webnovel

Part 11-Sudah Sepadan

TAP! TAP! TAP!

"Tolong, siapa saja tolong aku....!!!"

"Tolong....siapa saja..!!!" Pekik seorang siswi, di antara lorong-lorong kelas yang gelap. Nafasnya yang terengah-engah dengan tangan yang terus meraba tembok-tembok di sampingnya, berusaha berlari dari sesuatu.

"Tidak, aku harus keluar. Aku tidak ingin mati disini." Sambil mempercepat langkahnya.

BRUK!

Tubuh gadis itu terjatuh saat menabrak sesuatu di depannya.

"Si-siapa di sana? Siapa?" Tanyanya.

"Kenapa kau bertanya? Ini aku kita belum menyelesaikan urusan kita."

"TIDAK....!!! MENJAUH DARIKU....PERGI.."

"Aku akan pergi.... "

"SETELAH KAU MENJADI SAMARAN YANG CANTIK!!!"

"AAAAAAaaaaa.....!!!"

SLASH!

-----

Sakura mendudukkan dirinya diantara kursi-kursi lain yang sudah tersusun di atas meja. Sesekali matanya melirik pada ke empat orang yang sedang berdiri di depannya dengan ekspresi serius. Melihat ini terkadang membuatnya lupa jika tiga dari mereka adalah seorang pegawai restoran.

"Jadi...hanya itu saja?" Tanya pemuda berambut ikal itu padanya. Sakura hanya mengangguk pelan tanpa basa-basi, karna tidak ingin mengundang masalah.

"Orang yang menyapu halaman sepanjang hari, dan memiliki kepekaan khusus?" Toma mengulangi kata-kata Sakura.

"Oui, itu terdengar cukup mencurigakan." Ucap Noel bersamaan dengan anggukan ketiga temannya yang setuju dengan pendapat itu.

"Kau melihatnya Sakura, seperti apa dia?" Tanya Umika yang masih penasaran.

"Ya, aku melihatnya. Wajahnya tidak terlalu tua, tingginya mungkin sekitar Toma, tidak gemuk dan kidal." Papar Sakura membuat yang lain takjub. Dan memuji gadis itu, sementara yang di puji hanya tersenyum.

"Bagaimana sekarang?" Tanya Toma pada Kairi.

"Sepertinya kita harus memancingnya keluar, akan sulit jika harus bertarung di dalam sana." Papar Kairi yang langsung di angguki semuanya.

"Black bagaimana menurutmu? Black?"

Mendengar Noel yang memanggil Sakura berkali-kali, langsung mengalihkan perhatian yang lain pada gadis itu. Entah apa yang membuatnya terdiam hingga tidak menjawab pria berambut coklat caramel di depannya.

"Benar, Umika aku ingin kau menjadi umpan." Sahut Sakura, yang sontak saja membuat mereka semua terkejut. Sementara gadis berambut pendek itu hanya terpaku sambil mengarahkan jari telunjuknya kepadanya.

"Apa maksudmu, umpan?" Tanya Toma.

"Hei, jangan bilang kau ingin Umika diculik juga?" Sahut Kairi.

"Black ini terlalu beresiko." Tambah Noel yang juga setuju dengan pendapat Toma dan Kairi.

"Apa aku sedang bertanya pada kalian? Aku sedang bicara pada Umika sekarang, Umika bagimana menurutmu? Kau bilang kau ingin aku membantu adik kelas kitakan! Ya, aku akan membantu tapi itu juga tergantung jawabanmu." Tutur Sakura pada gadis berambut pendek di depannya.

Umika terdiam, perasaan khawatir kini terus berputar dalam hatinya. Dia tahu ini akan sangat berbahaya ketika teman-temannya menolak rencana Sakura. Di sisi lain ini juga pertama kalinya ia menjadi umpan.

"Baik, aku akan melakukannya. Jika itu artinya kau akan membantu adik kelas kita." Jawabnya.

