webnovel

Akhirnya Diundang Juga

Setibanya di Kampus Awamaalia University, Firman, Tauke serta rombongannya memarkirkan mobil di depan kampus. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat dan mahasiswa ada yang sudah pulang dan ada juga yang sedang belajar di ruangan. Suara mereka terdengar jelas dari pintu gerbang. Segera Firman menemui pak Satpam.

"Kemana aja kamu, Firman?" tanya pak Satpam.

"Aku di rumah, Tauke ini." Firman mengenalkan Tauke pada Pak Satpam Awamaaliaa University. Kemudian Firman meminta agar Pak Satpam menghubungi Pak Rektor. Tak lama panggilan pun masuk dan diangkat oleh Pak Rektor.

"Ini Firman, Pak."

"MasyaAllah, Firman anakkku. Kemana saja kamu, Nak? Kamu selamat Firman dari kecelakaan itu?"

"Loh kok Bapak tau?"

"Bukan hanya saya. Dunia juga sudah tahu kamu itu hilang."

"Ya Pak. Alhamdulillah saya selamat dan dirawat di salah satu rumah sakit yang mewah dan segala biaya perawatan saya ditanggung oleh orang baik di Samping saya ini Pak. Bapak sekarang di mana? Bisa saya minta tolong untuk temani saya ke rumah mertua saya Pak? Saya lupa-lupa ingat jalannya."

"Baiklah. Kamu tunggu di kampus dan masuk ke ruang saya. Sepuluh menit lagi saya sampai."

"Saya tunggu di depan gerbang saja Pak. Tidak enak masuk ke dalam. Banyak adik-adik. Lagipula ini hampir magrib."

"Baiklah kalau begitu." Pak Rektor pun segera keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil. Supirnya segera memutar setir belok kanan menuju Awamaalia University.

Sementara Firman hanya berdiri di pinggir mobil barunya dan ia memandangi pos Pak Satpam itu. Ia teringat empat tahun silam, yaitu tepat pada waktu ia semester awal di Awamaalia University. Di pinggir bibir pos Pak Satpam itu ia pernah menunggu angkot dan waktu itu tidak ada angkot yang lewat sebab hujan amat sangat lebat. Di pos Pak Satpam itulah ia pertama kali melihat seorang bidadari yang cantik jelita yang sedang menikmati sebuah bacaan.

Firman bernostalgia akan masa lalu yang begitu indah dan sangat sayang untuk dilupakan. Namun saat ini ia sendiri tidak tahu di mana sekarang bidadari halalnya itu? Tanpa ia sadari, air matanya membasahi pipinya. Firman ingat betul sosok bidadari itu. Pemberani dan terus terang. Ia ingat betul perkataan bidadarinya ketika di dalam mobil empat tahun yang lalu. Yang suka menaklukkan dirinya. Di depan gerbang ini, ya tepat di tempat ia berdiri.

Tempat dulunya mobil Marwa diparkirkan untuk menunggu mereka berdua. Pergi bersama dan pulang bersama dalam satu mobil. Setiap kali kalau saja pulang terlalu sore, Marwa pasti mengajak supirnya untuk mampir dan berjamaah di masjid Shaseedishal.

Tak lama menunggu, sepuluh menit lewat lima belas detik mobil Pak Rektor berhenti lalu Pak Rektor segera turun dan Firman menyambut hangat dengan pelukan rindu tak terhingga. Pak Rektor sampai menjatuhkan air mata bahagia. Firman tidak mengeluarkan air mata, sebab air mata yang tadi membasahi pipinya saja belum kering. Pak Rektor menyalami Tauke dan mengucapkan terima kasih banyak.

Hari semakin sore. Dan Firman segera mengajak Pak Rektor untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini mobil Pak Rektor yang di depan untuk penunjuk jalan, nomor dua mobil Firman yang isinya hanya Tauke dan Botak. Firman satu mobil dengan Pak Rektor.

Seperti empat tahun yang lalu, kalau menuju rumah Marwa tentunya melewati masjid Shaseedishal. Tepat ketika mereka sampai di depan masjid shaseedishal, azan magrib pun dikumandangkan dan Firman minta berhenti dan shalat magrib berjamaah di masjid yang dulu ia tempati selama kuliah di Awamaalia University. Di depan masjid itulah ia dulu menunggu bidadarinya.

Di dalam masjid itu jugalah suaranya dulu direkam oleh bidadarinya dan diperdengarkan bidadarinya kepadanya hasil rekaman itu di halaman masjid Shaseedishal. Ingat betul ia gurauan bidadarinya empat tahun lalu.

Firman ingin kembali mengimami shalat di masjid yang dulu ia tempati. Pak Rektor baru tahu tempat Firman hari ini. Ia tidak salah memilih Firman sebagai Mu'adzin di masjid Awamaalia University.

"Di masjid yang tadi Firman dan Gunawan tinggal dulu waktu masih kuliah?"

"Iya, Pak."

"Kenapa tidak bilang ke Bapak. Kan tidak terlalu jauh dari kampus kita. Jadi Bapak juga bisa mengunjungi kalian."

"Kami juga tidak berpikiran seperti itu Pak." Sahut Firman. Mereka mengobrol sepanjang jalan menuju rumah Marwa, diikuti oleh rombongan Tauke.

