webnovel

Part 21

"Aaahh.. aahhh, iya-iya begitu..."

"Aaahh sakit. Pelan-pelan dong. Jangan buru-buru" Istriku mengaduh kesakitan karena gerakanku ternyata menyakitinya.

"Ini juga sudah pelan-pelan. Bagaimana lagi, susah." Keringat mengalir didahiku, begitu juga dengan istriku. Kulihat keringat mulai mengucur didahinya.

"Bagaimana kalau pakai sabun saja. Agar licin dan lebih mudah."kata istriku memberi ide. - "Ide bagus, akan kucoba!". Tidak ada salahnya mencoba ide istriku, ternyata dia lebih pintar dalam hal ini. Aku segera mengambil sabun cair dari dalam kamar mandi dan mengoleskannya sedikit agar lebih mudah. "Tahan sebentar, aku coba sekali lagi." Kataku. Dan-

"Aaaahhh...akhirnya". Aku mendesah lega, setelah mencobanya sekali lagi dan ternyata berhasil. Ku seka bulir-bulir keringat yang mengalir didahiku.

"Haahhh, akhirnya. Tapi rambutku jadi sakit karena tertarik. Untuk saja resletingku tidak rusak!." Istriku menggerutu karena aku tidak sengaja menarik rambutnya yang tersangkut di resleting belakang gaunnya. Ya, kami sedang berjibaku dengan resleting gaun istriku. Hei! memang apa yang sedang kalian fikirkan? Jangan berfikir hal yang iya-iya ya. Aku hanya sedang membantu istriku memperbaiki resleting belakang gaunnya yang tidak bisa dinaikkan karena rambutnya tidak sengaja tersangkut. Oh ayolah jangan berfikir ke arah sana. Aku memang menginginkannya tapi tidak sekarang. Kami harus segera pergi ke rumah orang tuaku.

"Sudah. Ayo berangkat." Istriku sudah siap setelah memperbaiki penampilannya karena tadi sempat terkendala dengan insiden resleting gaun yang macet. Kami segera pergi ke rumah mama.

"Assalamualakum ma, pa". Kami segera menyalami mama dan papa. Mereka terlihat senang dengan kedatangan kami, lebih tepatnya kedatangan istriku.

"Menantu mama yang cantik sudah datang. Ayo masuk." Mamaku mempersilahkan istriku masuk, bahkan tidak mempersilahkanku juga. Sebenarnya anak mereka siapa sih? Tapi aku senang ternyata mama dan papaku begitu menyanyangi istriku. Tentu saja, Cinta adalah menantu pilihan mereka. Dan bodohnya aku sempat menolaknya dengan membuat jarak diantara kami saat awal pernikahan kami.

"Bagaimana kabarmu nak?." Mama mulai mengintrogasi Cinta. Tentu saja! Sebentar lagi mereka akan mulai menanyakan soal cucu.

"Cucu mama sudah jadi belum? Hihihi". Benar kan dugaanku. Aku melihat ekspresi istriku yang tersipu malu, menggemaskan saat melihatnya malu seperti itu.

"Ma! Mama membuat menantu kesayangan mama malu tuh"..."Mama yang sabar ya, kita juga lagi proses tiap hari. Doain aja cepat jadinya." Aku sengaja menggoda istriku. Rupanya dia sangat malu mendengarku mengatakan demikian, lenganku dipukul pelan olehnya. Sudah bisa dipastikan sebentar lagi aku mendapat tatapan tajam darinya. Walaupun terkadang sikapnya masih seperti gadis remaja yang manja, tapi dibalik sikapnya yang manja banyak sifat dan perilaku yang menunjukkan betapa dewasanya dia. Bahkan sepertinya dia akan siap menjadi ibu diusianya yang masih muda ini. Menurutku.