"Baiklah, aku akan pulang sekarang. Sampai jumpa besok, sebaiknya kau bersiap." Bisik Sakura di telinga Umika sebelum berlalu kearah pintu.

Kairi yang mendengarkan sejak tadi langsung berdiri di depan Umika, tampak sekali ia sangat ingin memarahi gadis itu. Untungnya ia mengurungkan niatnya, dan langsung berjalan kearah kamar dengan kesal. Sementara Toma dan Noel hanya diam tanpa bekomentar.

SRSSH!

Angin malam berhembus, membelai lembut rambut hitam Sakura yang tergerai di pundaknya. Sesaat gadis itu menghentikkan langkahnya di depan pohon Sakura yang berdiri kokoh di ujung gang. Sebentar lagi pergantian musim, bagaimana kau bisa bertahan di cuaca yang berbeda sepanjang tahun? Batinnya saat menyentuh batang pohon itu.

"Apa aku bisa sepertimu, Sakura?"

-----

TIK! TIK! TIK!

Jarum detik terus bergerak membunyikan suaranya di dalam suasana kelas yang sepi. Di barisan bangku belakang, tampak Toma dan Umika yang duduk bersebrangan diam sambil menatap lembaran putih yang tergeletak di meja mereka.

"Baik anak-anak, ulangan dimulai....sekarang." Ujar Sang guru, bersamaan dengan pada murid yang buru-buru mengisi lembar jawaban itu dengan pensil.

Di antara wajah-wajah yang serius mengerjakan, hanya mereka berdua yang pikirannya di luar itu. Ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan selain ulangan matematika. Batin keduanya.

Toma melirik kearah Umika yang tampak termenung di mejanya, menatap lembaran yang ada di sana tanpa satupun soal yang terisi. Dia lalu mencoretkan sesuatu di penghapusnya dan meletakkannya di meja gadis berambut pendek itu.

"Apa kau yakin dengan rencana ini?" Tera tulisan yang ada di sana. Sesaat kemudian Umika juga mencoretkan sesuatu di penghapus yang sama lalu meletakkannya di meja Toma.

"Iya, aku yakin." Jawabnya di penghapus itu Toma langsung melirik lagi kearahnya sebelum mencoret kembali di penghapus tadi.

"Jangan berbohong, aku tidak akan melarangmu. Tapi jika kau merasa tidak yakin, lebih baik pikirkan dirimu lebih dulu." Umika terdiam lalu melihat kearah Toma yang sedang menjawab soal di lembar ulangan miliknya. Saat pria itu melirik lagi kearahnya Umika langsung mengangguk sambil tersenyum.

Di waktu yang sama Kairi dan Noel tampak sedang duduk di ruang olahraga setelah habis bertanding basket dengan murid-murid yang lain. Mereka meluruskan kaki di sana sambil berusaha mengatur kembali nafas mereka yang kacau.

"Noel, bagaimana pendapatmu tentang rencana ini?" Tanya Kairi tiba-tiba, membuat pria itu tertegun. Namun tetap menjawabnya.

"Jujur, menurutku ini cukup beresiko. Tapi percayakan saja pada Black."

"Yaampun, kau masih saja mempercayainya. Aku penasaran apa yang membuatmu begitu percaya pada gadis dingin itu?" Tanya Kairi lagi. Noel terdiam beberapa saat sambil mengarahkan pandangannya kebawah.

"Karna...dia pernah menyelamatkanku." Jawabnya, mendengar itu Kairi yang sempat memalingkan wajahnya dengan cepat langsung beralih lagi pada Noel.

"Apa?"

Sakura berdiri menatap pantulan dirinya dari cermin besar di depannya, sesekali ia melirik kearah Vs Changernya yang sudah ada digenggaman. Lalu beralih pada ponsel yang tergeletak di atas wastafel di depannya.

TRING!

Suara notifikasi terdengar dari ponsel milik Umika.

"Ada apa?" Tanya Toma.

"Sakura mengirimkan pesan."

