Seperti yang diperintahkan Dara semalam, Lala ditugaskan untuk menjadi salah satu kru dalam proses launching poduk terbaru perusahaan tersebut.
Lala datang lagi-pagi sekali dan dibimbing oleh atasan barunya, yakni : Pak Dimas. Pak Dimas adalah ketua dari project ini, dengan sekuat tenaga Lala berusaha akan mengerjakan pekerjannya mekipun dirinya baru dua hari bergabun di perusahaan ini. Bu Dara telah mempercayakan hal ini padanya.
"…. Saya harap poject ini akan sukses dan Aditya GROUP akan kembali berjaya. Project ini sudah direncanakan sedemikian rupa oleh Head Manager kita dan beiau berusaha untuk bisa bekerja sama dengan GLADYS Workshop," ucap Pak Dimas saat breafing. "Maka dari itu kita harus memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini. Sebelum bekerja, kita berdo'a sesuai kepercayaan masing-masin. Berdoa dimulai."
Para karyawan pun menundukkan kepala dan memejamkan mata unuk berdoa. Setelah selesai semua menepati posisinya masing-masing.
Karena Lala karyawan baru, ia di posisikan sebagai karyawan property.
Sebenarnya, itu adalah tugas karyawan lamanya yang bernama Dita. Namun gadis itu terkena PHK.
"Ini barang-barang yang harus kamu sediakan," ucap Dimas memberikan sebuah catatan pada Lala yang langsung diterima oleh gadis itu dengan antusias. "Ingat ya, jangan sampai salah karena Pak Manager juga turut berpartisipasi dalam project ini. lima belas menit lagi dia datang."
"Siap, Pak!" seru Lala bergaya hormat.
"Yasudah, sekarang kamu ke ruangan property dan ambil semua barang-barang yang dibutuhkan."
"Iya, Pak."
Lala pun keluar dan berjalan menuju ruang property.
Ketika bertanya pada salah satu karyawan, Lala diberitahu bahwa ruang property ada di lantai 10. Itu artinya Lala harus naik tiga lantai untuk sampai ke sana.
Beberapa hari lalu dirinya tidak langsung diajarkan oleh Adnan cara membuka pintu lift, meskiun dengan ucapannya yang menusuk dan tidak mengenakan. Tapi di samping itu Lala beterimakasih padanya karena kini dirinya tahu cara membuka lift tersebut.
Hanya menunggu dalam hitungan detik, pintu di depan Lala membelah menjadi dua. Membuat sebuah akses untuk gadis itu masuk. Sambil menatap buku catatan di tangannya, Lala masuk de dalam lift dan berdiri di paling pojok. Gadis itu takut pusing ketika ruangan sempit ini bergerak ke atas, untunglah saat itu Adnan menuntunnya untuk beregangan pada besi di sana. Ya, kali ini tanpa di sadari sudah tiga kali dirinya ditolong oleh Adnan.
Lala sudah berada di dalam, namun pintu lift belum juga tertutu. Gadis itu heran, kenapa gak jalam jalan ya, apa lift ini rusak?
Kemudan gadis itu teringat seuatu. Adnan memencet tombol untuk menutup lift.
Pandangan Lala langsung tertuju pada deretan tombol yang ada di sebelah pintu.
"Hm, yang mana ya?" ucap Lala bertanya-tanya. Ia bingung tombol manakah yang harus ditekan
Lala memang belum pernah naik lift sebelumnya. Hari pertamanya bekerja, Roy yang menggunakan lift terebut untuk memberitahuynya letak ruangan, hari kedua dirinya terselamatkn oleh Adnan yang kebetulan satu lift dengannya, tadi pagi juga dia ikut nebeng dengan karyawan lain. Tapi kali ini, tidak ada siapa siapa.
