webnovel

Bab 1 : Perpisahan

Tok! Tok! Tok!

Hakim di pengadilan agama telah resmi mengetuk palunya sebagai tanda bahwa Elyas Nugraha telah resmi bercerai dengan Tiara Maharani, wanita yang telah ia sunting lima tahun lalu.

Setelah resmi bercerai, keduanya saling berjabat tangan, bukan untuk mengucapkan kata terima kasih, tapi mengucapkan kata selamat, karena akhirnya mereka telah memilih keputusan yang tepat dan mereka akan menemukan kebahagiaan mereka masing-masing.

Saat Tiara keluar dari ruang sidang, dimana putusan status perceraian mereka dilaksanakan, ada seseorang yang sudah menunggu Tiara di sana. Elyas hanya menatap punggung wanita yang selama tiga tahun bersamanya dan sekarang memilih pergi dengan pria lain yang baru saja Tiara kenali beberapa bulan saja.

Elyas tak menyesali perceraian nya, tak ada yang menyakitkan baginya karena ini semua sudah menjadi keputusannya. Hatinya sudah membeku akibat perselingkuhan mantan istrinya itu dengan rekan kerjanya sendiri.

Namun, Elyas tak sendiri, ada anak semata wayang nya yang akan menguatkannya dan menemaninya setiap saat dan menjadi alasannya untuk tetap bahagia. Ya, Tiara bahkan menyerahkan hak asuh anak mereka pada Elyas.

Elyas sendiri adalah seorang pengusaha sukses, mapan, tampan, namun ia tak tahu apa kekurangannya di mata Tiara. Tapi, ia tak pusing mencari alasan mengapa Tiara selingkuh.

Saat ia melihat ponsel miliknya, ia mendapat ratusan pesan singkat dari sekretaris pribadinya. Ternyata ia telah ditunggu oleh klien untuk melakukan rapat penting. Ia pun bergegas pergi ke kantor dan langsung menuju ruang rapat. Setelah melakukan rapat yang cukup menguras otaknya, ia pulang ke rumah dan sudah ditunggu oleh Azka Nugraha dan juga sang ibu.

"Papa!" panggil Azka saat melihat Elyas datang dan langsung berpelukan.

"Mama, mana?" tanya Azka dengan polosnya, anak berusia 4 tahun itu bertanya sambil melihat keluar dan tak ada sosok ibu di belakang Elyas.

"Mulai saat ini, mama tak akan tinggal lagi bersama kita. Azka, hanya akan tinggal bersama nenek dan juga Papa," jelas Elyas dengan perlahan agar Azka cepat mengerti keadaannya.

"Tapi, kenapa? Aku ingin mama pulang," tanya Azka dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kamu akan tahu nanti. Sekarang, papa akan buat makanan kesukaan Azka, mau?" tanya Elyas mencoba mengalihkan kesedihan anaknya itu usai ditinggalkan sang ibu.

"Aku tidak mau. Aku mau mama pulang!" teriak Azka lalu berlari menuju kamarnya.

"Azka..."

Bu Melinda , ibu Elyas mencegah Elyas untuk menyusul putranya ke kamar.

"Biar ibu saja," usul Bu Melinda lalu pergi menyusul cucunya.

Elyas mengusap wajahnya, tak mudah menjelaskan hubungannya dengan Tiara yang telah berakhir dan tak akan pernah mungkin bisa kembali. Ia juga tak mungkin mencari ibu baru untuk Azka, tentu tak mudah bagi anak seusia Azka untuk beradaptasi dengan orang lain. Azka adalah tipe anak yang sulit berbaur dengan sosial, ia tak biasa bergaul dengan orang di luar rumahnya. Selama ini ia hanya diurus oleh neneknya, karena ayah dan ibunya sibuk bekerja, sampai akhirnya Tiara lebih banyak waktu di luar daripada di rumah dan bertemu dengan sang anak. Selama ini Tiara selalu beralasan bahwa ia ada rapat dengan para klien nya, tapi nyatanya ia pergi berkencan dengan rekan kerja Elyas.

Setelah tahu jika Tiara berkencan dengan rekan bisnisnya, Elyas pun segera menghentikan kerja sama nya, tak peduli dengan seberapa besar kerugian yang harus ia alami, tapi perlakuan yang telah menyakiti hatinya itu harus segera ia akhiri.

Elyas perlahan berjalan menuju kamar anaknya, ia pun melihat dari balik pintu dan anaknya sudah tidur dengan lelapnya. Bu Melinda melihat Elyas tengah menatapi Azka dari luar kamar. Setelah memastikan jika cucunya itu telah tertidur lelap, Bu Melinda pun keluar dari kamar dan menutup pintunya secara perlahan.

