webnovel

Ingin Mengakhiri

Masih berlari untuk mencari kartu peserta miliknya, namun pasokan udara Angel sudah terasa hampir habis. Entah yang keberapa kalinya dia berhenti hanya untuk memasukkan oksigen ke tubuhnya. Rupanya sudah banyak siswa maupun siswi lain yang telah mendapatkan kartu peserta mereka, yang mana membuat Angel semakin khawatir jika dia tak mampu menemukan miliknya. Mungkin dia akan menangis dan berguling-guling di tanah, agar mendapatkan keringanan dari kakak-kakak OSIS yang tengah menyaksikan mereka semua. Haha, mustahil. Jangan berharap yang tidak pasti.

Gadis itu masih berusaha mencari, saat kepalanya menoleh ke arah depan perpustakaan. Di sana Angel melihat ada Edwin yang sudah duduk santai dengan mengibaskan kartu pesertanya ke arah wajah laki-laki itu. Sial, Edwin lagi-lagi melangkah di depannya. Dia sudah berhasil menemukan kartu pesertanya. Dengan hentakan kaki yang cukup kuat, gadis itu kembali melangkah guna melanjutkan mencari kartu pesertanya. Tanpa dia ketahui jika Della baru saja menghampiri Edwin yang tengah terduduk di sana.

"Apa kau sudah menemukan milikmu?" tanya Della.

Edwin cukup terkejut saat melihat ada gadis yang menghampirinya. Dilihat dari seragamnya, dia rasa jika gadis di depannya ini adalah teman Angel. Keduanya memiliki seragam yang sama dengan Angel. Lantas laki-laki itu hanya menganggukkan kepalanya, sebelum membalasnya dengan suara. "Sudah,"

"Ah, kau pasti tidak mengingatku," Della menjulurkan tangannya guna mengajak Edwin berkenalan. "Aku Della, temannya Angel," ucap Della lagi.

Memilih untuk tidak membalas jabatan tangan Della, laki-laki itu memilih untuk menganggukkan kepalanya. Edwin memang tidak mengingat siapa gadis itu, bahkan dia merasa tak pernah bertemu dengan gadis bernama Della ini. "Kau sudah menemukan milikmu?" tanya Edwin untuk mengalihkan perhatiannya dari uluran tangan Della.

Walau jabatan tangannya tak dibalas, Della sama sekali tidak merasa keberatan. Memang seperti ini adanya sifat laki-laki yang dia sukai. Pun gadis itu menggelengkan kepalanya, karena memang dia belum mendapatkan kartu peserta miliknya. Della melihat Edwin yang memalingkan wajahnya, beranjak dari duduknya dan melihat ke sekeliling kartu-kartu peserta lainnya yang juga berada di sekitar sana. Betapa senang gadis itu saat Edwin mau membantunya mencarikan miliknya.

"Apa kau memilih jurusan IPS?" tanya Edwin. Dengan segera gadis itu menggeleng. "Aku rasa milikmu tidak di sini. Semua yang ada di sini adalah milik peserta jurusan IPS," katanya lagi.

Della menganggukkan kepalanya setelah mendengar kalimat Edwin, lantas dia membawa langkahnya pergi dari sana. Namun, baru beberapa langkah, Della berjalan kembali ke arah Edwin. "Apakah kau bisa menemukan milik Angel? Sharon Angelica," pinta Della setelah dia menyadari jika Edwin memiliki jurusan yang sama dengan temannya itu.

Sempat terdiam beberapa detik untuk Edwin menganggukkan kepalanya singkat. Tak mungkin dia menjelaskan secara gamblang pada orang yang tidak dia kenal tentang dirinya dan Angel. Bukan, Edwin tidak pernah mengatakan jika dirinya tidak menyukai ataupun menyukai gadis itu. Edwin menganggap Angel hanya seorang gadis yang berisik ketika mereka berseteru. Pun setelah dia menganggukkan kepalanya, Della langsung meninggalkan laki-laki itu untuk melanjutkan mencari miliknya, lantaran waktu yang sudah tinggal sedikit.

"Terima kasih," ucap Della seraya meninggalkan Edwin.

"Jadi, dia juga memilih jurusan IPS," gumamnya sendirian. Memilih untuk abai, laki-laki itu kembali duduk di tempatnya tadi.

