webnovel

Part 27-Antara Ilusi dan Kenyataan

22 April

Tanggal yang cukup manis bagi Negara matahari terbit ini dimana mewakili hati mereka untuk merayakan hal yang setiap tahun dinantikan oleh banyak orang, mekarnya bunga Sakura. Perasaan hangat akan terasa di kalangan setiap orang ketika berkumpul bersama keluarga, kenalan, maupun kerabat mereka untuk menikmati satu momen dimana bisa menikmati kuncup bunga yang baru saja mekar.

Tak jauh berbeda dengan mereka yang menandai hari ini untuk sesuatu, hal yang sama juga kulakukan setiap tahunnya. Terlebih dengan hidupku yang sejak awal sudah terikat dengan hari ini dan menandainya sebagai, hari kelahiranku.

Sayangnya lima tahun belakangan penuh dengan momen-momen suram hingga membuatku lupa perasaan yang pernah kurasakan saat menantikan hari ini. "Dingin." Bisik gadis itu kala matanya tertari pada kelopak bunga Sakura yang terbang anggun mengikuti angin yang membawanya pergi.

"Suatu hari, apa aku juga bisa jadi seperti itu?"

DING!

Lampu jalan berganti warna, tepat saat mobil-mobil yang lewat langsung berhenti sebelum krumunan kaki turun ke jalan. Dengan cepat Sakura mengikuti arus menapaki kakinya dan bersamaan turun ke jalan untuk menyebrang.

Sudah hampir separuh jalan dilewati, dengan krumunan masa yang kini sudah benar-benar memenuhi tempat. Tanpa sadar menyudutkan pengawasan gadis itu selama beberapa saat ketika fokus memperhatikan ponselnya yang sejak pagi sudah mendapat kiriman lokasi suatu tempat.

Ya, itu adalah alamat dari tempat pertemuan yang baru dikirimkan oleh Umika. Hari ini mereka akan bertemu bertiga Sakura, Umika, juga Sihochi yang sebelumnya pernah di rencanakan meski tidak secara khusus.

Meskipun lokasi yang lumayan jauh dan waktunya yang kurang tepat, sempat membuat perasaan gadis itu sedikit terganggu. Belum lagi segala hal yang tidak ia sukai semisal dengan suara berisik dan keramaian. "Kenapa dia harus merencanakannya di hari ini?" Keluh Sakura saat hendak mematikan kembali ponselnya.

CDUK!

Tiba-tiba tubuhnya di tabrak seseorang dari depan saat ingin kembali ke trotoar, hampir saja itu membuatnya terjatuh jika tak sempat menyeimbangkan kakinya dengan baik. Reflek saja gadis itu langsung memutar kepalanya melihat sekilas sosok yang baru saja menghantam tubuhnya adalah seorang pria, sebelum orang itu menghilang di antara krumunan.

Sakura menghela nafasnya saat memegangi pundak kanannya yang terasa nyeri akibat hantaman tadi. Tidak selang lama, tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke ponselnya yang ternyata berasal dari nomer Umika.

"Halo, aku hampir sampai apa kau sudah bertemu dengan Sihochi?" Ujar Sakura akrab. Sampai sebuah suara menjawabnya dari sebrang panggilan.

"Ha-halo." Gadis itu mengerutkan dahinya seketika tatkala mendengar suara asing itu dari ponselnya.

"Siapa kau, bagaimana ponsel Umika bisa ada bersamamu?"

"A-aku namaku Himitsu, aku tidak sengaja menemukan ponsel ini." Jawab gadis bernama Himitsu itu dengan terbata.

"Apa maksudmu? Dimana U-m-i-k-a?"

"Kau tidak perlu mengkhawatirkannya temanmu aman, selama kau tetap menurut dan memperhatikan sikapmu. Sayangnya itu tidak akan terjadi pada gadis ini dan beberapa orang lainnya." Jawab suara berbeda.

Sakura terdiam sejenak, membiarkan orang di sebrang panggilan itu menyelesaikan kalimatnya sementara tangan gadis itu sibuk mengotak atik sesuatu di ponselnya, sambil tetap meneruskan panggilan. "Aku mengenalmu, Zanjio. gadis itu salah satu murid dari Kohakugaoka kan?"