Sesekali ingin rasanya Botak mendahului mobil Pak Rektor, sebab mobil Pak Rektor tidak pernah sampai delapan puluh kilo meter perjam. Padahal Tauke sudah tidur dan seharusnya waktunya Botak tancap gas. Karena tak sabar, Botak pun berkali-kali menekan kelakson agar yang di depan lebih cepat. Pada kelakson kelima, Tauke terbangun.

"Mau ngebut, Botak?"

"Tidak, Tauke. Tadi mau ngingatin yang di depan agar lebih pelan-pelan. Sebab tadi yang depan terlalu kencang bawa mobilnya."

"Owh gitu. Baguslah kalau begitu." Tauke sangat percaya pada Botak. Sebab belum pernah Tauke mendapatkan Botak berbohong. Apa pun yang diucapkan Botak adalah benar adanya di mata Tauke. Kejujuran para anak buahnya yang lain juga ditentukan oleh kejujuran Botak. Bila Botak masih jujur berarti yang lain juga masih jujur.

Tak lama kemudian, mereka telah memasuki kampung S3, sama-sama suka. Tak lama lagi mereka akan sampai di rumah Marwa.

Dari jauh sudah kelihatan lantai dua rumah Marwa. Pak Rektor sendiri tidak memberitahu bahwa Marwa masih hidup. Pak Rektor menyarankan agar menanyakannya sendiri pada ayah dan ibunya Marwa.

Firman was-was atas jawaban yang akan ia dengar dari kedua mertuanya ketika ia menanyakan keberadaan istrinya. Ia sendiri sangat malu tidak dapat menjaga Marwa dan malah bertanya. Di mana harga dirinya sebagai suami? Di mana tanggung jawabnya sebagai suami?

Mobil para rombongan berhenti dan parkir di halaman rumah Marwa. Firman segera turun dan masuk ke dalam rumah. Mertuanya hampir saja tidak mengenali Firman yang punya rambut satu senti. Ayah dan Ibu Marwa Bangkit dan segera memeluk Firman. Ibu Marwa tidak sabar ingin segera memeluk mantunya dan ia pun memeluk Firman ketika Firman sedang berada dalam pelukan suaminya. Ayah, ibu dan suami Marwa menangis tersedu sedu.

"Alhamdulillah, akhirnya mantuku ditemukan dalam keadaan sehat. Terimakasih banyak Pak Rektor." kata Ibu Marwa menyampaikan rasa bahagianya dan terima kasihnya.

"Bukan saya, Ibuk. Yang menemukan Firman dan merawatnya adalah beliau ini." Pak Rektor menunjuk Tauke. Tauke hanya tersenyum bahagia. Ayah Marwa menyalami Tauke dan mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga. Belum sempat Firman bertanya, Ayah Marwa sudah menebak isi pertanyaan mantunya.

"Marwa sedang di rumah Najwa Detektif. Sebab sudah hampir dua minggu Najwa Detektif sakit parah." terang Ayah Marwa.

"Saya ingin segera ke sana, Ayah."

"Jangan sekarang. Nanti Marwa juga balik. Jangan ditelepon. Biar surprise!" kata Pak Rektor merayu.

"Tapi saya ingin segera bertemu istri saya, Pak." Firman menangis tersedu-sedu. Pipinya masih basah. Tangisnya dicampuri sedih dan bahagia. Ayah dan ibu Marwa hanya menangis bahagia. Akhirnya kedua anaknya sudah kembali padanya.

Ayah dan Ibu Marwa dan juga Pak Rektor meminta Firman agar menjelaskan kemana saja ia berada. Cerita dari awal ia kecelakaan. Pertama sekali Firman minta maaf atas kerusakan mobil Marwa yang tidak bisa dipakai kembali dan Firman menunjukkan gantinya yang sedang terparkir manis di halaman rumah Marwa.

"Kenapa diganti Firman? Itu kan mobilmu juga?" Ayah mertua Firman terlihat kecewa.

"Bukan saya, Ayah. Tapi Tauke yang membelikan. Ceritanya panjang."

"Owh begitu." Mulailah Ayah Marwa tersenyum kembali. Firman pun mulai bercerita dari awal ia kecelakaan hingga sampai saat keadaannya sekarang. Ibu Marwa masuk ke dalam dan menelepon ibu Firman yang di seberang sana.

"Ibu, ke sini juga sekarang! Ajak bapak juga ya?"

"Kok tiba-tiba begini? Ada apa lagi Besan?"

"Firman sudah ada di sni! Tapi,..." belum sempat ibu Marwa melanjutkan, ibu Firman sudah girang bukan buatan ketika mendengar Firman sudah ditemukan.

"Tapi jangan bilang ke bapak dulu Besan."

"Baiklah kalau begitu. Sekarang juga kami ke sana!"

Sedang asyiknya ayah Firman duduk di depan rumah. Ibu Firman mengabari berita bahagia bahwa mereka disuruh datang ke rumah Marwa.

"Ah, tumben mereka ngundang saya juga. Biasanya cuma kamu saja yang diundang sayangku." Ayah Firman sedikit heran tapi ia sangat bahagia. Baru kali ini ia diundang. Biasanya ibu Marwa hanya mengundang ibunya Firman. Tapi kali ini ayahnya Firman juga disuruh datang. Ayah Firman sendiri belum tahu bahwa anaknya pernah hilang dan kecelakaan. Semuanya dirahasiakan oleh ibunya Firman. Namun ketika Firman hilang juga dapat membuat separuh badan ayahnya merasa kehilangan nikmat Tuhan, apalagi jikalau mengetahui anaknya menghilang dan kecelakaan?

***