"Ayo kita bicara!" ajaknya pada sang anak tunggalnya itu.

Mereka duduk di ruang keluarga.

"Apa kalian benar-benar tak bisa rujuk demi Azka?" tanya Bu Melinda.

"Keputusan sudah diambil, aku sudah mencoba memaafkan Tiara, tapi ia tetap ingin meninggalkanku, bahkan ia telah memberikan hak asuh Azka secara penuh padaku, bu. Itu artinya ia memang tak ingin lagi ada di sini," jelas Elyas.

"Tapi, ibu tak tega melihat Azka sedih seperti tadi," ujar Bu Melinda.

"Ia akan mulai terbiasa seiring berjalannya waktu."

"Ya, sudah. Kamu istirahatlah!"

***

Di sebuah rumah berukuran cukup besar itu tinggal seorang Gadis bernama Aluna Sylvia bersama ibu dan seorang kakaknya. Gadis berusia 28 tahun itu masih berstatus lajang. Bahkan kakak perempuannya yang terpaut 3 tahun dengannya pun masih belum menikah.

Gadis yang berprofesi sebagai suster di rumah sakit itu pun harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya, karena kakaknya hanya seorang pengangguran dan hanya bisa membebani keluarganya.

Luna, biasa gadis itu dipanggil, baru akan tiba di rumah malam hari karena banyaknya pasien. Ia tiba di rumah bersamaan dengan sang kakak, Viona.

"Kamu baru pulang?" tanya Viona dengan santainya pada Luna. Luna memandangi Viona dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Luna hanya bisa menghela nafasnya, lalu tak peduli dengan pertanyaan kakaknya itu.

"Jika kakakmu bertanya, kamu harus menjawab," ujar Viona pada Luna yang berjalan dengan lemas.

"Kakak sudah tahu aku baru pulang, mengapa masih bertanya?" tanya balik Luna lalu melemparkan tasnya di atas tempat tidurnya.

Viona yang masih mengikuti adiknya itu hingga masuk ke dalam kamar pun seketika membuat Luna semakin kesal.

"Ada apa lagi?" tanya Luna. Ia sebenarnya sudah tahu tujuan Viona mengikutinya.

"Boleh pinjam uangmu, besok aku ada birthday party, tak mungkin jika aku tak membawa kado, iya kan?" tanya Viona.

Lagi-lagi, Luna hanya bisa menghela nafasnya lalu mengeluarkan dompetnya dari dalam tas dan memberikan beberapa lembar uang tanpa banyak bicara. Luna memang tipe orang yang tak ingin ambil pusing dan tak mau berdebat dengan sang kakak yang hanya bisa meminta uang padanya. Sedangkan mereka tak punya ayah, karena ayah mereka telah meninggal dunia saat mereka masih sangat kecil.

Luna tumbuh menjadi wanita dewasa dan mau menanggung segala kebutuhan keluarganya setelah ibunya susah payah menyekolahkan nya menjadi seorang perawat. Berbeda dengan Viona, ia tumbuh menjadi wanita yang selalu berhura-hura bersama teman-temannya yang memang terlahir menjadi orang yang berada. Hingga gaya hidup Viona sudah seperti orang berada seperti teman-temannya.

"Cepatlah menikah, dan jangan membebaniku lagi," ujar Luna dengan dingin.

"Kamu saja duluan menikah. Aku masih belum puas bersenang-senang dengan duniaku," jawab Viona lalu keluar dari kamar adiknya itu.

Luna pun menjatuhkan diri di atas tempat tidurnya, dadanya terasa sesak. Ia ingin menangis, tapi ia takut jika ibunya datang dan melihatnya menangis dan itu akan membuat ibunya ikut bersedih.

Klek!

Pintu kamar Luna terbuka, dan benar saja sang ibu masuk untuk memastikan jika anaknya telah pulang bekerja.

"Kapan kamu pulang?" tanya Bu Riska pada anak bungsunya itu.

"Baru saja tiba," jawab Luna sambil bersikeras untuk menutupi rasa lelahnya pada sang ibu. Lelah bekerja dan juga lelah saat menghadapi kakaknya.

"Apa kamu sudah mengakhiri hubungan mu dengar Kevin?" tanya Bu Riska.

"Maafkan aku, bu," ucap Luna yang memang belum bisa mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih.

"Sampai kapan pun, ibu tak akan merestui hubungan kalian. Kita berbeda, jangan rebut dia dari Tuhannya," ujar Bu Riska pada Luna memberikan sebuah pesan atas hubungan Luna dan Kevin yang berbeda keyakinan.

***