"Jangan bicara didepan, cepat masuk. Aku sudah lapar." Suara bariton papa menggema di ruang tamu. Meminta kami segera masuk kedalam rumah dan segera menemuinya di ruang makan tentunya. Ya, kami diminta mama dan papa datang ke rumah mereka untuk makan malam bersama. Yang membuatku harus menunda kegiatan panas yang harusnya kami lakukan sejak tadi. Ah sudahlah.

"Bagaimana perkembangan usahamu, Bara?". tanya papa disela-sela kegiatan makan malam kami.

"Sejauh ini lancar pa. Tidak ada kendala."

"Bagaimana kuliahmu, nak?. Kini papa beralih pada istriku. "Lancar pa." Jawabnya.

"Papa harap kegiatan kalian masih bisa berjalan lancar meskipun sudah menikah."

"Pasti Pa. Kami saling membantu." Aku menjawab sekaligus mewakili istriku, tentu saja kami akan akan saling membantu dan memudahkan segalanya satu sama lain.

Obrolan kami berlangsung cukup lama dimeja makan. Setelah selesai makan malam dan jamuan teh setelah makan, aku memutuskan untuk langsung pulang. kami berdua bergantian menyalami mama dan papa setelah itu berpamitan.

"Loh, kak. Mau kemana kita?". Istriku bertanya karena mengetahui mobilku tidak mengarah ke arah rumah kami, aku sengaja mengambil jalan lain untuk membawanya ketempat berbeda. "Kencan!". Jawabku singkat. Kulajukan mobilku dengan perlahan, selama perjalanan sesekali kulihat istriku yang duduk santai disampingku. Sesekali dia bersenandung kecil. Selain memiliki paras yang cantik, ternyata dia juga memiliki suara yang indah dan merdu. "Aku baru tahu kalau suaramu ternyata merdu juga." Kataku memujinya. Aku serius, suaranya indah sekali. Dan lihatlah! Dia tersipu lagi setelah ku puji.

"Kamu tahu lagu ini?". Aku memutar musik didalam mobilku yang berjudul Cinta Sejati milik BCL.

"Iya, aku tahu. Itu lagu yang dipakai dalam Film Habibie dan Ainun. Lagu itu mengisahkan tentang kisah percintaan mereka. Wah, aku sangat mengagumi sosok pak Habibie."

"Wah, bisa-bisanya kamu mengagumi sosok pria lain dihadapan suamimu. Aku menanyakan ini karena memintamu bernyanyi untukku."

"Aku? Ah, tidak mau. Suaraku jelek kak." Istriku menolak permintaanku, bisa-bisanya dia berkata suaranya jelek padahal aku baru saja mendengarnya bernyanyi. Walaupun terdengar seperti gumaman tapi suaranya benar-benar bagus. "Ayolah, menyanyi untukku. Sedikit saja, ya?". "Jangan paksa aku, kak. Aku malu tahu." Katanya menolak. Aku menghela nafas, sudahlah mungkin istriku ini malu jika harus bernyanyi. "Lebih baik aku diam menikmati lagu yang kuputar." Batinku dalam hati sambil terus mengemudikan mobilku ketempat yang kutuju. Tapi saat lagu memasuki bagian reff tiba-tiba suara indah itu terdengar lagi. ya, ternyata istriku bernyanyi dibagian ini juga.

Cinta kita melukiskan segala

Menggelarkan cerita penuh suka cita

Sehingga siapa pun insan Tuhan pasti tahu

Cinta kita sejati...

Aku terpana mendengar suara indahnya menyanyikan lagu itu, seolah mengisyaratkan cinta sejati itu adalah milik kita berdua. Dia tersenyum ketika bernyanyi, dan setelah selesai menyanyikan bagian reff itu dia malah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sontak aku heran dan bertanya. "Kenapa ditutup?".

"Aku malu". Jawabnya. Aku terkekeh mendengar jawabannya. Bisa-bisanya dia malu dengan suara indah yang dia miliki saat bernyanyi. Seharusnya dia bangga memilikinya, ah mungkin dia kurang percaya diri saja.