"Benar, kakak tolang kam..." Sela Himitsu sebelum kalimatnya terpotong karna sesuatu.

"Jangan sakiti mereka, katakan apa maumu?" Tanya Sakura saat sudah selesai dengan ponselnya. Gadis itu sempat didiamkan cukup lama, sampai fokusnya teralihkan ketika kembali merasakan sakit pada tangan kanannya yang tadi tertabrak. "Apa, kapan ini..."

"Tawaran yang bagus. Ngomong-ngomong, apa tanganmu baik-baik saja?" Ucap Zanjio yang langsung membuatnya tertegun.

"Kau yang melakukan ini."

"Ha ha ha, jangan tersinggung Black aku hanya tidak ingin kau lari. Kecuali kau berfikir untuk melayangkan nyawa anak-anak ini beserta nyawamu sendiri."

"Bisa-bisanya kau mengatakan itu setelah menyerangku dari belakang. Seharusnya aku tidak melepaskanmu hari itu, ternyata kau lebih menyebalkan dari dugaanku."

"Tentu saja! Itu cukup untuk membuatmu menjadi orang kepercayaan Medusa. Datanglah kemari Black, percobaan pertamamu sudah kusiapkan." Ucap Zanjio mengakhiri panggilan, bersamaan dengan Sakura yang langsung mencengkram ponselnya dengan wajah kesal.

-----

DOR! DOR! DOR!...

Deru tembakan terdengar lantang pada sebuah lahan kosong. Beberapa saat setelahnya seorang gangler tampak berlari di tempat itu, berusaha kabur dari kejaran sesuatu yang membuatnya cukup panik.

"Tolong...! Siapa saja tolong aku. Huwa!" Pekikannya seketika melengking setelah di kejutkan dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Membuat gangler itu takut.

"Oui, kurasa sudah cukup bermain-mainnya. Kau sudah terlalu banyak berlari, Jinaraga." Ucap orang itu yang tidak lain adalah Lupin X.

"Tidak mungkin, bagaimana bisa kau sudah berada di sini. Jelas-jelas aku baru saja meninggalkan kalian di belakang tadi."

3-4-7

"Apa itu perlu di jelaskan juga." Ujar X sambil menunjukkan koleksi milik gangler bernama Jinaraga itu yang kini sudah ada di tangannya. "Koleksi Lupinmu sudah aku ambil." Lanjutnya lalu menodongkan pedangnya kearah Jinaraga yang baru menyadari koleksinya di ambil.

"Apa, kapan kau mengambil itu...tidak."

"Hei...! Kau, akhirnya kami bisa menyusulmu." Sahut Red yang tampak kelelahan setelah habis berlari menyusul Jinaraga yang hampir kabur dari mereka bertiga.

"Gangler ini, menangkapnya saja sudah sangat menguras tenaga. Merepotkan!" Tambah Blue yang baru sampai setelah berjalan menyusul Red dan gangler itu.

"Oh la la, ternyata dia tidak terlalu pintar ini jauh di luar ekspetasiku. Apa hanya aku yang merasa ini terlalu mudah?"

"Sudah cukup! Kau sekarang cepat katakan di mana letak labirin cermin itu, Black dan Para Patranger yang terperangkap di dalamnya. Di mana kau menyembunyikan mereka?" Ujar Red yang dengan cepat langsung memegangi tubuh gangler itu, memaksanya untuk bicara.

"Aku-aku tidak mengerti apa maksudmu."

"Masih mau mengelak juga, mengaku saja kau yang telah menjebak kami dalam ilusi lilinkan? Aku melihatmu hari itu saat pertemuan Umika kau juga berada di sana."

"Apa bagaimana mungkin. Padahal aku sudah memastikan kalian semua tertidur dalam ilusi sebelumnya, bagaimana mungkin kau bisa melihatku waktu itu."

"Memastikan ya, cepat juga mengakunya." Sahut Blue mendadak langsung mengalihkan topik pembicaraan.

