Aarun dan Ardo memilih Hyde Park untuk mencari ibu Aarun, lokasinya tidak terlalu jauh dari kompleks mereka, mereka hanya menaiki sepeda sekitaran 10 menitan maka mereka akan sampai disana.
Tempat itu lumayan ramai, Hyde Park merupakan taman tertua di Australia, taman yang terletak di sisi timur pusat distrik bisnis Sidney tersebut begitu terawat dan terjaga keasriannya membuat banyak pengunjung yang datang hanya sekedar untuk berolah raga pagi ataupun berjalan-jalan santai disekitaran sana.
Jalanan yang luas serta adanya pohon pelindung yang berjajar dipinggir jalan tersebut membuat suasana terasa nyaman dan teduh apalagi jika ada terik matahari yang bisa membakar kulit. Apalagi jika malam tiba, lampu-lampu akan menyala terang disekitaran Hyde Park. Belum lagi air mancur Archibald dan bangunan bersejarah ANZAC yang membuat Hyde Park makin menarik.
Mereka telah berkeliling setidaknya hampir tiga jam dan belum mendapatkan hasil apapun.
"Bagaimana jika kita bertanya pada Eugene dan kakaknya." Aarun yang sedang fokus melihat sekeliling Hyde Park seketika menjadi kaku.
"Apa kau bilang?" tanya Aarun memastikan jika dia tidak salah dengar.
"Ku bilang bagaimana jika kita bertanya pada Eugene dan kakaknya, mereka kan tiap hari bertemu dengan banyak orang siapa tahu mereka pernah melihat ibumu," Jelas Ardo masih meroda sepedanya.
Aarun masih terdiam "Siapa namanya kakaknya itu, Hannah dan Linzy ya." Ardo mencoba mengingat nama mereka lagi, Aarun masih kaku di belakang sana, untung saja Ardo yang menyetir sepeda itu jika dirinya mungkin mereka sudah jatuh.
"Bagaimana kau mau, kan?" tanya Ardo sekali lagi namun belum ada respon dari Aarun terhadapnya.
"Hei Aarun! kau dengar tidak! Dari tadi aku bicara padamu." Kesal Ardo.
"Ya, terserah kau saja, kau kan yang membawa sepeda, aku mengikut saja," jawab Aarun sedikit terbata-bata.
Ardo pun mempercepat laju sepedanya menuju lokasi di mana ia pertama kali bertemu para gadis itu, lumayan jauh dari lokasi mereka berada sekarang tapi itu tidak menurunkan semangat mereka.
Sambil melewati kota Sidney, Aarun terus memantau jika saja ibunya tiba-tiba lewat disekitaran sana. Jika saja Aarun tahu identitas pria selingkuhan ibunya tersebut mungkin saja dia sudah mencari mati orang tersebut namun sayang, saat malam kemunculan selingkuhan ibunya dimobil berwarna hitam tersebut, Aarun hanya melihat wajah itu sekilas bahkan cuma sedetik itu pun suasana begitu gelap waktu itu.
Ardo menghentikan sepedanya tepat di depan gedung besar yang di sampingnya adalah bangunan properti "Disini mereka sering mengamen," ujar Ardo sembari matanya menelusuri tempat tersebut.
"Tapi mereka tidak ada disini, apa mereka tidak mengamen karena sedang mendung," lanjut Ardo lagi.
Aarun sudah dua kali hatinya ini seperti roller coster, mungkin saja karena ekspektasinya untuk bertemu dengan Hannah begitu tinggi, makanya ia jatuh terlalu tinggi.
Aarun mencoba berkeliling sebentar dan belum terlalu jauh, tepat di depan matanya ia melihat Hannah sedang berdiri di halte bersama Eugene dan Linzy masing-masing membawa alat musik mereka seperti gitar dan piano kecil.
"Aarun kau menemukannya?" tanya Ardo yang berjalan kearah Aarun.
"Cepat ambil sepedamu!" teriak Aarun setelah melihat para gadis itu sedang mengantri untuk naik bus.
Ardo kembali berlari, menaiki sepedanya dan berhenti ditempat Aarun berada.
Dengan sekuat tenaga Ardo meroda sepedanya kembali agar sepeda itu melaju dengan kencang, bus itu mulai bergerak dan melaju dengan kecepatan yang untungnya masih sedang, hingga Ardo dapat mengejarnya.
Aarun mencoba berteriak agar bus itu berhenti namun bus itu terus melaju semakin kencang.
Tiba-tiba saja di jendela bus itu, seorang gadis yang kini mulai menjadi sumber kebahagiaan Aarun terlihat. Dia adalah Hannah Emillie, Hannah melambaikan tangannya keluar jendela dan hanya bisa memperlihatkan kepalanya sedikit saja.
