webnovel

Dia Lagi!

Aku melangkah keluar rumah dengan hati yang sedikit kecewa, "berangkat sekarang Neng" sapa Mang Ujang supir yang biasa mengantarkan ku ke sekolah, aku hanya mengangguk dengan tersenyum tipis.

Mang Ujang membuka pintu penumpang untuk ku, kemudian menutup kembali setelah aku duduk dengan nyaman.

"Mang, nanti mampir ya kalau ada gerobak batagor yang biasa di ujung jalan" ucap ku, entah kenapa rasanya tiba-tiba ingin memakan batagor.

Mang Ujang hanya mengangguk, tak lama mobil pun terparkir di pinggir jalan dekat gerobak batagor. Karena gerobak tersebut berada di seberang, aku pun keluar dari mobil.

"Biar Mang Ujang aja Neng" ucap Mang Ujang mencegah ku untuk keluar, tapi tak ku hiraukan.

"Gak apa Mang, biar aku aja. Mang Ujang, tunggu sebentar ya." Aku pun melangkah menghampiri gerobak batagor "Mas, batagor 1 porsi ya." Ucap ku saat sudah di dekat penjual batagor tersebut.

"Siap Neng. Seperti biasa kan?" ucap penjual batagor, yang memang sudah hapal dengan seleraku. Aku pun mengangguk tersenyum, "iya Mas" jawab ku singkat.

"Ini Neng" si Mas penjual batagor menyerahkan sebuah kotak putih padaku.

"Makasih Mas" ucap ku, sambil menyerahkan selembar uang dua puluh ribu "kembaliannya ambil saja Mas" sambung ku, pria tersebut mengangguk dengan senyum.

"Terima kasih Neng" ucapnya sopan, aku pun membalasnya dengan senyum. Kemudian aku melangkah hendak menyebarang, sebelum menyebrang aku memperhatikan kiri kanan untuk memastikan tidak ada kendaraan.

Setelah merasa aman, aku pun melangkahkan kaki. Namun beberapa langkah, aku di kejutkan dengan sebuah motor sport yang tiba-tiba melaju dari arah kanan.

Ciiiiiiiiitttttttttt....

Suara ban yang bergesek dengan aspal karena di rem dengan kuat oleh si pengendara, wajah ku memucat karena terkejut.

"Lo mau mati ya!" sentak pria tersebut setelah membuka helm full facenya, beruntung pria tersebut tidak sampai jatuh dan aku pun tidak tertabrak.

Mang Ujang yang melihat Zia hampir tertabrak, segera keluar dari mobil dan menghampiri wanita muda tersebut.

"Neng Zia gak apa-apa?" ucap Mang Ujang sambil memperhatikan tubuh ku.

"Enggak Mang. Aku gak apa pa" ucap ku dengan wajah yang masih pucat.

Mang Ujang menunduk ke arah si pengendara, "maaf Den, majikan saya kurang hati-hati" ucap Mang Ujang sambil menunduk, kemudian menuntun ku agar berjalan menghampiri mobil.

Entah kenapa, aku merasa seperti mengenal pria tersebut. "Masuk Neng" ucap Mang Ujuang menyadarkan ku yang masih mematung di samping mobil, aku pun mengangguk dan hendak masuk.

"Tunggu!" teriak pria yang mengendarai motor tersebut, aku menoleh ke arahnya. Sorot mata tajamnya, kenapa seperti tak asing. Batin ku.

"Lo, cewek yang di toilet itu kan?!" ucapnya, ah..ya aku ingat. Dia pria yang ber..., ah...menyebutnya saja aku geli.

"E-enggak kok, lo salah orang" ucap ku gagap kemudian dengan cepat masuk ke dalam mobil.

Mang Ujang pun menutup pintu, kemudian sedikit berlari menuju kursi kemudi.

"Neng, kenal pria tadi?" tanya Mang Ujang saat mobil sudah melaju.

"Enggak Mang" ucap ku cepat, aku tidak sepenuhnya berbohong. Aku memang tidak mengenalnya, tapi aku pernah bertemu dengan pria tersebut. Dan sialnya dia sedang berbuat mesum, batin ku.

Sementara Azel masih menatap belakang mobil yang membawa gadis cantik yang memakai seragam sekolah tersebut.

'Aku yakin, dia wanita yang sama' gumam Azel, kemudian memakai kembali helm full facenya.

