webnovel

Maaf, Aku Mencintainya

Urusan hati memang susah untuk dikendalikan. Kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta sama siapa. Seperti kisah Tania, seorang gadis SMA yang jatuh hati pada seorang kakak OSIS yang bersikap sedingin es batu, bernama Belva. Dengan sikapnya yang ceria dan selalu bisa membuat Belva tertawa, akhirnya Belva pun juga merasa nyaman dengan Tania. Namun, saat rasa cinta Tania pada Belva menguat, Belva jujur pada Tania kalau sebenarnya belva adalah pacar Cantika, sahabat dekat Tania. Hati Tania begitu hancur, tetapi ia tetap tidak bisa mengendalikan perasaannya. Akhirnya mereka memutuskan tetap menjalin hubungan di belakang Cantika. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? mungkinkah Cantika akan mengetahui hubungan gelap kekasihnya dan sahabatnya?

Roisatul_Mahmudah · วัยรุ่น
Not enough ratings
397 Chs

Belva ke Kamar Tania

Belva menatap Tania dari belakang. Gadis berpiyama panjang warna hitam itu sama sekali tidak menoleh sampai di depan pintu rumahnya. Saat itu, tidak ada lambaian tangan ceria. Tidak ada ucapan terima kasih sambil tersenyum, dan tidak ada lonjakan gembira seperti yang biasa ia lihat.

Belva menunduk. Baru saja sehari Tania berubah, tetapi Belva sudah kehilangan. Beberapa hari bersama dengan gadis bertingkah laku ajaib itu , ternyata benar-benar membuat Belva nyaman, dan kini dia benar-benar merasa kehilangan.

Belva terus bertanya kepada dirinya sendiri, apakah mungkin dia menyukai Tania? apakah debar-debar yang dirasakan saat dia dekat dengan Tania itu benar karena rasa cinta? Tapi mana mungkin, seorang Belva yang selalu berusaha untuk tampak perfect di hadapan orang, bisa menyukai gadis yang sama sekali tidak ada dalam kriterianya.

'Tan, ternyata aku merindukan kamu yang kemarin.' Belva menatap pintu rumah Tania, lalu dia segera memakai helmnya, dan meluncurkan motornya menuju ke rumah.

Di dalam rumah, Tania sedang mengintip dari balik tirai, seperti adegan di FTV dan sinetron yang biasa ia tonton. Ternyata rasanya sakit, pura-pura tidak peduli, dan pura-pura mengabaikan orang yang sebenarnya ingin kita perhatikan. Pura-pura tidak menyukai, padahal hatinya berteriak.

'Kak Belva, Aku ingin berlama-lama ngobrol sama Kak Belva. Aku ingin melambaikan tangan seperti biasanya. Tapi untuk apa jika akhirnya apa yang aku lakukan ini hanya sia-sia, dan tidak pernah ada artinya di Mata Kak Belva. Lagi pula, aku harus menjaga hati Cantika kan? Apapun bentuk hubungan kita, cantika tidak akan menyukainya, dan kak Belva, pasti lebih memilih untuk menjaga hati cantika kan? Aku sama sekali tidak berharga di Mata Kak Belva.'

Tania mengintip dari balik jendela motor Belva yang perlahan menjauhi rumahnya. Sakit, sungguh rasanya sakit. Pura-pura adalah hal yang paling tidak Tania sukai, tetapi harus dia lakukan demi untuk menjaga dirinya sendiri dan menjaga hati Cantika.

Tania menatap kertas jawaban yang ada di tangannya.

"Kak Belva, jangan membuat hatiku bingung. Kalau kamu hanya memang menganggapku sebagai gadis ceroboh yang tidak punya kelebihan apapun, Kenapa kamu se-care ini padaku. Kenapa kamu mau mengerjakan soal sebanyak ini untukku? Aih, ternyata jatuh cinta itu menyebalkan!" Tania berucap lirih kepada dirinya sendiri sambil terus menatap keluar. Meskipun Belva sudah tidak ada lagi, meskipun bayangnya sudah tidak nampak lagi, bahkan suara deru motornya sudah tidak terdengar lagi.

"Cie ... Adek kakak lagi jatuh cinta?"

"Aw ... " Tania langsung teriak sambil balik badan, kaget karena tiba-tiba ada suara saat dia sedang asyik mengintai keadaan di luar.

"Ih kak Belva kenapa sih bikin kaget, kalau mau muncul dihadapanku itu beri aba-aba dulu."

"Siapa? Kamu panggil kakak siapa? Kak Belva, dasar adik durhaka. Masa sama nama kakak sendiri lupa."

Tania langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Lalu dia menepukkan tangan kanannya ke jidat.

