webnovel

Inevitable Fate [Indonesia]

Siapa bilang seorang Nathan Ryuu, lelaki blasteran Jepang - Perancis, adalah anak dari seorang konglomerat besar, sudah hancur dan tak memiliki cinta usai dia kalah dari Vince Hong dalam memperebutkan Ruby? Lelaki muda dan berkuasa ini terlalu jauh dari kata menyerah, meski pemikiran itu sempat menghinggapinya di awal-awal perceraiannya. Nyatanya, takdir dari langit mencoba menawarkan asa baginya untuk sekali lagi bertaruh pada cinta wanita tak terduga. Apakah dia berani mengambil taruhan itu? Wanita itu, Reiko Arata Zein, seorang blasteran Jepang - Indonesia yang harus berjuang sendiri ketika dunia sedang menguji dan menderanya. Kalaupun mereka memutuskan untuk bersatu, bisakah menghadapi semua badai yang diciptakan orang-orang di sekitar mereka? Atau lebih baik menyerah demi kebaikan bersama? ================================== =*= Novel DEWASA =*= ================ Tolong yang belum umur 18 tahun jangan coba-coba melirik apalagi membaca novel ini atau penulis tidak akan bertanggung jawab apabila Anda dewasa sebelum waktunya. Bijaksana dan bijaksini dalam memilih bacaan yang sesuai dengan Anda. Language: Indonesia Warning: (mungkin) akan ada adegan-adegan dewasa Source of story: (spin-off) Lady in Red 21+

Gauche_Diablo · สมัยใหม่
Not enough ratings
702 Chs

Runa Pulang!

Tomara nai bokura no HAPPY DAYS!

tsuduku nda HAPPY DAYS!

- Happy Days by Dorothy Little Happy -

==========

Ketika baru saja Reiko menyadari bahwa sejak awal Nathan Ryuu mendatangi lapak itu, pria itu memanggil dirinya dengan nama asli dia, Reiko!

Astaga! Kenapa dia tidak menyadarinya tadi? Dan lagipula, bagaimana bisa lelaki itu mengetahui nama sebenarnya dia? Apakah bertanya Runa? Tapi, waktu itu di event anime dan manga, sepertinya Runa sama sekali sudah berhati-hati tidak menyebutkan nama asli dia.

Ahh, ini sungguh membingungkan!

"Reiko-chan, kenapa?" Tiba-tiba saja, Tomoda sudah berada di sebelah Reiko. Dia datang untuk menyerahkan ayam yang sudah digoreng ke etalase.

Sontak saja Reiko berjengit kaget dan menjauh sedikit menghindari Tomoda agar tubuh mereka tidak perlu bersentuhan. "O-ohh, tidak kenapa-kenapa, Kak!"

Sembari Tomoda menata ayam-ayam di etalase, pemuda itu bertanya, "Reiko-chan, siapa sih lelaki tadi? Pacarmu, yah?"

"Ohh, bukan, Kak! Dia ... dia hanya temanku."

"Sungguh? Hanya teman?"

"Iya, Kak. Hanya teman."

"Tapi kenapa sepertinya kalian sangat akrab?"

"Akrab?"

"Ya, cara dia memandangimu, itu sepertinya bukan pandangan pada teman. Atau dia mantan pacarmu yang sekarang berubah jadi teman?"

"Tidak, tidak begitu, Kak!" Rasanya Reiko ingin sekali pembicaraan semacam ini dihentikan. Kenapa anak dan ibu sama saja suka menuduh? Ia jadi risih sendiri jika terus disalahpahami begini.

"Sepertinya dia sangat menyayangimu, yah!"

"Ehh? Menyayangiku?" Apa pula ini?!

"Iya, kalau dia tidak sayang padamu, pasti dia tidak meminta ibuku untuk memindahkanmu ke sini, iya kan?" Kemudian Tomoda semakin mendekat ke Reiko dengan seringainya, "Reiko-chan, ternyata kau ini sudah begitu pandai memikat lelaki, yah!"

"K-Kakak! Tolong hentikan! Ini semua salah paham!" Reiko mulai kesal. Apa-apaan tuduhan seperti itu! Pandai memikat lelaki? Pandai apanya?!

"Tomo!" seru ibunya memanggil dari belakang. "Lekas goreng lagi ayam ini!"

Teriakan dari Bu Sayuki seperti lonceng penyelamat untuk Reiko. Ini membuat Tomoda mendecih kesal dan terpaksa mundur kembali ke belakang untuk berurusan dengan kompor.

Reiko menarik napas lega. Sungguh menyebalkan jika dia disalahpahi seperti itu. Dikata sebagai orang yang pandai memikat lelaki, itu kesannya ... rendahan! Apakah dia serendah itu dipandang oleh Bu Sayuki dan putranya? Kenapa Runa memiliki keluarga yang menyebalkan begitu?

"Reiko ... oi, Reiko-chan!" panggil sebuah suara dari sisi sampingnya.

Reiko lekas menoleh, dan di sana ada Ichinose Yuza yang sudah memandangi dia dari lapak sebelah. "Ya?"