Riuh suara ombak terdengar dari kejauhan. Malam ini aku membawa Cinta ke pantai. Sudah lama sekali sepertinya aku tidak berjalan-jalan. Jadi kuputuskan untuk membawanya juga ke tempat ini. Saat sebelum berangkat ke rumah mama papa tadi aku memang berniat mengajaknya ke tempat ini. Aku memandang istriku saat kami sampai di tempat ini, kulihat raut wajahnya yang bertanya-tanya.

"Pantai?". Aku mengangguk. Aku melepaskan seatbel dan keluar lebih dahulu. Kemudian berjalan mengitari mobilku dan membukakan pintu mobil agar istriku bisa keluar. Kuulurkan tanganku dan disambut hangat olehnya. Angin dipesisir pantai cukup kencang, istriku yang hanya memakai maxi dress tanpa lengan sontak memegangi kedua lengannya kemudian tersenyum kearahku. Dia kedinginan,tapi tidak berkata apapun. Aku membuka pintu mobil bagian belakang dan mengambil sebuah coat berwarna coklat milikku, long coat tepatnya. Kemudian memakaikannya, terlihat sedikit kebesaran tapi setidaknya itu bisa menutupi keseluruhan tubuhnya. Angin yang berhembus kencang setidaknya tidak membuat gaunnya berterbangan karena long coatnya membantu menahannya.

"Ayo!". Aku meraih tangan Cinta dan membawanya berjalan ditepi pantai.

Kami berbicara, bercerita, bercanda, sesekali kami tertawa bersama ketika membahas sesuatu hal yang lucu.

"Boleh aku tanya?". Aku mengangguk. Tanganku masih menggenggam tangannya. " Mantan kak Bara siapa sih?"Aku menghela nafas, lagi-lagi dia menanyakan ini. Aku tidak mau merusak momen romantis ini dengan membahas masa lalu. "Lebih baik kita membahas hal yang lain, bagaimana kalau membahas soal KITA?." Aku selalu menolak membahasnya, Cinta merengut. Dan seperti biasa aku selalu mengalihkan cerita. "Kita? Maksudnya?."

"Yah, kita. Seperti kapan kita akan memiliki anak? Berapa banyak anak yang kita miliki? Begitu lebih baik." Kataku mengalihkan pembicaraan.

"Kak, aku mana bisa sih memprediksi kapan hamil. Masalah berapa banyak anak yang akan kita miliki, yah tergantung Tuhan memberinya saja."

"Kalau begitu kita harus lebih giat lagi melakukannya." Kataku menggodanya, sambil mencubit pelan kedua pipinya.

"Kamu melakukannya setiap hari, kurang giat apalagi? Hah?". Ah benar yang dikatakannya, dan bisa dipastikan sepulang dari sini kami pasti melakukan ritual itu. Oh ayolah! Kalian pasti tahu maksudku kan. "Kalau begitu, kuharap hasilnya tidak sia-sia. Semoga dia bisa cepat tumbuh disana." Kataku sambil menyentuh perut istriku dan membelainya lembut. Ya, Kuharap memang dia segera tumbuh disana dengan sehat. Dan saat itu tiba, aku akan menjadi orang yang paling bahagia.

Begitulah kami menghabiskan malam di pantai ini, tanpa membahas masa lalu. Kurasa jika membahas soal masa lalu tidak akan ada habisnya. Kuharap dia tidak lagi bertemu dengan teman barunya, aku selalu ingin melarangnya tapi tidak ada alasan yang tepat bagiku untuk membuatnya tidak bertemu dengan orang itu lagi. Pilihanku sendiri kenapa tidak menjelaskannya, siapa sebenarnya DIA. Aku sudah tidak ingin membahasnya lagi, yang ada sekarang hanya aku dan istriku,Cinta Anastasya. Nyonya Aditya.