baju dengan dua tangan nya. Tampak jelas otot belakang nya lebih terekspos indah membentukan gunduka gundukan di bagian belakanv sana.

Lagi lagi ia menoleh dengan memperlihatkan sebagian wajah nya ada unsur mengintimidasi, tapi yang aku lihat dibawah cahaya lampu kamar yang masih terang membuat pria ini seolah berubah jadi dewa denga tubuh seksi nya seperti itu.

" Tidak aja"

Sahut ku segera mencari remote Tv dan menyalakan nya. Aku gugup dan juga otak ini blank.

Tadi bilang susah tapi kenapa Devan memberikan aura godaan yang kuat.

Bayangan liar mampir. Dengan tubuh itu ia ada di atas ku.

Astaga... Apa yang kupikirkan. Bahkan memikirkan nya saja. Perut ku anget.

Kucari cari chanel dengan otak tak ada di tempat.

Sialan ini gara gara Susan! Aku jadi kepikiran dengan saran gila nya.

Ranjang ini bergetar naik turun. Devan masuk ke sebelah ku dengan meninggikan bantal dan bersandar disana, bahkan ia menghela nafas, terdengar seksi lagi!! Kulirik Ia mengganti baju nya dengan piyama panjang. Dan meletakkan laptop nya ke pangkuan nya setelah menumpuk kedua kaki nya.

Nafas nya turun dengan teratur. Ku lirik ujung kaki sampai lutut nya dengan ritme jantung yang bertalu talu bahkan tangan ini terasa dingin. Ada firasat ingin mencoba. Tapi bagaimana cara nya. Godaan setan di kepala ku lebih kuat menguasai.

Tapi!

Aku takut dan tidak percaya diri.

" Apa semua baik baik saja?" Tanya ku dengan gugup sambil meluruskan punggung.

Mungkin dengan obrolan sedikit membuat ku lebih rileks.

Ku toleh kearah nya yang memfokuskan mata nya ke layar. Bahkan dua alias nya bertautan tajam. Tampang nya yang serius begitu malah lagi memberikan kesa jantan!

Dia terlihat lebih seksi dan cool banged. Aduh ya ampun Alena... Jerit ku merasa meleleh.

" Apa yang baik baik saja?" Tanya nya tanpa mengindahkan pandangan.

Kulirik layar didepan sana. Banyak kurva kurva aneh yang membuat mata ku sakit walau sedetik melihat nya.

" Perusahaan.." Kata ku sedikit hati hati. Tentu kedatangan Rudy ada hubungan nya dengan perusahaan.

Ia meneguk air liur. Jakun nya naik turun dengan indah di sana, dan sekejap mata ku terpaut saat ia melihat kearah ku.

" Hanya ada masalah kecil! Tapi bukan masalah! " Jawab nya sambil menaikan lagi rambut lurus nya yang jatuh ke matanya, bahkan ia mendengus rambut itu mengganggu nya.

Seperti nya mulai kepanjangan.

Kalau bisa di kreasi kan. Tuh rambut mau aku belah dua lalu di warnai warna biru kayak jungkook BTS

Pasti keren tu.

Tapi tampang Devan yang tajam seperti itu tentu akan jelek hasil nya, jadi mirip banci preman. K-pop kan lebih mengusung wajah yang candy-candy.

" Kenapa selalu melihat ku? Apa ada yang aneh dengan wajah ku?

Sekejap aku memalingkan kan muka, dalam hati terkikik saja memikirkan hal gila yang barusan aku pikirkan. Dia pasti heboh kalau dirinya aku ubah seperti Rudy! Asisten nya.

Tapi ni mulut tetap mengatakan nya juga.

" Rambut kamu.. Pasti lucu kalau di warnai kayak Rudy!"

Dan reaksi nya benar saja ia syok! Dengan hidung nengerut dan memperlihatkan tampang jijay. Wajah nya lebih ke timuran dari pada kekorean tentu ia sadar itu.

" Apa kamu berpikir mau mengubah ku seperti Rudy? Terus menari nari di dalam TV??

Mendengar nya ku malah ketawa. Fantasi ku tidak sampai kesana. Cuman membayangkan Devan melakukan nya saja sudah membuat ku ngakak. Aku yakin pria ini bakal seperti robot kalau menari.

Jadi pengen membuat nya seperti itu beneran!

