webnovel

Kebelet Nikah : Sekuel Pernikahan Kontrak

Alexi Denzel, pria berumur 27 tahun kaya dan mapan membuatnya sempurna di mata setiap orang. Hanya saja dia belum pernah mendekati lawan jenisnya. Wanita. Menurutnya wanita itu cukup memuakkan dan memiliki prinsip sama seperti sang Ayah yaitu suka kerja namun semua berubah ketika dirinya bertemu dengan Asia Wynne, gadis berumur 18 tahun yang berbeda dari wanita kebanyakan.

LittleGirl_25 · สมัยใหม่
Not enough ratings
51 Chs

Asia Harus Move On

"Ayo buka mulutmu." Asia memandang sebentar pada Alexi yang sedang berusaha membuat dirinya makan. Dia mendengus lalu membuka mulutnya. Alexi langsung memasukkan sendok yang berisi makanan di dalam mulut Asia. Pria itu tersenyum cerah lalu mengacak rambut Asia gemas.

"Gadis baik." Asia memasang wajah kesal namun tak bisa menutupi wajahnya yang memerah. Dia layaknya anak kecil sekarang. Beberapa menit setelah Asia menyelesaikan makanan dan menyikat gigi, Alexi keluar dari kamar karena Asia bersiap tidur.

Senyuman cerah terus diumbar mengingat bagaimana Asia menolaknya mentah-mentah permintaan Alexi untuk tidur bersama dan berakhir dengan dirinya yang diusir oleh si empunya kamar.

"Alexi," Alexi memalingkan wajah pada Rani dan Karma. Rupanya mereka telah menunggu keluarnya Alexi untuk bertanya tentang putri mereka. Baik Rani dan Karma, mereka yakin ada sesuatu yang ditutupi oleh Asia.

"Ya ada apa?"

"Katakan pada kami apa yang sebenarnya terjadi pada Asia? Kenapa kau harus memberinya makan?" Alexi tersenyum. Perasaan yang peka sekali.

"Ya tangannya terluka akibat jatuh dan butuh bantuan."

"Lalu kenapa bukan kami yang merawatnya? Anda tak perlu susah melakukan ini."

"Justru karena aku, dia menginginkan hal itu." Timbul perasaan bersalah dalam diri Alexi namun itu sanggup dilakukannya demi janji pada Asia yang tak ingin merepotkan kedua orang tuanya.

"Oh begitu ... kau bersungguh-sungguh bukan?" Tanpa ragu sedikit pun Alexi mengangguk.

"Kalau begitu aku harus pergi dulu. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku lakukan,"

"Tidak mau makan malam di sini?"

"Terima kasih tapi aku tak ingin merepotkan kalian. Selamat malam." Alexi berlalu meninggalkan mereka berdua yang termangu. Saat menuruni tangga, Alexi bertemu muka dengan kedua saudara Asia.

Dia mengembangkan senyuman dan tanpa mengucap sepatah kata Alexi pergi. Kaito dan Maria beranjak dari tempat mereka berdiri. Keduanya berhenti di depan pintu kamar Asia lalu mengetuknya beberapa kali sampai si pemilik kamar membuka pintu.

Asia membuka pintu kamarnya selebar mungkin mempersilakan mereka masuk. "Sebenarnya kamu kenapa Asia, bilang sama Abang dan Maria jangan bikin kami khawatir seperti ini." ucap Kaito begitu pintu ditutup.

Gadis belia itu mengembuskan napas kasar. "Jangan bilang ya sama Mommy dan Daddy, sebenarnya dari tadi Asia diserang sama geng wanita untung Asia bisa berkelahi tapi salah satu dari mereka menusuk lenganku yang kanan jadi kena beberapa jahitan deh."

"Coba aku lihat lengan mana yang terluka." Asia tak memberikan jawaban malah menunjukkan wajah masam tanda tak setuju.

"Ayolah Asia Abang tak akan menyentuhnya."

"Tidak!" Kaito membuang napas pendek.

"Apa-apaan kau ini, Abang sendiri tak bisa dikasih lihat tapi orang lain bisa." sindir Kaito.

"Bukan seperti itu Abang masalahnya Alexi tahu kejadian ini. Dia sendiri yang bawa Asia ke rumah sakit." Kaito menyorot sang adik dengan pandangan tajam untuk melihat apakah ada kebohongan pada ucapannya namun dia tak menemukannya sehingga mendesis.

Dia lalu membuang pandangan. "Sepertinya Alexi-san sangat dekat denganmu. Aku selalu melihat dia memandangmu secara diam-diam." Mendengar itu Asia membeku.

"Ah masa, aku tak menyadarinya." Diiringi dengan tawa hambar, Asia tahu itu adalah akting terbodoh yang dia lakukan.

"Aku menyadarinya juga kak, dia itu sering membawamu pulang dan sekarang Alexi-san merawatmu. Apa kalian pernah bertemu?" Asia buru-buru menggeleng. Menyangkal.

"Haahh ... itu terserah kamu saja. Abang lihat dia punya perasaan sama kamu dan sampai sekarang dia memperhatikanmu Abang rasa sudah saatnya kamu harus move on dari lelaki yang bahkan tak tahu kau punya perasaan padanya." Jantung Asia berhenti berdebar bersama dengan dirinya mendengar suara petir yang menggelegar.

"Dia tidak menyakitimu bahkan memberi perhatian dan selalu bersamamu. Tapi itu terserah kamu saja, Abang tak akan memaksa. Pikirkanlah baik-baik." Kaito dan Maria lalu pergi keluar dari kamar Asia yang kini berkelabat dalam pikirannya.

****

Keesokan harinya, Asia dengan susah payah bersiap-siap menuju kampusnya. Itu pun hari ini dia tak membawa perlengkapannya sebagai seorang pelukis.

Asia lalu turun menghampiri keluarganya yang sarapan. "Selamat pagi,"

"Pagi loh Asia mau pergi ke kampus? Bukannya kamu sedang sakit," terlihat dari raut wajah Mommynya ada perasaan cemas.

"Duduklah biar Abang menyuapimu." ucap Kaito yang tahu akan luka Asia namun gadis itu menggeleng.

"Aku akan makan di kampus saja. Aku terlambat mengikuti kelas pagi ini, dah." Semua anggota keluarga termenung dan mata mereka tertuju pada Asia. Setelah punggung gadis itu menghilang dari balik pintu, Karma dan Rani sama-sama melihat pada Kaito dan Maria.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada adikmu? Kenapa kau menawarkan dia untuk disuapi?" tanya Karma menyelidik. Kaito dan Maria sama-sama membuang napas panjang. Sepertinya mereka harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

Di sisi lain, Asia terkejut ketika dirinya keluar dari gerbang rumahnya. Dia menemukan Alexi telah menunggunya dengan senyuman. "Selamat pagi calon istriku."

Asia mendengus tapi mendekati pria itu. "Untuk apa kau ke sini?"

"Tentu saja untuk menjemputmu. Kau pasti lapar ayo sarapan." Alexi membuka pintu mobilnya dan Asia tak menolak. Dia masuk ke dalam mobil mengikuti ajakan Alexi. Memang sekarang dia lapar.

"Kenapa kau masuk kampus? Kau tahu lenganmu sedang terluka dan sekarang kau pakai baju putih. Jika darahmu--"

"Aku tahu tak perlu menjelaskannya. Aku sebenarnya tak ingin pergi tapi apa boleh buat aku harus memberikan tugas sebentar kemudian meminta izin dari dosenku."

"Baiklah aku akan pergi bersamamu. Hanya sebentar bukan?" Asia mengangguk.