"Sepertinya dia benar-benar berfikir kau melihatnya waktu itu. Hebat Kairi! Akting yang sangat bagus." Puji X.

Sementara Red lantas tertawa mendengar pujian itu darinya. Pemuda itu melipat kedua tangannya saat melihat kearah Jinaraga yang menggaruki kepalanya dengan bingung, seolah belum mengerti apa yang baru saja terjadi.

Karna sejak awal itu adalah rencana Red, Bule dan X. Membuat Jinaraga mengakui perbuatannya sendiri, padahal sebenarnya mereka juga belum bisa membedakan antara ilusi yang mereka lihat dan kenyataan yang sebenarnya. Juga apakah benar Jinaraga adalah gangler yang menjebak mereka.

"Jadi, semua ini..."

"Kau masih belum mengerti? Atau pura-pura tidak mengerti, berhentilah bertingkah polos. kalau bukan kau lalu siapa yang membuat semua rencana itu untuk menjebak kami."

DOR! DOR! DOR!

Sebuah tembakan api tiba-tiba membidik mereka, yang langsung dengan cepat dihindari oleh Red dan Jinaraga. Bersamaan dengan bekas tembakan yang kemudian terbakar membentuk pembatas api di antara keduanya.

"Kairi, gangler itu..." Blue yang terkejut tidak melanjutkan kalimatnya setelah matanya terpaku pada pandangannya sendiri.

"Kau, siapa kau?" Tanya Kairi pada sosok gangler yang sekarang sedang berdiri tepat di hadapan mereka semua.

"Aku, adalah gangler di balik rencana yang sedang kau bicarakan."

-----

"Black, semua baik-baik saja?"

"Sebaiknya jangan memaksakan dirimu, kau sedang terluka."

"Benar! Sebaiknya kau mendengarkan ucapan mereka, Black. Lagi pula racun itu akan bereaksi dalam empat puluh delapan jam. Menahanmu di sini selam hampir dua hari ternyata cukup menguntungkan juga ya."

"Apa!"

"Black, apa maksudnya?"

"Tenanglah! Tidak akan ada yang terjadi. Aku....baik-baik saja."

"Silahkan, lakukan apapun semaumu. Semakin lama kalian terperangkap di labirin ini akan semakin sedikit waktu untukmu bisa bertahan. Kau beruntung Patren Ichigou, setidaknya aku memberimu kesempatan untuk melihat salah satu rivalmu itu sekarat."

"Kau!"

"Hah...Bagaimana Black percobaan pertama yang menarik, bukan begitu kelinci percobaan? Aku ingin lihat, sampai kapan kau bisa menahan rasa sakit itu." Ucap Zanjio sebelum meninggalkan mereka dan keluar dari tempat itu melewati portal dimensi.

Masih di tempat Keichiro dan timnya, yang kini sedang terperangkap dalam labirin cermin yang sesungguhnya bersama para murid Kohakugaoka yang dinyatakan hilang dan Sakura dalam samaran Lupin Blacknya yang hampir sekarat karna racun gangler. Hanya butuh waktu sampai racunnya memenuhi tubuh gadis itu yang membuat situasi mereka semakin gawat.

Sayangnya, dalam keadaan darurat itu tidak banyak yang bisa di lakukan oleh para polisi. Selain karna keadaan Sakura, kemampuan ruangan labirin yang bisa membalikkan tiap serangan yang mereka hasilkan membuat para Patranger kesulitan mengambil resiko bila memaksa menggunakan kekuatan koleksi yang bisa saja melukai mereka.

"Apa yang harus kami lakukan sekarang? Jika terus seperti ini, akan semakin berbahaya." Batin Keichiro yang bergejolak dengan pikiran dan emosinya yang bisa saja meledak jika tidak memikirkan situasi mereka.

"Bagaimana sekarang, apa tidak ada yang bisa kita lakukan untuk keluar dari tempat ini?" Tidak ada yang merespon pertanyaan Sakuya, Keichiro maupun Sukasa keduanya hanya diam sambil bertukar pandang sesaat setelah pemuda itu bicara. Begitu pula para murid di sana yang tampaknya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Bagaimana kalian bisa menemukan tempat ini?" Tanya Sakura, yang sepertinya sudah cukup tenang.

