7 tank bergerak menuju titik yang telah di tentukan oleh kakak kakak senior yang menyelenggarakan dan mengawal jalannya latihan pertama mereka, pertandingan berlangsung di bagian belakang kapal yang tidak terdapat rumah penduduk dan di khususkan oleh pihak sekolah untuk kegiatan para siswa.
Ajeng di tempatkan di sisi barat tepat di tengah tengah kapal, Retno dan Anis di tempatkan di sisi Utara atau sisi kiri kapal, Dewi dan dinda di sisi selatan atau kanan kapal, Nada dan Susi ada di sisi Timur atau buritan kapal. Semua peserta menunggu pertandingan dimulai yang akan di tandai dengan sebuah tembakan suar.
Di Ambarawa.
"aku tidak menduga jika kita akan ada di tim yang sama" ucap Citra dengan sangat bersemangat. Rani juga merasa senang dapat satu tim dengan teman teman dekatnya, ia berpendapat hal itu akan mempererat persahabatan mereka dan membuat mereka menjadi tim yang hebat.
Ajeng tersenyum melihat kedua temannya begitu bersemangat, namun pandangannya teralihkan ke arah Nur yang hanya terdiam di sebelah Citra, Ajeng yang merasa penasaran memutuskan untuk menanyakannya.
"anu...Nur" panggil Ajeng.
"ehhh...i..iya, kenapa?" jawab Nur terkejut.
"apa kamu baik baik saja, kamu diam terus dari tadi" lanjut Ajeng bertanya, percakapan mereka berdua memancing perhatian Rani dan Citra.
"ehh…..umm, gapapa kok beneran" jawab Nur dengan setengah hati, Bahasa tubuh dan raut wajahnya menunjukkan hal yang berbanding terbalik dengan ucapannya.
Ajeng dapat melihat ada yang di sembunyikan oleh awak tank nya, ia tidak ingin ada perasaan negatif yang di simpan teman barunya itu.
"beneran? Kalo ada yang mengganggu lebih baik di bicarakan saja" ucap Ajeng membujuk awaknya itu untuk lebih terbuka.
"iya Nur, kalau ada masalah cerita aja, kita pasti bantu kok !" sambung Rani dan Citra mencoba merangkul Nur yang masih asing dengan mereka.
"jangan tersinggung ya, sebenernya aku berharap bisa satu tim dengan Retno, tapi akhirnya malah di tempatkan disini" ucap Nur memberikan kejujurannya.
"heeee, bisa di pahami" tanggap Rani dan Citra bergantian.
"apa kamu dan Retno sangat dekat?" tanya Ajeng melanjutkan diskusi mereka.
"aku dan Retno sudah Berteman sejak SMP, kami sangat dekat, itulah kenapa aku memutuskan untuk masuk ke sekolah ini agar bisa dengannya terus" jawab Nur.
"heee begitu…, tapi tidak apa apa kan, maksudku kamu masih bisa bertemu dengan Retno setelah latihan selesai" ucap Rani, dengan cekatan ia menggunakan kemampuan interaksi sosialnya untuk mencairkan suasana di dalam kotak besi yang pengap itu.
"memang sih, tapi aku takut...…nanti dia terlalu akrab dengan orang lain dan lupa denganku" ucap Nur dengan risih.
"tidak mungkin lah, kalau memang kalian sangat dekat, tidak perduli berapa lama kalian berpisah pasti dia akan tetap mengingatmu dan ingin segera bertemu lagi" ucap Rani memberikan nasihatnya. Sebagai seorang yang dapat akrab dengan siapa saja Rani memahami permasalahan yang di alami oleh Nur yang sebenarnya hanya di sebabkan oleh kecemasan berlebihan yang muncul dari dirinya sendiri.
"eh, benarkah?" tanya Nur terkejut dengan ucapan Rani.
"benar, coba saja lihat nanti setelah pertandingan, pasti Retno akan segera menemui kamu" ucap Rani terus meningkatkan mood temannya itu.
"sekarang yang kita perlu lakukan adalah berusaha semaksimal yang kita bisa, untuk memenangkan pertandingan ini, kamu tidak mau kan kita kalah dari tim lainnya?" ucap Ajeng mencoba mengubah fokus Nur kepada pertandingan yang akan mereka hadapi.