"Jangan pikirkan omongan tak penting Tomoda." Yuza berkata sambil wajahnya menyiratkan kesungguhan, tidak ada cengiran iseng seperti biasanya, tak ada senyum jenaka seperti sebelumnya.

"Um, ya." Reiko mengangguk saja.

"Tomoda memang orang yang menjengkelkan. Aku pernah hampir berkelahi dengannya." Yuza ternyata belum ingin menyudahi obrolan.

"Oh ya? Hampir berkelahi dengan Kak Tomoda?" Alis Reiko terangkat tinggi-tinggi mendengar tutur Yuza.

"Umh!" Yuza mengangguk tegas. "Itu ... waktu itu saat kami hendak memilih spot lapak di sini, kami sempat adu mulut dan memang akhirnya keluargaku kalah karena kurang membayar, dan jadilah spot itu dimiliki Bu Sayuki. Tapi ... itu sudah sangat lama, sih! He he he ...."

"Ohh ... ternyata ada insiden begitu." Reiko manggut-manggut paham.

"Ya, tapi sejak itu, aku malas berinteraksi dengan-"

"Permisi ...." Ada suara menginterupsi percakapan Reiko dan Yuza. Ternyata itu adalah pembeli di lapak Yuza.

"Ahh! Silahkan, silahkan!" Yuza segera menyambut pembeli itu dan mulai tugasnya meladeni seorang wanita muda yang menatap Yuza dengan pandangan berbinar. Sudah bukan hal aneh lagi apabila banyak wanita muda mendatangi lapak Yuza demi bisa memandangi wajah tampan pria muda itu.

Reiko pun kembali fokus pada dagangannya. Dia berusaha seramah mungkin meladeni pembeli yang datang. Senyumnya menyegarkan mata dan wajah cantiknya juga membuat nyaman saat dipandang.

Dalam sekejap, pembeli pria mulai berdatangan ke lapak Bu Sayuki demi ingin menatap Reiko dan senyumnya.

Selama beberapa hari ini, ternyata benar apa yang dikatakan oleh Nathan Ryuu, bahwa jika Reiko ditempatkan di depan, maka akan menarik lebih banyak pembeli, apalagi jika Reiko bersikap ramah, itu akan menjadi magnet tersendiri yang membuat pembeli nyaman dan menjadi pelanggan.

Meski kesal karena Reiko kini seperti menjadi ikon bagi ayam goreng renyah Bu Sayuki, tapi Beliau bersabar demi datangnya uang lebih banyak dari biasanya.

Dan di hari-hari lain, ayamnya mulai dibeli orang-orang berpakaian jas. Ini cukup mengherankan namun membahagiakan bagi Bu Sayuki. Pasti itu teman-teman Nathan Ryuu. Lelaki itu ternyata tidak berbohong ketika menjanjikan akan merekomendasikan ayam Beliau ke teman-temannya.

-0-0-0-0-0-

Di akhir pekan, hari yang ditungguh oleh Reiko pun tiba. Dia bisa bertemu Runa. Dia tidak perlu merasa tertekan lagi di rumah Bu Sayuki jika Runa ada di dekatnya. Setidaknya, dia ada teman mengobrol, tidak merasa kesepian seperti hari-hari ketika Runa di asrama.

"Rei-chan!" panggil Runa sambil berlari ke sahabatnya.

"Ru-chan!" balas Reiko ketika melihat Runa sudah berdiri di ambang gerbang rumah.

Mereka pun berpelukan bagai tidak bertemu berabad-abad.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Runa pada Reiko.

"Iya, aku baik-baik saja." Reiko menampakkan senyumannya.

"Apakah ibu dan kakakku menindasmu?"

"O-ohh? Um, tentu saja tidak."

"Runa!" Suara Bu Sayuki sudah terdengar di belakang Reiko. "Kau ini! Bukannya masuk dan menyapa ibumu, malah masih di gerbang begitu dan mengobrol dengan Reiko!" tegurnya.

"Ibu, kan kebetulan Rei-chan ada di halaman depan, makanya dia yang aku sapa terlebih dahulu ketika aku pulang. Um, tadaima, Bu!" Runa melakukan ojigi pada ibunya.

"Hm, okaeri." Bu Sayuki menyahut. Lalu, hal tak terduga kembali terjadi. Beliau tersenyum sambil merangkul bahu Reiko dan berkata, "Kau tadi bertanya apakah ibu menindas Reiko? Tentu saja tidak! Iya, kan, Reiko?"

Reiko yang terkejut dengan perubahan sikap Bu Sayuki, terpaksa mengangguk meski tampak bingung. Kenapa Bu Sayuki selalu bertingkah berubah-ubah begitu, sih?

Tapi ketika kian lama Reiko memperhatikan seharian ini, dia mencapai kesimpulan bahwa perubahan sikap Bu Sayuki menjadi baik padanya hanya jika Runa ada di dekatnya. Ya, sepertinya memang begitu.

Reiko yakin, apabila nanti Runa kembali ke asrama, pasti sikap Bu Sayuki akan kembali ketus padanya.