"Huft, Udah nggak waras ini otakku. Benar-benar sudah keracunan dia. Otak, jangan mikirin dia lagi, jangan mikirin dia lagi, dan jangan mikirin dia lagi," ucap Tania sambil berjalan menuju kamarnya. jari telunjuknya sibuk mengetuk-ngetuk kepala bagian atas telinga. dia bicara sendiri tanpa menggubris kakaknya yang saat itu terbengong dan geleng-geleng menatap tingkah laku aneh adeknya.

***

Pagi itu Tania ogah-ogahan pergi ke sekolah. Jam Sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, tetapi Tania masih nyaman di balik selimut.

"Tan, sudah jam 6 ini, sudah ditunggu sama Belva di depan!" Bu Siwi berteriak dari depan kamar Tania.

'Belva? Kak Belva menjemputku? Ish, ada angin apa dia tiba-tiba menjemputku? sebenarnya aku senang. Tapi pasti semua itu hanya akan membuat Cantika semakin marah padaku.'

Karena tidak mendapat jawaban apapun dari Tania, Bu Siwi langsung membuka pintu yang saat itu tidak terkunci.

"Ya Ampun Taniaaaa, jam segini Kamu belum mandi dan masih berbaring di kamar tidur? Ayo bangun!" Mama Tania yang biasanya penuh kelembutan kali ini melotot garang ke arah Tania.

"Ma, izinkan Tania sekolah ya. Tania nggak mau masuk sekolah hari ini." Tania memasang wajah memelas, rambutnya dia biarkan berantakan di depan mukanya.

"Nggak mau masuk sekolah? Terus kamu mau ngapain? Kamu sudah ditunggu Belva di depan. Ayo cepat mandi sekarang! Kasihan Belva nanti nunggunya lama"

"Tania nggak mau sekolah, Ma. Apa lagi bareng sama Kak Belva. Lagi pula ngapain sih Kak Belva tumben menjemput dengan sendirinya. Biasanya harus aku jebak dulu baru mau jemput."

"Jebak?"Mama Tania mengerutkan dahinya. Dia masih berdiri di samping tempat tidur Tania.

"Hooh. Aaa ... Gini, Ma. Sekarang mama buatkan surat izin, titipin ke kak Belva, izinin kalau Tania sakit."

"Kamu pikir Mama mau melakukan itu? Hanya ada di dalam mimpimu. kamu sedang tidak sakit, Tania. Nggak mau mama bohong demi kepentingan kamu yang nggak jelas itu. Bangun sekarang!"

"Pokoknya Tania nggak mau sekolah. Titik." Tania menenggelamkan diri di balik selimut tebalnya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan omelan mamanya. Karena kali ini Tania benar-benar sedang tidak mood untuk masuk sekolah. Apalagi kalau harus bertemu dengan Cantika yang pasti akan jutek terhadapnya, sungguh dia masih tidak sanggup.

"Jadi kamu nggak mau bangun?"

"Nggak"

"Nggak mau sekolah?"

"Nggak mau, Ma."

"Oke. Lihat apa yang mama lakukan," ucap mama Tania santai dan tidak lagi galak seperti tadi. Sepertinya Mama Tania sudah memiliki cara jitu untuk membuat anaknya itu berpikir dua kali untuk tidak pergi ke sekolah.

"Ma, mama mau ngapain?" teriak Tania pada mamanya yang mulai melangkah menuju pintu kamarnya.

"Lihat aja nanti!" Mamanya balik berteriak.

Mama Tania segera melangkahkan kakinya keluar dari kamar tania. Setelah mamanya keluar, Tania membuka selimutnya dan bertanya-tanya, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh mamanya? Dia mulai panik, takut kalau mamanya melakukan hal yang aneh-aneh yang justru akan membuat dia semakin merasa bad mood.

Tidak lama setelah mamanya keluar, seorang laki-laki berseragam sambil menggendong tas ransel di punggungnya memasuki kamar tania. Mulut gadis yang saat itu hanya memakai tanktop dan celana pendek itu langsung menganga. Jantungnya seakan berhenti berdetak, tatkala matanya menatap Belva yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

"Kak Belva, ngapain ke sini?" Tania langsung menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya yang saat itu hanya memakai tanktop dan celana pendek. Lalu, Dia fokus menatap ke sekeliling.

Kamar Tania benar-benar seperti kapal pecah saat itu. Seragam sekolah yang masih berserakan di lantai, tas sekolah yang masih ada ada di tepi tempat tidur, juga mangkok mie rebus yang masih bertengger di atas meja belajarnya.

'Huft, kamu pasti makin illfeel sama aku, kakak Jutek.'