"tentu saja tidak, meski tidak bersama Retno, aku akan tetap berusaha semaksimal mungkin, untuk kemenangan kita" jawab Nur dengan bersemangat.
"ummm, itu baru semangat !" sahut Rani sambil mengangguk kecil.
Ditengah obrolan mereka terdengar suara tembakan dari dalam hutan di ikuti dengan siulan keras seperti suara roket atau kembang api, sebuah cahaya merah melaju menuju langit dan di ikuti dengan asap berwarna jingga, itu adalah tembakan suar yang di lepaskan oleh penyelenggara pertandingan yang ada di sebuah tower tinggi di tengah hutan yang di gunakan untuk mengamati jalannya pertandingan. Suar itu menjadi penanda bahwa pertandingan sudah dimulai, semua tank pun bergerak dan mencari posisi yang menguntungkan untuk menyergap dan melumpuhkan tank lawan.
"Itu dia! Citra…" ucap Ajeng menyadari jika pertandingan sudah dimulai, namun sebelum Ajeng memberikan perintah Citra sudah menginjak pedal gas dan menggerakkan tanknya.
"Aku paham, saatnya beraksi!!!" ucap Citra dengan sangat bersemangat dan langsung menggerakkan tank seberat 15 ton dengan kecepatan tinggi.
Ajeng terkejut sekaligus bingung karena Citra dapat memahami perintah yang akan disampaikannya, ia berpikir mungkin itu karena Citra sangat menyukai Tank dan sudah tidak sabar ingin segera melakukan pertempuran.
"beberapa ratus meter di depan kita ada sungai yang membelah kedua sisi, apa akita harus menjauhinya?" tanya Nur yang sudah membuka peta dan melihat kemana tank mereka melaju.
"di dekat sana ada jembatan kan?" tanya Ajeng memastikan hal yang ia ingat dari peta yang sudah ia baca sejak malam kemarin.
"iya betul, ada jembatan yang menghubungkan kedua sisi" jawab Nur setelah melihat jembatan di petanya.
"mungkin kita bisa menyusurinya sembari menunggu ada tim yang akan menyebrangi jembatan, jika mereka melihat kita, kita bisa langsung lari ke hutan untuk bersembunyi" ucap Ajeng menjabarkan strateginya.
"Anu Ajeng….tolong pelurunya.." ucap Rani memotong ucapan Ajeng.
"oh iya maaf" jawab Ajeng singkat, ia lupa jika peluru belum di masukkan kedalam Meriam.
Ajeng segera meraih peluru yang ada di bawah tempat duduknya, membawanya ke sisi kanan dan ke atas menuju kubah Meriam, setelah sampai di atas peluru itu di arahkan ke breech dan dengan sekali dorong peluru itu masuk dan Breech Meriam langsung naik dan menguncinya.
"baiklah teman-teman, tetap waspada dan awasi sekitar dengan periskop kalian, segera laporkan jika kalian melihat sesuatu" ucap Ajeng.
Tank kecil itupun terus melaju dengan perlahan melewati rindangnya pepohonan, dengan lincah Citra mengendalikan laju tank dan menghindari pohon pohon, Nur juga membantu Citra untuk menghindari pohon dan mencari jalan yang aman, Ajeng mengawasi sekitar dengan periskopnya sedangkan rani memfokuskan matanya ke teleskop pembidik Meriam.
Ambarawa mendekati penghujung hutan dan mulai terdengar suara gemuruh sungai, tank itu keluar dari gelapnya hutan menuju tepian sungai, tank itu menyusuri sungai yang sebenarnya lebih mirip ngarai, di pisahkan oleh dua dinding batu dan terdapat batu batuan besar di dasar sungai, aliran sungai juga tidak begitu deras namun cukup untuk menimbulkan suara riuh akibat benturan air dengan batu.
Dari arah berlawanan sebuah tank terlihat sedang melaju perlahan dan mendekati jembatan.
"ada tank terlihat di depan !" lapor Rani yang melihat ada tank yang mendekat, ia menanyakan apakah ia harus menyerang tank itu kepada Ajeng, Ajeng menyarakan untuk menunggu dan melihat kemana tank itu akan pergi.
"sepertinya itu Konta" ucap Citra memperhatikan tank itu dengan teliti melalui teleskopnya.
