webnovel

Pembuatan Peraturan

Masih kesal dengan perbuatan Edwin yang merobek dan merebut kertasnya, saat ini Angel kembali membuka buku catatan kecilnya. Gadis itu menulis ulang jadwal mata pelajaran yang ada di papan tulis. Dirinya menulis dengan emosi yang masih tersisa, lantaran Edwin yang sekarang hanya duduk santai sembari bermain ponsel. Angel sampai memutar matanya jengah, merasakan gemuruh dalam dadanya yang ingin dia lampiaskan pada laki-laki itu. Memang, ini salahnya yang malah menyobek kertas yang seharusnya bisa dia pertahankan agar Edwin tidak mampu merebutnya. Tidak tahu kenapa, Angel justru malah mengambil pilihan untuk merobeknya menjadi empat bagian. Tahu begitu, dia akan merobeknya berkali-kali sampai menjadi potongan kecil-kecil. Agar impas, dirinya dan Edwin sama-sama harus kembali menulis jadwal pelajaran.

Dilihatnya sekilas, seluruh warga kelas ini sudah bebas untuk menikmati waktu mereka. Sedangkan dirinya, harus menulis ulang seorang diri. Kesal memang, tapi mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur juga. Beruntung, menulis seperti ini tidak membutuhkan banyak waktu, sehingga Angel segera memasukkan buku catatan kecilnya setelah selesai menulis jadwal pelajarannya. Barulah gadis itu mulai berinteraksi kembali dengan beberapa teman barunya. Iya, tadi dua gadis yang duduk di depannya sudah mengajaknya bicara. Ya, walaupun Angel membalasnya ucapan mereka sembari menyelesaikan tulisannya.

"Dari awal masuk ke kelas ini, kalian memang seperti itu?" tanya temannya.

"Siapa dan siapa?" tanya Angel, dirinya juga melihat gerakan tangan temannya yang menunjuk dirinya serta Edwin. "Aa.. lebih tepatnya sejak awal bertemu. Aku dan dia memang seperti itu," jawab Angel.

"Kalian saling mengenal?" tanya temannya itu yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala oleh Angel.

Menjadi wakil ketua kelas baru, Nadia langsung menggerakkan tubuhnya untuk memulai obrolan bersama ketua kelas mereka. Sudah pasti, obrolan itu tidak akan jauh-jauh dari peraturan yang akan mereka buat. Tinggal nantinya seluruh warga kelas ini akan menuruti apa yang sudah ditetapkan oleh ketua kelas dan perangkat lainnya. Tentunya, di sana mereka juga membutuhkan sekretaris untuk mencatat semua peraturan yang akan dirundingkan. Entahlah, sebagian dari warga kelas itu berpikiran jika perangkat kelas sedikit berlebihan untuk membuat peraturan. Memang, jika dilihat dari asal sekolah ketua dan wakil ketua kelas, keduanya sama-sama berasal dari SMP yang bagus. Tak heran jika mereka akan membuat peraturan untuk kelas mereka.

Pun sebagai siswa yang tidak memiliki jabatan apapun, mereka harus bisa menerima apa yang diputuskan oleh para perangkat kelas. Asalkan tidak merugikan banyak pihak, sebenarnya juga tidak apa-apa. Toh, mereka juga tidak perlu pusing-pusing memikirkan kelas ini, dan melimpahkannya pada yang memiliki jabatan penting. Beberapa dari mereka sempat mendengar pembicaraan ketua kelas dan wakilnya, yang mengatakan jika setiap kelas yang mendapatkan tugas dari guru, wajib diselesaikan hari itu juga, tanpa adanya permintaan keringanan pada guru. Hal ini memang bukan sesuatu yang buruk, hanya saja sedikit merugikan untuk siswa maupun siswi yang tidak memiliki kepintaran setara dengan yang peringkat pertama.

"Tidak bisakah kalian menghilangkan poin itu? Aku tidak sepintar kalian," ucap Edwin secara tiba-tiba dari tempat duduknya.

"Aku menyarankannya demi membangun citra baik kelas kita," balas sang ketua kelas.

"Begitu, ya?" Edwin menganggukkan kepalanya sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Maka, akan aku rusak citra baik yang kalian inginkan dengan melakukan hal sebaliknya. Siswa dan siswi di kelas ini tidak semua berasal dari SMP terbaik seperti kalian," katanya lagi.

