webnovel

karena sebuah mimpi

amira dan adi dipertemukan karena sebuah perbedaan yang saling melengkapi, dan harus berpisah karena sebuah mimpi. setelah mengukir begitu banyak cerita indah bersama selama 3 tahun lamanya mereka harus mengakhirinya demi masa depan yang lebih baik.

Vera_wayong · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
9 Chs

kelima

"amira sayang, tolong beliin mama garam sama susu dong."

ujar mama yang langsung mendapat anggukan dariku.

"jangan lama lama yah, udah malem."

tambahnya lagi.

"iya mah."

balasku.

setelah menerima uangnya, aku pun keluar dari rumah dan berjalan menuju minimarket.

untuk mengusir rasa sepi ku, aku bersenandung kecil sembari memperagakan gerakan dance blackpink.

"now, look at you now look at me.look at you now look at me.look at you now look at me. how you like that"

aku terus menyenandungkan lagu itu sembari berjalan menuju minimarket.

saat hendak menyebrang jalan, mataku menangkap sebuah pemandangan mengerikan tidak jauh dari minimarket seberang jalan tersebut. tepatnya di bawah pohon beringin besar yang tidak memilikki penerangan, kira kira jaraknya 500 m dari tempatku berdiri. ada empat orang berbadan besar sedang memukuli seorang anak sma. anak itu masih memakai seragam. karena mataku minus setengah, aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang orang itu. tetapi sejauh yang bisa kulihat, mereka semua berjenis kelamin laki laki, termasuk anak berseragam itu.

"sepertinya yang badan gede itu preman deh. jangan jangan mereka ngeroyok cowo berrseragam itu. wahhh, aku ngga bisa tinggal diam nih kalau gini."ujarku pada diri sendiri sembari mengeluarkan ponsel, lalu menempelkannya di telinga. perlahan namun pasti, aku berjalan mendekati preman preman itu.

setelah cukup dekat, aku mulai berteriak sekeras kerasnya.

"HALO PAK POLISI?DISINI ADA PENGEROYOKKAN PAK.IYA PAK TOLONG SEGERA DATANG PAK."

bisa kulihat ekspresi ketakutan para preman itu. akhirnya, salah satu dari mereka memberi kode kepada yang lainnya agar segera meninggalkan tempat itu sebelum polisi datang.

setelah semua preman keji itu pergi, aku langsung menghampiri anak laki laki itu.

siapa sangka, anak laki laki itu ternyata adalah adi. yang membuatku lebih terkejut adalah luka luka yang ada di wajahnya dan keadaannya yang sangat memprihatinkan. sekelebat bayangan melintas dalam pikiranku. "deja vu"

gumamku dalam hati. tidak ingin berlama lama dengan pikiranku sendiri, akhirnya

aku berjongkok di depannya. saat kusentuh wajahnya, ia sedikit meringis. hal itu membuatku sedikit lega. setidaknya dia masih hidup.

aku langsung merogoh saku celana ku, dan mulai membuka aplikasi Grab. aku berencana untuk membawanya ke rumah sakit. aku tidak bisa memikirkan cara lain selain cara itu. aku memesan grab yang jaraknya sangat dekat dengan tempat kami, agar tidak perlu menunggu terlalu lama.

setelah memesan grab, aku membenarkan pakaiannya yang sudah sobek.

saat sedang fokus dengan aktivitas ku, adi tiba tiba meraih tanganku.

sontak aku langsung menghentikan aktifitas ku, dan menatapnya.

"ka...mu..$#$@&%#"

"iya kenapa?"

tanyaku padanya.

"ken...a..pa."

lanjutnya terbata sembari memegangi perutnya.

"kamu ngga usah..."

kata kataku terpotong saat ponselku tiba tiba berdering.

"hallo?iya pak, oh gitu ya pak. iya pak kesini aja pak ngga jauh kok. yang ada pohon beringin gede yah pak. oke.makasih pak."

hitungan detik, grab sudah terparkir di depan kami.

pak sopir pun keluar dari mobil dan langsung membantuku membopong tubuh adi.

setelah kami semua masuk, mobil pun melaju dengan kecepatan normal menuju rumah sakit cipto mangunkusumo kencana.

aku menaruh kepala adi di atas pangkuanku.

sesekali ia terbatuk, lalu memegangi perutnya.

sepertinya ia benar benar kesakitan.

