webnovel

Majikanku Cinta Lamaku

Cinta lama di masa remaja yang masih melekat apik di hati seorang gadis bernama lengkap Wiyana Aqila, membuat dia tak menyangka bisa kembali bertemu dengan pria yang dia cintai. Awalnya dia sangat bahagia kembali bertemu setelah bertahun tahun lamanya mereka berpisah, sayangnya Wiyana tak sempat mengatakan isi hatinya. Sampai di hari mereka bertemu kembali, dia cukup terluka ketika tahu bahwa pria yang dia cintai ternyata telah memiliki anak. "Kamu pria yang sangat buruk, Ken bernasib sial karena mempunyai papa sepertimu!" "Kalau begitu berikan dia perlakuan baik itu," tandas Haidar tiba tiba saja sukses membuat Wiyana gelagapan. Tak pernah terbesit dalam benaknya untuk bekerja di bawah naungan pria yang ia cintai, padahal pria itu sudah melupakan dirinya. Bagaimana kah Wiyana akan menjalani hari harinya? Sanggupkah dia menjalani hari menjadi pengasuh anak dari pria yang cintai? Temukan jawabannya dalam kisah ini.

SinagaKiyowo · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
392 Chs

Kumbang Kumbang Pria Misterius

"Ah, capek banget gila," keluh Wiyana.

Ya, dia lelah berlari lari dari gerbang ke dua rumah Haidar sampai ke ujung jalan.

Di mana terdapat garis polisi di sana, itu adalah TKP penculikan dua gadis belakangan ini.

Entah bagaimana dia akan mengejar Ken, ia pun tak melihat ada angkutan umum yang akan melintas di sana.

Wiyana menopang tubuhnya dengan ke dua tangan, dengan meletakkan tangannya di atas lutut.

Dan, begitu dia kembali menegakkan tubuh betapa terkejutnya Wiyana karena tak segaja oleng dan menubruk tubuh seseorang.

"Aroma ini...."

Bau solar dan besi karat, yang sangat pekat. Ya, Wiyana ingat. Sangat ingat, dia sontak menoleh.

Tepat di sampingnya ada pria dengan hoodie oversize, kepala pria itu tertutup kupluk sampai batas dagu.

Wiyana menelan ludahnya, dia mundur satu langkah.

"Kamu, pria yang waktu itu bukan?" tanyanya ragu ragu.

Pria itu awalnya diam, sepuluh detik berlalu baru dia menoleh. Dia sedikit mengangkat kepalanya, dan sejak itu Wiyana tahu kalau pria itu mengenakan masker hitam serta kacamata yang senada.

"Maaf, apakah kita pernah bertemu?" tanyanya balik.

Mendengar suaranya saja Wiyana sudah yakin kalau pria itu adalah pria yang sama, pria itu adalah pria misterius yang pernah Wiyana tabrak bahunya.

"Iya, kejadiannya sama. Saya tidak segaja menabrak bahu kamu malam itu," akunya terlalu polos.

Pria yang belum Wiyana ketahui namanya merotasikan matanya ke atas, berlagak berpikir. Lantas matanya menyipit menandakan kalau dia tersenyum di balik masker hitam itu.

"Oh, iya. Mungkin saya lupa," katanya santai.

Wiyana mengangguk angguk maklum.

"Waktu itu kamu berkeliaran di dekat gang kontrakan saya, saya pikir rumah kamu di sana. Tapi, kenapa sekarang kamu ada di sini?"

"Saya sedang mencari kumbang kumbang cantik yang bisa dijadikan koleksi," akunya.

Wajah Wiyana berkerut, kumbang? Lantas dia melirik ke tangan kekar pria itu, di ujung hoodienya terdapat bercak darah.

Sadar ada sesuatu yang tak beres, Wiyana sontak mundur beberapa langkah, matanya tak bisa berhenti untuk melihat ke satu titik tersebut.

Karena takut melihat bercak itu Wiyana tak sadar dia sudah berada di tengah jalan.