Namun itu terlihat jelas dimata Aarun, Aarun bisa melihat tangan lembut nan putih gadis itu, ia juga bisa melihat rambut panjangnya yang disambar oleh angin saat bus melaju. Dan juga, ia bisa melihat Hannah yang sedang melihatnya sedikit khawatir "Aarun!" teriak gadis itu. Apa!, apa Aarun tidak salah dengar gadis itu meneriakkan namanya.
Seperti orang yang tersambar petir saja Aarun kembali kaku seperti patung, sepertinya itu adalah penyakit barunya.
"Aarun!" teriak Hannah lagi sambil melambaikan tangannya.
"Kami akan menunggu kalian di halte berikutnya, bus ini tidak bisa berhenti sembarangan!" teriak Hannah melanjutkan.
"B-baiklah," ucap Aarun singkat sambil memberi kode oke di tangannya.
Setelah melihat kode dari Aarun, Hannah membalas dengan senyuman singkat yang mungkin akan sulit dilihat oleh orang lain, tapi Aarun melihatnya, dan tentu itu membuatnya merasakan bunga-bunga yang entah datang dari mana, seolah bunga itu seperti hujan yang turun.
"Ardo, sini gantian pasti kau lelah sekali," tawar Aarun yang langsung di turuti oleh Ardo yang terlihat benar-benar kelelahan.
****
Akhirnya bus itu sampai juga di halte berikutnya, Hannah, Linzy dan Eugene cepat-cepat turun dari bus dan menunggu Aarun dan Ardo disana.
"Apa benar mereka bisa mengejar kita?" tanya Eugene yang kini menggigit jari telunjuknya, itu sudah kebiasaan Eugene jika sedang khawatir.
"Tadi Aarun bilang baiklah padaku," jawab Hannah yang ingat sekali jika tadi pria itu mengacungkan jarinya berkata baiklah.
"Kalau begitu, kita tunggu saja dulu." Linzy kini terduduk di halte tersebut di ikuti oleh Hannah dan Linzy.
"Ada apa mereka ingin bertemu kita?" tanya Linzy yang hanya di jawab singkat oleh Hannah dan Eugene "Entahlah." ucap mereka bersaman.
Tiba-tiba saja langit yang tadinya mendung tanpa izin mengeluarkan isinya. Ya, itu adalah hujan yang mulai deras. Ternyata hujan terjadi secepat itu." Yaah.. Hujan," gumam Eugene seraya memanyumkan bibirnya.
Hannah yang tadinya duduk kini berdiri, ia terus melihat kearah barat untuk memastikan apakah Aarun dan Ardo sudah semakin dekat dengan mereka, namun ia tidak melihat siapapun yang mirip dengan mereka. Banyak orang yang berlari kecil untuk mencari perlindungan karena hujan yang deras namun mereka tak nampak disana.
Sebuah sepeda berhenti tiba-tiba di depan Linzy dan Eugene, tepatnya berlawanan arah dengan prediksi Hannah yang mengira ia akan melihat dari kejauhan sepeda Ardo dari arah barat.
Hannah berbalik dan mendapati Aarun dan Ardo yang basah kuyub karena hujan. Hoodie yang dipakai Aarun benar-benar basah begitu pun kemeja biru muda Ardo juga sangat basah dikarenakan hujan yang keras, namun mereka malah terlihat menikmati moment dimana mereka kehujanan.
"Kalian baik-baik saja?" tanya Eugene yang khawatir.
"Tentu, kami baik- baik saja," jawab Ardo.
"Kalian lewat mana tadi?" tanya Hannah.
"Aku memilih jalan pintas agar kami cepat," ujar Aarun sembari mengelap wajahnya dengan tangannya.
Hannah hanya membalas anggukan pada Aarun, lalu ia terlihat mengacak tas ransel cokelat yang ia bawa.
Setelah menemukan apa yang ia cari yaitu sebuah sapu tangan, Hannah memberikannya pada Aarun "Ini pakailah," ucapnya.
Aarun sedikit terkejut namun ia berusaha keras agar kegugupannya tidak terlalu kentara.
Aarun sedikit menunduk dengan malu "Terima Kasih," balasnya menerima sapu tangan itu.
Apa ini? Jantung Aarun seakan ingin meledak dibuatnya, padahal mungkin ini cuma hal sepele, tapi Aarun begitu bahagia. Tanpa ia sadari senyuman kecil tersimpul dibibirnya namun sayang Hannah tidak melihatnya.
Bukankah ini adalah kemajuan, Aarun berharap mereka bisa lebih akrab lagi dari ini.