" Apa kalau aku meminta nya kamu mau melakukan nya???"

Sekali lagi mata nya selebar piring debgan bahu tergelitik. Aku kembali ketawa melihat ekspresi nya.

Ia lalu meletakkan laptop ke nakas dan meraup poni nya dan mengusakan tetap stay ke belakang.

" Tekstur wajah ku ga cocok seperti mereka Alena! Nanti kamu kecewa!" Kata nya lagi berpikir kalau aku akan benar meminta nya berubah jadi seperti itu. Ada nada penekan di kalimat nya.

" Wibawa ku akan hilang kalau berubah jadi K-pop!"

Kepala ku mengangguk angguk sambil terus mendengarkan komentar nya. Tanpa ekpresu tentu nya.

" Seluruh dunia akan menertawakan ku!!!

" Hmm.. Belum tentu..." Sahut ku sebenarnya cuma iseng mengerjai nya.

Ia melotot lagi dan bisa ku lihat bagaimana kepala nya diisi bayangan ia dengan gaya K-pop.

" Serius?" Tanya nya lagi. Aku rasa ia punya tuntutan tidak menolak permintaan ku.

Aku lalu ketawa puas melihat nya sebegitu tak berdaya.

" Aku bercanda Dev! Kamu hanya akan jadi banci wajah bengis begitu ga cocok sama yang manis manis.."

Perut ku sampai sakit terus menertawakan nya, sampai mata berair.

Bahkan aku lupa sejak kapan aku tertawa begini.

Bengis???

Ia tampak tak terima dengan sebutan itu. Mulut ku sampai di tarik dan tawa ku di bungkam nya dengan tangan. Bahkan aku tergelitik kegelian ia menyerang ku dengan menggelitik pinggang ku.

Aku paling lemah kalau di gelitik.

Tawa dan rasa geli ku menguar tak terkendali. Bahkan aku berusaha membalas nya dengan gelitikan tapi kulit nya seperti kadal keras sekali. Bahkan gelitikan ku tak mempan. Yang ada aku terus di serang sampai kaki-tangan ini terus kemana mana. Beruntung ni kaki udah mendingan kalau ga aku yakin bakal tambah parah.

" Stooop.. dev.. Hnmppp hhhhaaaaa

Entah berapa lama ia menyerang ku dengan serbuan jari nya. Dan kami tak sadar posisi apa sekarang yang membuat aku jadi seperti pasir. Nafas kami naik turun.

Ia berada di atas ku dengan dada memompa oksigen. Kulihat tawa nya memudar dengan senyuman yang terbit, dan aku terus memandangi nya.

Nafas tertatih ini berubah jadi pompaan darah yang bergejolak.

Serasa sadar aku memandangi nya Devan melihat ku. Mata kami bertemu. Beberapa detik kami saling terpaku dalam situasi itu. Nafas nya turun secara teratur bahkan jakun nya kembali naik turun. Seperti ada pikiran masuk dalam kepalanya.

Apa dia memikirkan yang sama. Tapi kabut keraguan juga terlihat di sorot matanya.

Kami tau kami sedang terjebak dalam situasi panas.

Apa aku mencoba atau mundur.

Ini piliha untuk ku.

Kalau Devan aku rasa ia berusaha mengendalikan nya. Ia takut salah langkah.

Tangan kanan ku malah terulur ke wajah rupawan nya. Sentuhan kulit ku sendiri membangkit kan rasa yang tersembunyi.

Kuusap wajah nya dan ia dengan cepat menahan sentuhan ku mata nya terpejam dan menarik nafas seperti sedang menikmati suasana itu . Tubuh nya turun perlahan. Dan bisa kudengar suara jantung nya yang cepat dan nafas nya yang menyapu kulit ku.

Sinyal matanya seperti mencoba memberikan arahan apa ia akan atau tidak.

Tapi aku hanya diam tak berdaya.

Kedua tangan nya tertumpu pada kedua kepala ku.

Nafas nya semakin dekat dengan mata nya terus menelusuri wajah ku.

Seperti sapuan ombak yang ringan. Bibir nya menyapu bibir ku pelan dan lembut.

Jantung ku semakin berpacu hebat.

Ini bibir yang waktu itu bercumbu dengan sahabat ku

Punggung ini yang waktu itu merenggut kesucian ku denga paksa...

Dia..