"itu adalah tim Konta yang di pimpin Anis, Citra tolong hentikan tank dan atur posisi bertahan" perintah Ajeng, Citra menghentikan Ambarawa dan menyerongkan tank mereka dan bersiap untuk kemungkinan kontak dengan tank lawan. Namun Konta hanya melaju lurus seakan tidak melihat ada tank lain yang berjarak 500 meter di depan mereka, Ajeng dan semua awaknya kebingungan melihat hal itu.
"loh loh, mereka ga liat kita apa ya?" ucap Nur bingung.
"mungkin Anis memang ga lihat, soalnya dia berkacamata sih" ucap Ajeng.
"Jeng ini kesempatan, kenapa kita ga tembak aja?" ucap Rani yang sudah gatal ingin melepaskan tembakan, kaki kanannya sudah ada di atas tombol penembak dan ia hanya tinggal menginjaknya sekuat tenaga, namun ia menahan dirinya karena belum mendapat izin dari komandannya.
"jangan dulu, kita belum tahu tujuan mereka apa" jawab Ajeng menahan penembak di tank nya untuk bersabar sedikit lagi.
Konta berbelok dan memasuki jembatan untuk menyebrang, jembatan besi itu cukup kokoh meski sudah terlihat usang dan muncul karat di beberapa sambungannya, suara derit dapat terdengar Ketika tank kecil dengan berat 15 ton itu melintas di tengah tengah 2 pilar pilar yang menjadi bagian dari pondasi jembatan. Nur meletakkan petanya sejenak untuk menyegarkan matanya, ia mengintip keluar tank dengan periskopnya dan memutar periskop itu, ke kiri dan ke kanan ia memperhatikan barisan pepohonan yang ada di seberang ngarai itu, Nur memperhatikan ada ojek aneh yang bersembunyi dibawah rindangnya bayangan hutan, meski samar Nur yakin jika itu adalah tank.
"ada objek yang mencurigakan di seberang dekat pepohonan" ucap Nur melaporkan temuannya kepada komandannya. Ajeng memberi perintah kepada Citra untuk memutar turet ke arah yang di tunjukkan Nur, mereka menemukan sebuah tank M3 Stuart varian awal sedang bersembunyi dan mengarahkan meriamnya ke arah jembatan.
"ada tank lain di sisi lain, sepertinya M3A1" ucap Citra yang juga melihat ada tank yang bersembunyi di sisi lain dan mengepung jalan keluar dari jembatan itu.
"Anis akan di jebak, kita harus memperingati mereka" ucap Ajeng memutuskan untuk memberikan peringatan agar tank itu dapat menyadari bahaya yang mengintainya.
"Ajeng apa kamu serius? kita seharusnya melumpuhkan mereka loh sejak awal bukan malah membantunya" ucap Rani mempertanyakan keputusan Ajeng.
"dalam senshado bukan hanya kemenangan yang penting, pertempuran yang adil juga hal penting" ucap Ajeng tetap pada keputusannya , meski itu adalah lawannya Ajeng tidak bisa diam saja melihat tank itu jatuh kedalam perangkap.
"aku setuju dengan Ajeng, tapi bagaimana cara kita memperingatkan mereka ?" ucap Citra setuju dengan keputusan Ajeng, tapi ia sendiri bingung bagaimana mereka bisa memberikan peringatan kepada Konta karena tidak seperti mobil, tank tidak punya klakson, lampu depanpun tidak bisa di gunakan untuk memberikan sinyal tembak seperti mobil.
karena tidak ada cara lain Rani mengambil inisiatif, iapun menembakkan Meriam dan senapan mesin ke arah Jembatan namun tidak sampai mengenai Konta maupun konstruksi jembatan. Bunyi menggelegar terdengar ke seluruh hutan dan membuat burung burung berterbangan dari ranting pohon, Konta berhenti di tengah tengah jembatan setelah tembakan di lepaskan, Ajeng dan semua awaknya mengira hal itu berhasil namun tidak sampai 3 detik Konta sudah bergerak Kembali, kini lebih cepat dari sebelumnya seakan berusahan menghindari sesuatu, benar saja sesampainya di sebrang sungai Konta langsung di sambut dengan dua tembakan dari kedua sisi, tembakan itu langsung melumpuhkannya dan bendera putih muncul secara otomatis.