"Pergi ke toilet wanita di lantai tiga." Tera tulisan pada pesan tersebut. Melihat itu Toma dan Umika saling berpandangan, ada apa di toilet lantai tiga. Pikir mereka.

"Sebentar lagi." Ucap Sakura ketika melihat jam yang tertera di ponselnya, perlahan ia menutup mata dengan mulutnya yang sedang menggumamkan sesuatu.

5...

4...

3...

2...

1

TING! TONG! TING! TONG!

Bel berbunyi sesaat setelahnya para siswa langsung berlarian keluar kelas di susul Toma dan Umika yang berjalan perlahan ke luar bangunan sekolah. Wajah mereka tampak tegang, terlebih lagi Umika. Baru kali ini dia menjadi umpan untuk menarik perhatian gangler. Terlihat sekali dari tangannya yang mencengkram rok dengan erat.

"Umika!" Sahut Toma mengalihkan perhatian gadis itu yang lupa, ada Toma yang berjalan di sampingnya.

"Ingat ucapanku. Kau mengerti?"

"Iya." Ujarnya, bersamaan dengan langkah kaki mereka yang berhenti tepat di depan pagar sekolah. Dengan cepat Umika berbalik dan berlari masuk kedalam gedung, untuk pergi ke toilet lantai tiga sesuai pesan Sakura.

Toma terdiam di tempatnya, melihat gadis berambut pendek itu kembali memasuki pintu yang tadi sempat mereka lewati. Di sisi lain sesuatu tiba-tiba menarik perhatian Toma, saat ia melihat seorang pria yang terus memperhatikan Umika dari lantai dua.

"Orang itu."

Umika sampai di lantai tiga dan langsung membuka pintu Toilet wanita yang ada di sana. Dilihatnya tiga toilet yang ada di sisi kiri pintu dan tiga wastafel beserta cermin di sisi satunya. Gadis itu mendekati wastafel menatap dirinya di cermin sambil memukul tangannya yang terus bergetar.

Dia membuka keran air untuk mencuci tangan sampai sesuatu membuatnya terkejut. Saat ia melihat kedua tangannya yang tidak bergetar lagi. Namun hal yang membuatnya tidak tenang adalah, ketika ia menyadari tubuhnya yang juga menjadi kaku.

"Apa yang terjadi."

BRAK!

Seseorang tiba-tiba mendobrak pintu hingga hancur, membuat gadis itu terkejut setelah melihat sesosok pria yang mirip dengan gambaran Sakura. Tapi yang paling mengejudkannya adalah, sabit besar yang sedang di genggam orang itu di tangan kirinya. Yang siap mencabik-cabik tubuhnya kapan saja.

"Di sini kau rupanya. Wajahmu lumayan untuk menjadi samaran." Ujar Orang itu sambil mengayunkan sabitnya kearah Umika yang hanya bisa menutup mata, saat tiba-tiba...

BRAK!

Seseorang membuka pintu toilet dan menghalangi ayunan sabit kearah Umika.

"Sakura!"

"Tidak ada waktu cepat berubah sebelum ..."

SLASH!

"Sakura!" Pekik Umika lagi ketika sabit itu menggores pipi kiri Sakura yang berusaha menghindar dari serangannya.

"Lumayan juga, untuk seorang pengecut." Batinnya saat memegang darah yang keluar dari goresan itu.

"HA HA HA, TIDAK KUSANGKA KAU ADA DISANA. TAPI INI LEBIH BAIK AKU BISA MENDAPATKAN TUBUH UNTUK SAMARAN, SEKALIGUS MENGHABISIMU DISINI, LUPIN BLACK."

"Sebaiknya kau berpikir dua kali sebelum bicara padaku, Paul Shadow." Sahut Sakura yang langsung mengarahkan Vs Changernya dengan kekuatan penuh kearah pria itu.

DORR!!!

Tubuh pria itu terhempas hingga keluar sekolah dan mendarat tepat di halaman di mana Kairi, Toma dan Noel sudah menunggunya dalam bentuk Lupinranger.