Semua perhatian terarah pada Edwin, satu persatu siswa mulai menyuarakan pendapat mereka guna membela Edwin—mereka berada di pihak Edwin. Pun remaja laki-laki itu juga menunjukkan betapa setujunya teman-teman baru mereka dengan ucapannya. "Kau lihat, 'kan, mereka semua tidak menyetujui saranmu itu," pungkasnya.

Gaharu tampak menahan emosinya, dengan cepat Nadia nahan laki-laki itu agar tidak melepaskan emosinya pada Edwin. Bagaimanapun juga, mereka semua adalah orang-orang baru yang akan menjadi teman mereka selama satu tahun kedepan. Pun gadis yang berada di sebelah laki-laki itu segera menyuruh temannya ini untuk kembali melakukan pembicaraan bersama yang lain. Jika memang poin yang baru saja disarankan oleh Gaharu sama sekali tidak disetujui, maka mereka tidak akan menggunakannya.

"Jika mereka tidak menginginkannya, lebih baik ikuti saja," kata Nadia yang berhasil menenangkan Gaharu. "Dia benar, kita juga belum mengetahui karakter semua teman-teman di kelas ini," kata Nadia lagi.

Dikala ketua kelas masih sedikit emosi, Edwin justru tampak tenang, seakan tak ada kalimat apapun yang keluar dari mulutnya. Edwin menyandarkan tubuhnya tanpa melihat ke arah sekitarnya. Dia bahkan sama sekali tidak melirik ke arah Gaharu yang sejak tadi masih memberikan lirikan ketidaksukaannya pada Edwin. Mungkin, bisa jadi ke depannya dua laki-laki itu akan menjadi musuh di dalam kelas ini lantaran perbedaan pendapat diantara mereka berdua.

Sedangkan dari kejauhan, Angel sebab memperhatikan apa yang terjadi pada dua laki-laki di sana. Tak ada satu kata pun yang ingin dia ucapkan setelah menyaksikan perdebatan kecil di antara Edwin dan juga Gaharu. Ya, dari situ sedikit merasa takjub dengan keberanian Edwin yang mengeluarkan suaranya agar tidak mencantumkan saran yang berasal dari ketua kelas mereka. Menurutnya, emang sudah seharusnya begitu, ketua kelas mendengarkan apa yang diinginkan oleh warga kelas ini. Toh, yang akan menjalankan semua peraturan juga semua teman-teman yang berada di kelas ini. Jadi, semisal ketua kelas itu tidak memberitahu secara terang-terangan tentang saran yang dia berikan, maka sayang akan tinggal di kelas ini pun juga tidak akan bisa menjalaninya dengan baik. Bahkan, ini akan keluar dari ekspektasi sang ketua kelas bersama dengan perangkat lainnya yang juga ikut membantu dalam pembuatan peraturan kelas ini.

Sudah, Angel tidak ingin terlalu mengakui keberanian musuhnya itu. Toh, sebenarnya semua orang juga bisa mengatakan hal yang sama seperti dikatakan oleh Edwin, hanya saja tidak semua memiliki keberanian yang sama seperti laki-laki itu. Lantas, kedua manik gadis itu bergerak ke arah Nadia dan Gaharu. Mereka berdua kembali sibuk dengan obrolan mereka. Kedua matanya beberapa kali mengerjap sebelum akhirnya dia memilih untuk memutuskan pandangannya dari mereka. Lebih baik Angel diam dan tidak berniat untuk ikut campur dengan urusan peraturan kelas yang sedang didiskusikan oleh para siswa yang memiliki jabatan penting.

"Hei, Angel, dia cukup keren saat mengatakannya," ucap temannya.

Detik itu juga, salah satu dari sisi bibirnya terangkat serta kedua alis yang tertekuk bersamaan. Kata 'keren' untuk Edwin, tidak ada di dalam kamusnya. Mudah sekali terbuai setelah melihat tindakan kecil dari laki-laki itu. Pun gadis itu hanya memutar kedua bola matanya jengah, tak peduli dengan pujian yang diberikan untuk Edwin.

Apa yang membuatnya dipuji seperti itu? Tak ada yang keren darinya—batin Angel.