"Kami sedang menyelidiki kembali kasus Kohakugaoka saat seorang gangler menjebak kami dalam ilusi lewat lilin aroma terapi. Setelah menyelidiki kami menemukan Jinaraga, gangler yang ikut berkomplot dalam penculikan mengikutinya dan menemukan tempat ini." Jelas Sukasa yang sebelumnya sempat di cegah oleh Keichiro, meski pada akhirnya ia tetap menjawab pertanyaan gadis itu.

"Tadi kau bilang lilin aroma terapi?" Tanya Sakura yang kali ini hanya menerima anggukan dari Sukasa. "Mungkin milik gangler di Ryokan. Kukira hanya koleksi ternyata gangler itu juga memiliki medium lain, sepertinya para Lupin juga tidak menyadari hal ini." Pikir Sakura.

"Kau sendiri, bagaimana bisa berada di tempat ini dan luka itu apa mereka yang melakukannya?" Tanya Keichiro menengahi mereka.

"Kau sudah menebaknya, aku tidak perlu menjelaskan. Intinya mereka berusaha menjebakku dengan para murid itu dan menggunakan luka ini sebagai ancaman."

"Kau menerima jebakan mereka, kurasa karna itu mereka menggambarkanmu tiada di dalam ilusinya."

"Sungguh! Gangler itu benar-benar, menyebalkan."

"Kau masih bisa mengatakan itu, di situasimu seperti ini?" Tanya Sakuya yang langsung menarik fokus Keichiro dan Sukasa dari tempat itu.

"Tentu, kenapa tidak?"

"Apa kau tidak takut? Ini bukan luka biasa, dan bisa saja membuatmu..." Sakuya enggan melanjutkan kalimatnya. Melihat keadaan Sakura yang sempat bergetar beberapa kali menahan sakit yang ia rasakan dari racun yang sudah hampir memenuhi sebagian tubuhnya, kini sudah benar-benar menyita perhatian mereka semua.

"Ini bukan apa-apa, aku pernah mengalami yang lebih buruk."

"Benarkah, memangnya apa saja yang pernah kau alami?" Sakura hanya tersenyum beberapa saat setelah mendengar pertanyaan dari polisi itu. Sebelum akhirnya kembali menjawabnya.

"Akan lebih baik jika aku tidak menceritakannya." Ucapnya singkat yang dalam sesaat mengembalikan perhatian semua orang pada situasi saat ini.

"Bukan yang terburuk tapi pada akhirnya situasi ini tetap berhasil membuat kita semua terpojok." Ucap Keichiro sembari beranjak dari tempat duduknya.

"Kau benar. Dibutuhkan serangan setidaknya sebesar Siren Striker sampai ruangan ini tidak bisa lagi memantulkan serangan, tapi dari mana kita bisa mendapat kekuatan sebesar itu sekarang?" Tambah Sukasa.

"Kalau tahu ini dari awal, aku pasti sudah meminjam koleksi itu dari Noel lebih dulu dengan begitu mungkin kita bisa keluar dari tempat ini lebih cepat." Susul Sakuya, yang malah memaparkan kemungkinan yang bisa terjadi.

Sakura hanya diam saat ketiga Patren itu sibuk mendiskusikan pendapat serta rencana mereka masing-masing. Meskipun di balik itu pikirannya juga sama bingungnya mencari cara untuk keluar dari labirin, setelah terjebak di sana selama hampir dua hari, di tambah kondisinya yang membuat situasinya semakin buruk. Dalam keadaan terdesak itu tanpa sadar matanya beralih pada Sakuya yang kebetulan sedang menggenggam Vs Changer miliknya, dengan Triger Machine #2 masih terpasang di sana.

"Kau tahu, terlalu banyak kemungkinan bisa membuat kita lupa cara untuk tidak bergantung pada sesuatu."

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, aku sudah menemukan ide bagaimana cara kita bisa keluar dari tempat ini."