"bertahan yah di, bentar lagi nyampe kok."

ujarku sembari sesekali mengelus kepalanya.

aku tidak mengerti kenapa aku melakukan hal itu. padahal aku tidak begitu dekat dengannya. hubungan kami hanya sebatas pertemanan antara ayah dan om andra aja.

tetapi begitu melihat keadaannya saat ini, aku ingin selalu di sampingnya. kalau aku ngga bisa ngurangin sakitnya dia, setidaknya aku bisa jadi sandaran buat dia.

saat sedang menatap wajahnya yang penuh luka itu, mobil tiba tiba berhenti.

aku mendongak untuk memastikan alasan mobil itu berhenti. ternyata kami sudah sampai di tempat tujuan.

pak sopir turun terlebih dahulu, kemudian membuka pintu untukku.

setelah aku keluar, pak sopir langsung mengangkat tubuh adi yang sudah tidak bertenaga itu. aku mengikuti pak sopir dari belakang untuk masuk ke rumah sakit, setelah menutup pintu mobil.

.

"coba telpon sekali lagi mah."

ujar robi pada istrinya.

"tetap ngga diangkat pah. gimana dong?"

cantika mulai panik. ia merasa bersalah sudah menyuruh anak gadisnya untuk keluar malam malam.

"kita samperin ke minimarketnya aja mah."

usul robi pada istrinya, yang langsung mendapat anggukan.

.

"gimana keadaan temen saya dok?"

tanyaku pada dokter yang merawat adi.

"lukanya cukup parah, sepertinya pasien mendapatkan pukulan yang cukup keras di bagian perutnya, sehingga limfanya pecah."

jelas sang dokter, yang membuatku sontak menutup mulutku dengan dua tangan.

"oleh karena itu, kami harus segera melakukan operasi pengangkatan limfa. takutnya hal ini akan membahayakan nyawa pasien. sementara kami melakukan operasi, anda bisa mengurus administrasi nya. saya permisi dulu."

jelasnya lagi, sebelum akhirnya pergi dari hadapanku.

sebelum dokter itu pergi, aku sempat meminta ijin untuk melihat keadaan adi. setelah mendapat ijin, aku pun masuk ke dalam ruangan berbau tajam tersebut.

bisa kulihat adi yang terbaring di atas ranjang pasien, dengan oksigen yang terpasang di hidungnya.

aku menggeser kursi kecil yang terletak di samping ranjangnya.

duduk di sampingnya sembari memperhatikan wajahnya, menjadi kegiatan ku selama hampir 30 menit. sampai aku tersadar akan sesuatu.

"ya ampun, aku lupa ngasih tau mama."

seruku sembari menepuk dahi.

aku langsung merogoh saku celanaku untukmengambil ponsel.

saat menyalakan ponselku, aku terkejut bukan main begitu melihat 15 missed call dari mama.

"oh ya ampun. aku bisa dapat masalah kalau gini. kok bego sih bisa lupa."

gerutuku pada diri sendiri sembari mencoba menghubungi mama.

.

"oh gitu ya mba?yaudah makasih."

ujar robi pada seorang wanita penjaga kasir.

"gimana dong pah. katanya dia ngga liat amira masuk sini. terus anak kita kemana pah?"

tanya cantika pada suaminya dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

tiba tiba ponselnya berdering. sat dilihat nama sang penelpon, tertulis nama amira disana.

cantika segera mengangkat telpon tersebut. ia ingin memastikan kalau benar putrinyalah yang menelpon bukan penculik atau yang lainnya.

"hallo sayang?kamu dimana nak?papa sama mama cemas nyariin kamu. kata mba kasir minimarket kamu ngga kesini.kalau gitu kamu kemana?kamu ngga kenapa napa kan?kamu ngga diculik atau diapa apain sama orang jahat kan?" pertanyaan bertubi tubi dilontarkan cantika pada amira.

"hah?kok bisa?yaampun. udah kabarin om Andra belom?yaudah papa sama mama kesana yah.kamu di rumah sakit mana?oke.bye sayang."

cantika pun mengakhiri percakapannya dengan sang putri.

"kenapa mah?ngapain amira di rumah sakit?dia ngga papa kan?kok nyebut nyebut andra?"

tanya robi bertubi tubi, membuat cantika memijat pelipisnya.

"jadi gini....."

cantika mulai menceritakan semua yang diceritakan amira padanya diponsel. mulai dari dirinya yang melihat empat orang preman memukuli adi habis habisan, sampai dengan penjelasan dokter mengenai operasi pengangkatan limfa yang harus segera dilakukan. mendengar hal itu, robi langsung menambah kecepatan mobilnya menuju rumah sakit cipto mangunkusumo kencana.