Dirinya sudah lelah mencari, lebih baik duduk sembari memperhatikan lainnya berlarian mencari milik mereka. Bahkan, di tempat ini saja sudah penuh dengan anak-anak yang sama mencarinya. Terlihat berantakan dan berisik. Sampai-sampai ada banyak kartu peserta yang sempat jatuh ke tanah. Beruntung, kartu itu dilindungi dengan plasti pelindung yang tahan air. Edwin bangkit untuk meletakkan kartu peserta ini ke tempatnya. Hanya saja, Edwin terdiam ketika melihat nama yang tadi disebutkan oleh Della.

"Waktu tinggal lima menit lagi," seru salah satu kakak OSIS yang berbicara menggunakan pengeras suara.

Edwin langsung bergerak guna mencari Angel. Dirinya tahu jika Angel tak akan mau mendatangi tempat yang tadi dia tempati. Namun, Angel tak akan memiliki pilihan lain selain mendatangi tempat itu. Dimana dirinya dan Edwin akan berada di kelas yang sama. Memang laki-laki itu juga sudah malas untuk bergerak, tapi dia harus segera menemukan Angel. Di segala tempat Edwin berlari, dia tak menemukan keberadaan Angel. Dilihatnya jam di tangan, tersisa dua menit lagi untuk mereka harus berkumpul.

Kedua manik laki-laki itu bergerak dengan cepat mengamati lingkungan sekitar ini. Edwin hanya perlu mencari dengan mengandalkan seragam dari gadis itu. Edwin berlari ke arah salah satu tempat yang dirinya sendiri juga tidak tahu kelas apa yang dia datangi ini. Namun, dengan jelas Edwin melihat Angel di sana. "Ini milikmu, dan segera ikuti aku. Kita harus berkumpul di sana," kata Edwin yang langsung meninggalkan Angel.

"Kemana?"

Tak mendapat jawaban dari Edwin, gadis itu segera mengikuti Edwin yang telah berlari. Astaga, semakin lelah dirinya ini, apalagi ditambah hitungan tiga puluh detik tersisa. Lapangan utama juga sudah mulai kosong ketika semua peserta segera menempatkan diri di tempat mereka menemukan kartu milik mereka sendiri. Hingga detik ini pun Angel masih belum menyadari jika dirinya akan berada di kelas yang sama. Barulah ketika gadis itu berdiri di barisannya, dirinya terkejut bersamaan dengan nafas yang tersengal.

Selama di dalam barisan, beberapa kali Angel melihat ke arah Edwin yang masih fokus ke depan mendengarkan semua yang dikatakan oleh anggota OSIS itu. Tak ada yang bisa dia lakukan saat ini, selain menyesal dengan pilihan SMA ini. Seharusnya, Angel mencari tahu terlebih dahulu sekolah yang menjadi tempat Edwin bersekolah. Baiklah, dirinya tak ingin banyak omong, lebih memilih pasrah karena memang Angel selalu berada di belakang laki-laki itu.

Sampai akhirnya mereka semua dituntun mengikuti dua kakak OSIS yang akan menunjukkan letak kelas mereka. Selama berjalan menuju kelas, Angel sedikit terkejut saat ada seorang gadis lainnya yang menyentuh tangannya. Gadis itu meminta Angel untuk menjadi teman satu bangkunya, tanpa penolakan tentunya Angel menganggukkan kepalanya guna menyetujui ajakan itu. Lagipula, dirinya ini juga belum mendapatkan teman satu bangku. Bahkan, satu pun dari mereka, tak ada yang Angel kenal. Di kelas yang kini mereka datangi adalah kelas yang juga akan menjadi milik Angel dan Edwin. Entahlah, Angel tak bisa berpikir untuk saat ini. Dia tak akan merasa nyaman untuk berada di sekolah ini. Tidak satu sekolah saja, Angel sudah sering emosi saat Edwin sering mengejeknya lebih dulu, apalagi saat mereka akan dipertemukan setiap harinya seperti ini.

Di sana, mereka telah mendapatkan perintah untuk segera membersihkan ruangan kelas mereka agar bersih sebelum nantinya akan di pakai pada hari Senin besok. Angel hanya mengandalkan sebuah kain bekas yang dia bawa dari rumah. Sengaja, agar tugasnya hanya membersihkan meja yang tampak berdebu ini. Toh, memang kerjaan Angel setiap harinya lebih banyak mengelap meja di coffee shop ayahnya.

"Berikan aku setengah dari kainnya,"