Bugh!
Sebatang kayu melayang mengenai tubuh Abian. Pekikan tertahan dirasakan Abian. Sakitnya begitu luar biasa. Teramat nyeri rasa dipunggungnya.
Sedangkan teman- temannya menatap dengan tatapan iba. Demi kita? pikir Rizky memandang pengorbanan Abian didepan mereka.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Tiga pukulan terus menerus mereka arahkan pada Abian. Kondisinya sudah jauh dari kata baik- baik saja. Namun dua orang yang itu rupanya telah hilang rasa manusiawinya. Pukulan demi pukulan terus mereka layangkan. Hingga satu pukulan terakhir mereka tepat mengenai kepala Abian. Tubuh Abian langsung tumbang disana.
Tawa puas langsung menggema dari kumpulan mereka. Rasa puas kian membuat lelaki itu membanggakan dirinya.
Sedangkan dari arah belakang, habis sudah kesabaran Genta. Dengan sekuat tenaga, ia memberontak dua orang yang memegang erat kedua tangannya. Hal yang sama pun dilakukan Rizky dan Revan yang ada disebelahnya.
Mendengar sebuah pemberontakan dari arah belakang, fokus lelaki itu pun pecah dari Abian. Hingga tanpa sadar, Abian yang dianggapnya sudah lunglai kini kembali bangkit untuk menghajarnya.
Bugh!
Satu pukulan keras dari Abian mampu menggoyahkan keseimbangannya. Kilatan amarah tampak jelas dari mata Abian.
"Serang!" teriak Abian tepat saat ketiga temannya berhasil meloloskan diri dari kungkungan mereka. Perkelahian pun tak terhindarkan. Mereka saling adu kekuatan menampakkan siapa yang terkuat diantara mereka.
Abian menghajar tanpa ampun lelaki didepannya. Darah yang mengalir ditubuh seolah tak berarti lagi baginya. Abian hanya fokus untuk membuka topeng lelaki dihadapannya. Membongkar siapa dalang dibalik rencana licik dimarkasnya.
Pukulan demi pukulan terus Abian lakukan. Ia tak peduli lagi pada kondisi makhluk hidup dihadapannya. Jika sudah sekali hajar, Abian tak akan bisa lagi menghentikannya.
Tubuh lelaki itu pun tumbang. Darah mengalir deras dari pelipisnya. Dengan jalan tergopoh- gopoh, Abian mendekat kearahnya hendak membuka masker yang sedari tadi masih setia melekat di wajahnya.
Namun belum sampai tangan Abian menggapainya, sebuah kayu lebih dulu mendarat dikepala Abian. Pandangannya mengabur. Samar- samar ia mendengar seseorang berteriak mundur. Kata itulah kata terakhir yang dapat didengarnya. Karena tepat setelah itu. Hanya kegelapan yang dapat dilihatnya.
*
"Semoga dia nggakpapa," ucap Keana terus berdoa sambil menunggu kepulangan saudaranya. Matanya menatap panik kearah sekelilingnya. Kakinya tak bisa diam dalam kamarnya. Ia terus berjalan mondar- mandir karena rasa khawatirnya.
Dilihatnya jam telah menunjuk angka 8 malam. Sudah 13 jam sejak kepergian Abian. Tapi mengapa ia belum pulang juga.
Lamunan Keana memudar saat mendengar pintu kamarnya diketuk seseorang dari luar.
"Keana?" suara itu milik bundanya. Dengan cepat Keana berjalan membukakan pintu unttuk sang bunda.
"Abian udah pulang, Bun?" tanya Keana tepat setelah melihat wajah sang bunda. Namun dua orang dibelakang Megalani mengagetkan Keana. Bodoh! hardik Keana pada dirinya sendiri.
"Lho, ini kita mau nanya ke kamu. Kamu tau nggak Abian kemana?" tanya Megalani dengan tatapan bingungnya. Sedangkan dibelangkangnya, dua orang sedang menatap dengan tatapan penuh selidik kepadanya.
Keana menelan ludahnya kasar, jawab apa aku? pikir Keana saat itu. Ia tak mungkin membuat alibi jika ia tak tahu keadaan Abian saat ini.
"Anu Bun, Abian... " jawab Keana menggantung kala ponsel digenggamannya berdering. Tertera nama Rizky dilayar miliknya.
"Bentar, ini temen Abian telpon," ucap Keana sambil mengangkat telponnya dihadapan mereka.
"Ada apa, Ky?" tanya Keana to the point. Rasa khawatir pun hinggap dihatinya. Entah mengapa terasa ada yang mengganjal disana.