"Caranya?"

-----

"Kau, siapa kau?"

"Aku, adalah gangler di balik rencana yang sedang kau bicarakan." Ucap gangler itu sambil perlahan menurunkan senjata yang baru saja ia gunakan untuk menyerang.

Kairi tertegun sesaat, dengan bisu pemuda itu terdiam tatkala melihat sosok yang di kenalinya itu sedang berdiri di hadapannya. Rupa mereka yang begitu mirip dengan postur tubuh dan topi yang sama. Jika bukan karna tingkah, cara bicara dan kekuatannya tadi tidak bisa dipungkiri jika itu hampir saja membuatnya keliru. Dengan mengira sosok yang saat ini berdiri di depan mereka sebagai, Zamigo Delma gangler yang dulu pernah ia kalahkan.

"Kau di sini syukurlah, terimakasih karna sudah datang untukku."

"Tentu saja aku datang kalau tidak mana mungkin yang kutemui sekarang adalah gangler, bukan sisa dari bagian berangkasmu yang telah mereka hancurkan. Dasar tidak berguna! bisa-bisanya kau tertipu dengan jebakan murahan seperti itu."

"Ma-maafkan aku."

"Siapa sebenarnya kau ini? Tidak mungkin kau Zamigo, dia sudah dikalahkan." Tanya Red sekali lagi.

Mendengar itu langsung saja Zanjio meledakkan tawanya di hadapan mereka. "Ha ha ha, tentu saja. Apa kau pikir aku adalah hantu dari saudaraku yang mati? Tidak ada alasan untuknya berada di sini, karna dia memang sudah di kalahkan."

"Saudara, kau dan Zamigo bersaudara?" Blue mengulangi kalimat gangler itu .

"Apa itu kurang jelas? kurasa siapapun akan langsung menyadarinya saat mengenal salah satu dari kami."

"Tidak, itu terlalu jelas."

"Mendengar kalian bicara membuatku bingung. Tapi benar juga, ini pertama kalinya aku menampakkan diri di depan Lupinranger lain selain Black. Senang bertemu kalian Red, Blue, dan X. Namaku Zanjio Delma kedatanganku kemari untuk merebut kembali koleksi milik Medusa dan menghabisi kalian yang mencampuri urusannya!"

DOR! DOR! DOR!...

Tangan Zanjio dengan cepat langsung mengarahkan tembakannya pada ketiga Lupinranger itu. Yang mebuat ketiganya langsung berpencar untuk menghindar, sekaligus memulai pertarungan diantara mereka. Jinaraga, yang pada dasarnya adalah gangler penakut langsung menghindari medan peluru itu dan kabur saat yang lain tidak menyadarinya.

"Maaf Zanjio, tapi aku tidak mau mati sia-sia setelah menghilangkan satu koleksi milik Nona. Bisa-bisa aku ikut di kutuk olehnya nanti, bagiku tidak ada alasan untukku terus melawan sekarang."

"Aku yakin kau bisa mengatasinya sendiri jadi, Adieu!" Gumamnya sambil terus berlari ketakutan, yang sayangnya itu malah membuatnya hilang kewaspadaan.

BRUK!

Tubuh Jinaraga langsung terjatuh setelah menabrak sesuatu yang membentur kepalanya cukup keras. "Aduh apa yang baru saja menabrak kepalaku tadi?" Pikirnya dalam keadaan bingung.

"Auh, sekarang aku merasa pusing...Hah! Gangler."

"Hah! Koleksi yang bisa terbang dan bicara."

"Siapa kau ini?" Ujar mereka secara serempak.

"Godey...tunggu!" Panggil seseorang yang mendadak mengalihkan perhatian keduanya.

"Itu dia akhirnya kita menemukannya, aku sedang mencarimu gangler. Sekarang cepat katakan di mana lokasi Labirin cermin itu?" Ujar Yellow bersama GoodStriker yang baru sampai di tempat itu.

"Tidak lagi! Kali ini tidak akan kubiarkan mulutku ini bicara." Dengan cepat langsung menarik GoodStriker masuk kedalam brangkasnya.

