webnovel

Bab 2

***

Luna bangun lebih pagi dari pada ibu dan kakaknya, sebelum ia pergi ke rumah sakit, ia harus menyiapkan segala keperluan ibunya. Dari mulai makanan, hingga pakaian. Sementara Viona masih tidur dengan lelap nya. Luna terkadang iri pada kakak perempuannya yang selalu mendapatkan apa yang ia mau meskipun ia tak bekerja. Sementara Luna harus berjuang dan bekerja keras demi menghidupi keluarganya.

Luna selalu berharap bahwa hati Viona akan tergerak untuk membantunya mencari uang. Tapi, ia rasa semuanya nihil. Viona selalu pulang malam usai menemani teman-temannya bersenang-senang. Tak jarang juga ia tak pulang dan akan pulang keesokan harinya, tapi Luna maupun ibunya tak bisa melakukan apapun, karena sifat keras kepala yang sangat mendominasi kepribadian Viona.

Usai menyiapkan sarapan, Luna pun membangunkan ibunya dan juga Viona.

Ibunya pun bangun dan melihat makanan sudah tersaji di atas meja makan, sementara Luna semalam pulang larut malam, dan pagi harus sudah menyiapkan segala sesuatu untuk keluarganya.

Luna bergegas ke kamar Viona dan mengguncangkan pelan tubuh kakaknya. "Kak, bangun. Sudah siang, nanti kakak tolong beres-beres rumah dan mencuci pakaian ibu," ujar Luna sambil mengguncangkan tubuh kakaknya itu.

"Iya," jawab Viona namun dengan mata yang masih tertutup rapat.

Luna melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan bahwa ia harus sampai di rumah sakit 15 menit lagi.

Ia pun tak punya waktu lagi untuk menunggu Viona bangun, akhirnya ia pun kembali ke meja makan dan berpamitan pada sang ibu.

"Bu, aku pergi dulu." Luna mengecup punggung tangan ibunya.

"Kamu belum sarapan," ujar Bu Riska.

"Tak apa, bu. Nanti aku bisa sarapan di rumah sakit," jawab Luna lalu bergegas pergi. Ibunya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya.

***

Sebelum pergi ke rumah sakit, Luna sudah membuat janji bertemu dengan Kevin untuk membahas hubungannya yang tak kunjung menemukan titik terang dan jalan keluar. Entah itu Kevin maupun Luna yang sama-sama tak ingin melepaskan ikatannya dengan sang Tuhan.

Luna sudah tiba lebih dulu di tempat yang telah di janjikan olehnya pada Kevin. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kevin datang dan menghampiri Luna dengan raut wajah bahagia setiap kali ia bertemu dengan Luna, meskipun hubungan mereka telah terjalin sangat lama,

Keduanya duduk bersampingan, Kevin tak hentinya menatap wanita yang dicintainya yang duduk di sampingnya. Sementara Luna, ia hanya menundukkan kepalanya. Ia sungguh berat mengucapkan kata perpisahan pada orang yang telah 8 tahun mengisi hari-harinya. Namun, bukan hanya ibu Riska yang tak merestui hubungan mereka, tentunya keluarga Kevin pun sama.

Bu Riska tahu betul jika Kevin adalah anak yang baik, bahkan sangat menghormatinya sebagai orang tua meskipun status derajat mereka berbeda. Tapi, Bu Riska tak mungkin membiarkan Luna dan Kevin terus melanjutkan cinta terlarang mereka, terlebih kedua orangtua Kevin memang tak merestui hubungan mereka sejak awal.

"Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Kevin membuka keheningan yang telah cukup lama.

"Ini... tentang... hubungan kita," jawab Luna terbata.

Sungguh keputusan yang berat saat Luna harus mengatakan kenyataan pahit tentang hubungannya dengan Kevin.

"Hubungan kita? memangnya kenapa?" tanya Kevin tak masih terus memandangi Luna yang juga masih menundukkan wajahnya.

"Kita akhiri semuanya sekarang," ujar Luna.

"Apa?" tanya Kevin dan seketika senyuman yang sedari tadi terukir di bibirnya pun perlahan menghilang.

"Aku minta maaf, tapi kita tak akan pernah menemukan jalan untuk masa depan hubungan kita," jelas Luna yang kini telah berani menatap Kevin.

Kevin meremas rambutnya, ia sungguh sangat mencintai Luna dan tak ingin berpisah dengan wanita itu.

"Aku akan mencoba mempelajari agamamu," ujar Kevin tiba-tiba. Tapi, Luna tak bahagia mendengarnya, Luna teringat dengan ucapan ibunya jika ia tak boleh merebut Kevin dari Tuhannya.