Jarum jam yang melingkar dilengannya membuat Lala terkejut. Ini sudah lima dari seak ia pergi. Dirinya harus segera mengambil proerti yang dibutuhan, kalau sampai telat bisa-bisa Manager akan melihat kinerjanya yang lambat. Daripada membuang-buang waktu di sini, Lala memilih untuk menggunakan tangga. Namun, baru dua langka gadis itu erjalan eeorang menahan lemngannya.
Langkah Lala terhenti ketika lengannya ditahan seseorang. Gadis itu pun menoleh ke arah orang yang memegang lengannya tersebut. "Kenapa kelua? Liftnya rusak ya?" kalimat tanya itu begitu merdu di telinga Lala, bagaimana tidak? Dia adalah Raka. Musisi yang karya-karyamya meledak sejak pertama laki-laki itu debut. Lala tidak percaya, penyanyi papan atas favorite-nya kini ada di hadapannya dan yang lebih mengesankan pria itu memegang tangannya. Lala tidak bisa mengontrol dirinya, pandangannya menatap wajah pria itu dan lengannya secara bergantian.
Detik kemudian, Raka melepas genggamannya. "Maaf," katanya.
"Ah, gak apa-apa," balas Lala teripu malu. Lagi ngomong aja suaa Raka enak di dengar.
Keduanya terjebak dalam keadaan canggung. Bagaimana tidak? Lala tidak tahu haru berbuat apa di depan idolanya.
"Oh ya. Lo kenapa keluar lagi dari lift? Buanya tadi lo udah ada di dalam ya?" tanya Raka. Lala mengumpat dalam hati, tidak mungikin ia berkata bahwa dirinya tidak bisa menggunakan lift pada idolanya. Itu sangat memalukan.
Bagaimana tidak? Adnan yang mengetahuinya tidak bisa menggunakan ift saja menyebut dirinya norak. Lala sangat malu pada saat itu. Untung saja hanya ada mereka berdua dan tidak ada orang lain, karena jika ada satu orang lagi mungkin dirinya akan menjadi bahan ledekan. Kalau boleh juju, saat itu Lala ingin sekali menghajar pria itu, namun niatnya diurungkan karena dirinya berhutang budi semalam.
Dan kini Lala sedang mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan pria itu atas kelakuan bodohnya.
"Hey, kok diem? Apa liftnya rusak?" tanya Raka lagi.
Itu dia! Lift rusak.
Lala mendapat ide untuk memberi alasan pada Raka bahwa liftnya rusak. Jadi, ia gak malu-malu amat. "I—iya, liftnya rusak jadi saya keluardari liftnya, hehehe …." Ini sungguh memalukan.
"Hmmm … gitu." Raka menatap lift di depannya beberaa detik. Lift tersebut adalah satu-satunya akses menuju lantai atas, jadi kalau lift tersebut rusak itu sama saja dirinya tidak bisa ke atas. Masih ada cara lain menuju lantai atas yaitu menaiki tangga. Tapi untuk menuju lantai 26 bukankah itu sangat melelahkan?
Raka menghea naa anjang kemudian laki-laki itu mengeuarkan ponselnya dan mencari sebuah kontak untuk ia telpon.
"Mau telpon siapa?" tanya Lala penasaran dengan apa yang dilakukan Raka.
"Saya mau telpon Head Managernya, bodoh banget ngebiaron lift rusak begini," jawab Raka masih fokus pada ponsenya. Adnan gimana sih lift rusak gini gak langsung dibenerin!
Lala terkejut, Apa? Nepon Head Manager? Gawat! Kalau sampai tahu gue bohong bisa-bisa gue diomelin sama Pak Manager. Untuk kelangsungan masa kerjanya di perusahaan ini, dengan sigap Lala menghentikan Raka yang hendak menelpon. Mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu membuat Raka terkejut. Lala merebut telpon Raka.
"Eeeh, lo kenapa?" tanya Raka heran dengan sikap gadis itu yang aneh
"Maaf, sebenarnya lift ini gak rusak." Lala mengakui kebohongannya.
Raka cukup terkejut dengan ucapan Lala. Kalau gak rusak enapa dia biang lift ini rusak?
*****