"Hei, apa yang kau lakukan gangler keluarkan aku!"

"Godey! Keluarkan dia dari sana, apa yang ingin kau lakukan?"

"Enak saja, setelah semua yang kulalui akhirnya kudapatkan koleksiku sendiri. Masa bodoh dengan Medusa, Zanjio dan Labirin Cermin itu kali ini aku be...Uakh!" Kalimat Jinaraga sontak terpotong tepat setelah getaran hebat dari bawah tanah membuat tubuhnya terguncang.

"Apa ini, apa yang terjadi?" Tanya Yellow.

Beberapa saat kemudian tidak jauh dari tempat mereka, sesuatu yang besar mulai keluar dari dalam tanah. "Itu Triger Machine para Patranger, mereka ada di sini." Seru Yellow di susul oleh suara jatuh dari Jinaraga yang sialnya malah terjatuh di depan gadis Lupin itu.

"Patranger lagi, akan kuhabisi kalian kali..."

4-8-4

"Maaf, GoodStriker sudah kuambil kembali sekarang."

"Tidak, lagi-lagi. Ugh...cepat kembalikan koleksi itu sekarang!" Paksa Jinaraga yang hampir saja berhasil merebut Godey dari tangan Yellow, jika gadis itu tidak langsung menghindari tangannya.

"Hah, apa yang kau lakukan? Tidak boleh merebut kembali koleksi yang sudah diambil itu pelanggaran namanya."

"Peraturan macam apa itu!"

"Huah!"

Sementara di tempat yang sama Sakuya yang berada dalam kendaraan Vs nya, tanpa sengaja melihat kejadian itu. "Itu Yellow apa yang sedang dia lakukan? Hah, gangler Umika diserang gangler aku harus membantunya." Ucap Sakuya sambil menekan sebuah tombol yang langsung menembakkan rudal miliknya.

"Umika menghindar!" Pekik Godey yang menyadari serangan itu. Mendengar ucapan Godey dengan cepat Umika berlari menjauh hingga di titik saat rudal itu hampir meledak, gadis itu langsung menunduk.

BOMM!

Rudak milik Sakuya meledak bersama Jinaraga yang tidak sempat menghindarinya dan akhirnya dikalahkan.

"Yang benar saja kau pasti bercanda, jika akhirnya begini untuk apa aku di sini?" Gumam Zanjio yang menyadari kekalahan Jinaraga. tepat sesaat sebelum Red hampir menyerangnya menggunakan pedang. Gangler itu kembali mengarahkan tembakan yang langsung menghalanginya dengan api.

"Apa, dari mana?"

"Kelihatannya hanya sampai di sini, Jinaraga sudah di kalahkan setidaknya berkat dia aku bisa mendapatkan apa yang kubutuhkan. Kita akan segera bertemu lagi, tapi untuk sekarang Adieu!"

"Tunggu!"

"Dia melarikan diri."

"Sepertinya begitu."

"Mendapatkan apa yang dia butuhkan, apa yang ia maksud?"

"Entahlah, tapi jika itu tentang misinya kurasa itu bukan sesuatu yang bagus."

"Kita bebas, semuanya akhirnya kita bebas!"

"Yeah!"

"Syukurlah, kita semua bisa pulang."

Sorak-sorai para murid memekak, merayakan kebebasan mereka setelah berhasil selamat dari penculikan gangler dan bisa keluar dari labirin cermin meski sempat terdesak situasi. Senyum kebahagiaan mereka akhirnya terlihat dan menjadi penutup dari hari-hari mereka itu.

"Aku senang kita semua bisa keluar dengan selamat dari Labiri Cermin. Mereka semua juga begitu dan itu semua berkatmu Sakura, terimakasih." Ucap Sukasa pada gadis itu yang kebetulan sedang berdiri di sampingnya.

"Itu tidak perlu, setidaknya semua bisa selamat tanpa terluka. Bagiku itu...sudah lebih dari cukup, dan lagi..."

"Hmm?"

"Sepertinya...aku sudah sampai...pada batasku."

BRUK!