Melihat tingkah Wiyana yang aneh, pria itu menoleh. Dilihatnya Wiyana lalu di belakang gadis itu ada mobil yang melaju cepat.

"Awas!" serunya, tanpa banyak basa basi. Pria misterius itu menarik Wiyana kembali ke pinggir.

Dadanya naik turun karena syok, pupilnya pun turut membesar. Wiyana kaget, sangat kaget.

Nyawanya hampir saja melayang.

"Hati hati, dan perhatikan langkahmu. Jangan sampai salah melangkah nyawa kamu akan menjadi taruhannya," tegur si pria. Sembari melirik Wiyana dari atas sampai bawah, entahlah apa maksudnya menatap seperti itu.

Ucapannya semakin tak jelas dan membuat Wiyana tak tenang, tak segan Wiyana menyentakkan tangannya membuat pegangan pria itu terlepas.

"Darah itu...."

Kepanikannya membuat mata si pria lagi lagi menyipit, Wiyana yakin pria itu tengah tersenyum.

"Kamu panik karena darah ini?"

Sadar akan ketakutan Wiyana, pria itu menggulung lengan hoodienya sedikit dan di kulitnya terdapat luka cakaran yang sepertinya lumayan dalam.

"Saya terluka ketika mencari kumbang, sepertinya mereka sangat tidak ingin saya miliki."

Bertepatan dengan itu angkot melintas, Wiyana buru buru memberhentikan angkot.

Ia terbirit-birit masuk ke angkot, Wiyana berbalik untuk melihat pria itu yang ia tinggalkan.

Apa yang ia lihat membuat dirinya merinding, karena pria sialan itu terus memandangi dirinya walau sudah jauh.

"Siapa dia sebenarnya?" gumam Wiyana ketakutan, jantungnya tak bisa diajak kompromi.

Terus saja berdetak tak karuan karena panik.

***

"Apa tidak ada CCTV di jalan itu?"

Allard menggeleng, di tangannya terdapat laporan tentang hilangnya seorang gadis di jalan Pondok Putih.

Penculikan ke dua kalinya di tempat yang sama, kasus itu masih belum bisa mereka selesaikan.

"Lalu bagaimana kita akan menemukan si Anjing Gila itu?" gerutu ketua tim menatap semua anggotanya.

Allard menghela napasnya, dia pun tidak tahu.

"Jalan itu terlalu sepi dan sedikit penduduk untuk memiliki CCTV," ungkap salah satu anggota dari tim Allard.

"Benar, Pak. Jalan Pondok Putih di sisi kiri dan kanan jalan hanya dipenuhi oleh pohon pohon besar. Pantas saja si bajingan itu melakukan aksi gilanya di sana."

Ketua tim mengangguk membenarkan ucapan Allard.

"Baiklah, kita permudah saja ini. Bagaimana kalau kita lakukan patroli di jalan itu bergantian?" usul sang ketua tim.

"Ide yang bagus, untuk yang pertama biar saya yang berpatroli."

Allard menawarkan diri lebih dulu, semua anggota setuju.

Bukan tanpa alasan Allard ingin berpatroli lebih dulu, ia lakukan itu karena ada nyawa orang lain yang juga harus dia jaga.

Wiyana, ya. Gadis itu akan sering berkeliaran di jalan Pondok Putih sebab dia bekerja di sana.

Allard sudah membayangkan kalau dia akan berhasil menangkap pelakunya, menangkap pelaku dengan tangannya sendiri adalah cita cita Allard sejak awal.

***

Di pinggiran kota, tepatnya di sebuah bengkel rongsokan mobil. Pria dengan hoodie hitam serta wajah tertutup masker tampak memasuki tempat rongsokan mobil itu.

Langkahnya cepat masuk semakin dalam, pria itu berjalan semakin dalam. Membuka pintu, begitu ia buka pintu samar samar terdengar suara teriakan teriakan dari wanita di bawah tanah.