"Abian, Na. Dia di Rumah Sakit Sejahtera!" jawab Rizky dari seberang sana. Mata Keana langsung melotot dibuatnya. Bagaiman bisa?
"Kok bisa?" tanya Keana panik. Sedangkan tiga orang dihadapannya pun ikut panik mendengar ucapan Keana.
"Dia ngelindungin kita waktu markas diserang. Cepet kesini Kean, dia kritis!" ucap Rizky langsung mematikan panggilannya.
Keana shock dibuatnya. Mulutnya menganga tak percaya. Sarah yang sedari tadi menatapnya berjalan cepat kearah Keana. Tangannya bergerak menggoyang- goyangkan tubuh Keana agar sadar dari lamunannya.
"Anak saya kenapa?!" tanya Sarah dengan nada tingginya. Ia sungguh panik sesuatu terjadi pada putranya.
"Abian ada di Rumah Sakit Sejahtera." ucap Keana dengan raut khawatirnya. Semua orang disana terkejut karenanya. Terlebih lagi Sarah yang keadaannya sudah sangat panik sekarang.
Aditya langsung bergegas keluar rumahnya. Begitu pun Sarah, Megalani dan Keana. Mereka masuk kedalam mobil untuk segera datang ke rumah sakit tempat Abian berada.
"Ya ampun, kamu kenapa, Nak?" tanya Sarah dengan air mata yang terus bercucuran disana. Semua orang tengah menangis di mobilnya. Tak terkecuali Aditya. Setegas apapun dia, jika itu menyangkut nyawa putranya ia takkan rela.
Mobil itu mulai memasuki area rumah sakit tujuan mereka. Setelah mobil terparkir, keempatnya langsung berlari menuju meja resepsionis berada.
"Sus, dimana kamar pasien atas nama Adelard Abian Abraham?" tanya Keana dengan nada khawatirnya.
"Sebentar ya, saya cek dulu." ucap suster itu sambil mengetikkan sesuatu pada komputer didepannya.
"Pasien atas nama Adelard Abian Abraham ada di ruang icu. Kalian lurus saja kearah sana," ucap suster itu sambil menunjuk memberikan kode arah pada mereka.
Mereka hanya mengangguk menyetujui. Langkah mereka berlarian menuju tempat Abian dirawat sekarang.
Namun dari kejauhan, Keana sudah nampak tiga orang yang sedang berjaga diluar kamar saudaranya. Dan ia yakin kalau itu Genta, Rizky, juga Revan.
"Anak saya kenapa?" tanya Sarah histeris sambil memegangi tangan Revan disana. Sedangkan yang ditanya malah panik. Bagaimana kalau keluarga Abian tahu kalau anaknya seorang ketua grng motor. Bisa panjang urusannya.
Ketiganya saling tatap seolah memberikan kode jawaban untuk Sarah. Mereka bingung harus menjawab apa.
Sedangkan Sarah yang menunggu jawaban mereka menangis semakin histeris dipelukan Aditya. Megalani pun ikut menangis karenanya.
"Abian kenapa?" tanya Sarah mengulangi ucapannya. Tangisnya pecah begitu saja.
"Sebenernya Abian..."
"Abian dibegal waktu pergi bareng mereka." ucapan Keana memotong kalimat Revan. Semua arah mata langsung tertuju padanya. Maaf Ma, aku bohong lagi, ucap Keana dalam hatinya.
Genta, Rizky, dan Revan pun menghela napas lega karena alasan Keana. Mereka bersyukur ada Keana yang selalu sigap melindungi tingkah polah Abian, temannya.
"Dibegal? Ya ampun," ucap Aditya sambil mengusap wajahnya kasar.
"Iya Om, kita coba buat lawan. Tapi diantara kita Abian yang lukanya paling parah," ucap Revan menambahkan alibi Keana.
Aditya menatap ketiganya dengan seksama. Dan Aditya baru sadar, mereka juga terluka. Ia langsung menghembuskan napasnya kasar saat itu juga.
"Keadaan kalian gimana?" tanya Aditya menatap satu- persatu wajah mereka.
"Kita cuma lebam sedikit, Om." jawab Genta dengan sedikit senyuman dibibirnya.
Dan kini ketiganya baru sadar. Sekolot- kolotnya orang tua Abian, mereka akan tetap menyayanginya. Begitu pun juga dengan Keana. Gadis yang selalu mereka anggap remeh kehadirannya. Ternyata dialah sosok pahlawan yang menutupi segala aib Abian dari orang tuanya.
Keana menatap nanar pintu icu didepan sana.
Bertahanlah.