"Aku minta maaf," ucap Luna sekali lagi dengan suara bergetar menahan tangisnya. "Aku harap kita akan menemukan kebahagiaan kita masing-masing."

Luna pun berdiri dan pergi meninggalkan Kevin yang terlihat begitu galau.

"Aku akan tetap mencintai kamu, Luna! Aku harap kita akan bersatu. Luna, dengarkan aku, Aku sangat mencintai kamu!" teriak Kevin namun tak membuat langkah dan keputusan Luna berhenti.

Luna pun sama halnya dengan Kevin, ia juga amat sangat sedih. Sejak awal Luna dan Kevin memang telah salah memilih untuk menjalin asmara, karena pada akhirnya mereka hanya akan menyakiti satu sama lain saat mereka tak bisa bersatu.

***

Elyas mendatangi kamar Azka untuk membangunkan anaknya itu untuk pergi ke sekolah. Namun, saat Elyas melihat Azka yang masih tidur dengan tubuh menggigil dan wajah yang pucat.

"Sayang, ayo bangun. Kita pergi ke sekolah," ujar Elyas sambil mengecup kening Azka, namun Elyas merasakan suhu tubuh Azka yang tinggi.

Elyas dengan segera mengambil alat tes suhu tubuh dan mengecek suhu tubuh anak semata wayangnya itu.

"39 derajat?" Elyas sangat terkejut saat mengetahui suhu tubuh anaknya sangat tinggi.

Tak perlu menunggu waktu lama, Elyas pun segera membawa Azka keluar dari kamarnya dan membawanya ke dalam mobil.

"Bu, kita ke rumah sakit sekarang. Azka demam," ujar Elyas dengan panik.

"Tenang, jangan panik. Azka akan baik-baik saja," jawab ibunya mencoba untuk menenangkan anaknya itu.

Mereka pun membawa Azka ke rumah sakit, setibanya mereka di sana. Elyas dengan cepat menggendong Azka di atas punggungnya dan membawanya ke ruangan unit gawat darurat.

"Suster, tolong segera tangani anakku," ucap Elyas pada seorang perawat yang tengah melamun dan tak lain adalah Luna.

"Suster!" teriak Elyas, barulah Luna tersadar dari lamunannya dan segera menghampiri Elyas.

"Ada yang bisa ku bantu?" tanya Luna dengan polosnya.

"Anakku demam, cepat tangani!" seru Elyas dan Luna segera membawa Azka ke sebuah ruangan.

"Maaf, bapak silahkan tunggu di luar," pinta Luna meminta agar Elyas menunggu di luar selama Azka di periksa oleh dokter.

Elyas hanya mendelikkan matanya saat mendengar Luna memintanya keluar, sungguh ia sangat tak menyukai Luna yang acuh saat tadi ia datang dan meminta Luna untuk memeriksa keadaan anaknya. Bu Melinda tahu jika Elyas kesal pada Luna, Bu Melinda pun mencoba menenangkan Elyas.

"Mengapa orang seperti dia bisa bekerja di sini untuk melayani pasein, sedangkan ia hanya bisa melamun saja," omel Elyas.

Bu Melinda hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Elyas.

"Mungkin dia lelah sudah bekerja dengan keras dan melayani banyak pasien."

"Itu sudah menjadi resiko dia memilih bekerja di tempat seperti ini," ocehnya lagi.

"Ya sudah, kita tunggu dokter di sini," ajak Bu Melinda pada Elyas untuk duduk berdua di kursi tunggu.

"Kau harus menghubungi Tiara, bagaimana pun dia itu ibunya. Beritahukan bahwa Azka tengah sakit," usul Bu Melinda. Meskipun Bu Melinda kecewa pada Tiara karena telah mengkhianati anaknya, tapi di sisi lain, Azka juga membutuhkan sosok Tiara saat tengah sakit seperti ini. Terlebih Azka sakit pun karena terlalu memikirkan ibunya.

Elyas menghela nafasnya, ia sebenarnya enggan untuk menghubungi lagi Tiara, namun kali ini terpaksa , ia melakukannya demi Azka, semoga dengan bertemu Tiara, Azka akan membaik.

"Halo, Tiara. Azka sakit dan saat ini tengah di rawat di rumah sakit. Apa kamu bisa datang dan menemaninya?" tanya Elyas langsung pada intinya dan tak ingin terlalu basa basi.

"Apa? Azka sakit? Ya, tunggu aku. Aku segera ke sana," tutup Tiara.