"Berisik!" bentaknya menggema di dalam ruangan kumuh itu.

Bentakannya membangunkan seekor anjing hitam peliharaannya yang dia ikat di dekat pintu.

Alih alih diam, suara suara pekikan dari bawah tanah semakin jelas. Pria itu mengepalkan tangannya.

"Kenapa kumbang kumbang itu tidak bisa diam?" geramnya.

Dia seret langkahnya mendekati tangga menuju ke lantai bawah, lorong sempit dengan lampu berwarna merah itu membuat siapa saja yang lewat enggan untuk berlama lama di sana sebab bau besi karat dan lembab sangat menyengat di sana.

Semakin dia turun ke bawah semakin jelas pula suara teriakan kumbang kumbang yang dia maksud, dia banting pintunya.

Seketika saja semuanya langsung diam.

"Apa kalian ingin berubah menjadi anjing? Kenapa kalian terus menggonggong tanpa henti? Kalian adalah kumbang, tetaplah anggun dan diam," serunya membuat bulu kuduk para wanita yang ada di dalam jeruji besi itu meremang.

Tempat itu ada di bawah bangunan bengkel, di atas dan bawah ruangan hanya dipenuhi oleh jeruji besi karat. Dari sekian banyaknya jeruji yang dihias dengan kain putih di atasnya baru dua yang terisi, tepatnya ada di bagian bawah.

"Tolong, tolong lepaskan saya!"

Gadis dengan rambut sepinggang berwarna hitam legam, memakai almamater kampus berwarna army itu memohon dengan sudut bibirnya yang sudah robek sebab dipukul oleh pria sialan itu ketika ia teriak.

"Jangan begitu, kamu yang paling cantik dan berpendidikan di sini. Bukankah pendidikanmu sudah cukup untuk membuatmu paham tentang tata krama?" balas pria itu.

Gadis yang bernama Bulan Keanan itu menggeleng.

"Tolong, jangan perlakukan saya seperti ini. Lepaskan saya, saya harus kembali ke ibu saya. Dia bahkan belum tahu kalau saya mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan kuliah."

"Kisahmu sangat sedih, sudahlah. Kamu tidak perlu gelar untuk menjadi kumbang di jeruji itu," balasnya dibarengi dengan tawa menyeramkan.

Satu wanita yang ada di jeruji di samping gadis universitas itu menggeleng, memberikan kode agar Bulan berhenti.

Ia juga gadis malang yang terjebak di sana tanpa keinginan dirinya, sudah berhari-hari dia lebih dulu di sana dan tahu bagaimana bajingan itu ketika marah.

"BAJINGAN! SAYA BILANG LEPASKAN SAYA, APA MAUMU SEBENARNYA PENGECUT!" maki Bulan kehilangan akal.

Sontak saja tawa si pria langsung berhenti, dia membuka kacamata hitamnya. Netra abu abu terang itu garang menyorot pada Bulan membuat nyalinya menciut.

"Apa katamu? Pengecut?" beonya sembari mendekat.

Wanita yang menempati jeruji di samping Bulan menangis dalam diam, dia tahu apa yang sebentar lagi akan terjadi.

Wanita itu menutup matanya, dan dugaannya benar sebab tak lama setelahnya terdengar suara pukulan dan pekik pilu dari Bulan.

Pria sialan itu memukul wajah Bulan tanpa ampun, gadis malang itu jatuh menghantam dinding keras membuat kepalanya berdarah.

"Jangan berani menghina saya seperti itu, Sialan! Gadis bodoh! Mati saja kamu seharusnya!"

Pria itu mengamuk, tubuh Bulan dia tendang di segala bagian. Bulan menjerit dan sesekali memohon tapi tak digubris, dia merasa seluruh tulang di tubuhnya remuk.

Pria bejat itu tak segan memukul wanita yang ia anggap kumbang jika berani menghina dirinya, apa lagi kata pecundang adalah yang paling ia benci.

Ada kisah di balik kata sialan itu.

***