"Wah...sepertinya seseorang baru jatuh dari lantai tiga. Apa kita harus menolongnya?" Tanya Kairi pada kedua temannya.

"Oui!"

"Dengan senang hati." Ujar Toma yang langsung mengarahkan Dial Fighternya kearah berangkas Paul.

7-7-8

"Tidak!"

"Koleksi lupinmu sudahku ambil." Setelah mendengar Toma mengatakan itu Kairi dengan cepat menendang Paul menjauh dan mengarahkan Vs Changernya bersamaan dengan Noel dan Toma.

"Untuk selamanya, Adieu!"

BOMM!

"Tapi aku belum sempat mengalahkannya...!" Pekik gangler itu sebelum hancur sepenuhnya.

Bersamaan dengan tubuh Paul yang hancur, akhirnya kasus penculikan murid di Sma Kohakugaoka berakhir. Sayangnya para Lupinranger tidak bisa menyelamatkan murid-murid yang menghilang, entah apa yang terjadi pada mereka.

"Sakura, kau baik-baik saja?" Tanya Umika melihat tubuh gadis itu lunglai saat menuruni tangga.

"Iya."

"Wajahmu terluka, kita harus mengobatinya di Jurer." Sambil menggotong tubuh Sakura agar tidak jatuh.

"Tidak perlu, ini sudah sepadan."

"Apa? Apa maksudmu?" Tanya Umika tidak mengerti.

"Tidak! Lupakan saja." Sahut gadis itu membuat temannya semakin kebingungan.

-----

TAK! TIK! TAK!

Seperti biasa para Patranger sedang mengerjakan tugas mereka. Saat tidak ada gangler yang menyerang mereka akan sibuk mengetik di depan layar monitor untuk membuat laporan. Suasana masih tetap sama di sana, sampai Komandan Hiltof masuk keruangan itu dengan wajah yang gelisah.

"Pak!" Sahut para patranger memberi hormat padanya yang dengan cepat langsung di angguki pria berkuli hitam itu.

"Semuanya aku punya kabar buruk dari markas besar." Mendengar itu tentu saja Keichiro, Sukasa, Sakuya dan Jem yang juga ada di sana terkejut bahkan tidak sempat duduk di kursi mereka.

"Ada apa pak? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Keichiro. Pria itu mengangguk saat melihat kearah Patren Ichigou itu.

"Seseorang baru saja membobol system computer dari markas dan mencuri Informasi penting di dalamnya." Tutur Komandan Hiltof yang sontak membuat semua yang ada di dalam ruangan kembali terkejut.

"Tapi, bagaimana bisa pak? Bukankah hanya kita yang bisa mengakses informasi itu?" Tanya Sukasa tidak mengerti.

"Ya, itu memang benar. Tapi hanya untuk informasi biasa."

"Lalu informasi apa yang orang ini ambil?" Tanya Sakuya.

"Informasi khusus, yang hanya di berikan atas izin langsung dari markas besar kita. Jadi bisa dibilang, ini cukup mengejutkan." Ujar Komandan Hiltof berpendapat.

"Lalu bagaimana dengan pelakunya?" Tanya Sukasa.

"Benar mungkin saja kita bisa menangkap orang itu." Tambah Sakuya.

"Sayangnya...tidak. Setelah membobol system computer, orang ini dengan sengaja menghancurkan informasi yang ia dapat hingga membuat sebagian system tidak bekerja."

"Artinya, dia menghapus jejak kejahatannya secara bersih. Tidak bisa di percaya!" Jelas Jem sembari duduk di tempatnya.

Keichiro menjatuhkan dirinya ke tempat duduk, tangannya kini sibuk mengacak-acak rambut di kepalanya karana frustasi. Sementara Sukasa dan Sakuya hanya bisa terdiam tanpa ekspresi sama sekali."Siapa, orang di balik ini semua?" Itulah pertanyaan yang kini muncul dalam benak semua yang ada di sana.

"Sudah kukatakana bukan? Ini semua....sudah sepadan."