Motor Azel pun melaju membelah jalan raya, pikirannya masih terpaku pada sosok wanita bertubuh mungil tersebut. Satu yang Azel sadari, wanita tersebut mengenakan seragam sekolah yang sama dengannya. Tapi kenapa setelah seminggu dia di sekolah tersebut, tak pernah melihat wanita itu, batin Azel.

"Zia.....gue kangen banget sama lo" teriak Mita sembari memeluk tubuh mungil Zia, yang di peluk hanya tersenyum.

"Gue juga kangen sama lo" ucap Zia seraya mengurai pelukannya.

Mita menarik lengan Zia menuju kelasnya, "eh tau gak" ucap Mita, Zia menggelengkan kepala. Jelas saja dia tidak tau, kan sudah satu minggu Zia tidak masuk sekolah. Mita malah berdecak, "ada murid baru, ganteng" ucap Mita berbisik di telinga Zia.

"Tapi sayang, baru satu minggu sekolah saja. Dia sudah beberapa kali di panggil guru BP" ucap Mita, "tapi gak apa-pa, yang penting dia ganteng Zia" ucap Mita lagi dengan senyum dan mata berbinar.

Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Mita, kami pun masuk ke dalam ruang kelas. Suasa seperti biasa selalu riuh kalau bel belum berbunyi, ada yang masih mengantuk. Ada yang sedang berdandan, ada juga yang hanya sekedar mengobrol.

Aku duduk di kursi tempat ku biasa, tapi seseorang menahan ku.

"Eits...lo gak duduk di sini lagi" ucap Rini yang menghadang ku untuk duduk, aku mengerutkan kening heran.

"Kenapa? Kan ini tempat duduk ku" ucap ku masih dengan nada sopan.

"Dulu. Sekarang sudah enggak, ini udah jadi tempat duduknya Azel, calon pacar gue" ucap nya penuh percaya diri.

"Udah Zia, sini duduk di dekat gue aja. Gak usah di ladeni, kaya Azel mau aja sama dia." Ucap Mita memutus dan menarik lengan Zia ke banggku kosong yang ada di belakang Mita. Mita duduk di leretan pinggir dua satu meja lebih depan dari bangku lama Zia, itu artinya Zia bersebelahan dengan pria yang bernama Azel tersebut.

Suara riuh pelajar pun berhenti saat guru jam pertama memasuki kelas, kebetulan jam pertama adalah pelajaran matematika yang di ajarkan oleh salah satu gulu kiler yaitu Buk Rose.

Buk Rose pun mulai mengabsen satu persatu hingga tiba pada nama pria yang dari pagi sudah membuat Mita heboh.

"Jazel Kafi Zaviyar" panggil Buk Rose, "kemana lagi anak itu, masih pagi sudah buat masalah dia" gerutu Buk Rose, dan tak ada satu pun yang berani menjawab.

Pelajaran pun di mulai, semua pelajar mulai serius mendengarkan materi yang di jelaskan oleh guru. Hingga akhirnya bel berbunyi, tanda jam pelajaran pertama sudah usai.

"Jangan lupa, dilanjutkan belajar di rumah. Karena sebentar lagi akan ujian" pesan Buk Rose, sebelum meninggalkan kelas.

"Iya Buk" jawab murid serentak, termasuk aku.

Buk Rose pun meninggalkan kelas, dan kelas kembali riuh seperti biasa.

"Ih.... ayang gue kemana sih, pagi-pagi kok gak nongol?" ucap Rini pada salah satu temannya.

"Cih..., ayang. Pala lo peyang" ucap Mita berdecih pelan, aku hanya tersenyum menanggapinya.

Mita merubah posisi duduk menghadap ke arah ku yang ada di belakang tempat duduknya, "Zia, lo bawa bekal hari ini?" tanya Mita, aku menggelengkan kepala.

"Enggak, kenapa?" jawab ku dan bertanya sambil menatap Mita.

"Ya gak apa, biasanyakan lo paling rajin bawa bekal" ucapnya, seketika wajah ku langsung berubah murung.

Mita benar, biasanya aku memang membawa bekal. Karena Mama selalu menyiapkannya untuk ku, tapi mulai hari ini sepertinya aku harus mulai terbiasa untuk memakan apa yang ada di kantin sekolah.

"Bisanya Mama yang siapkan, tapi mulai hari ini gue harus terbiasa" ucap ku sambil menunduk, Mita yang melihat ku mulai bersedih, mengusap punggung tangan ku lembut.

"Maaf ya Zi.., aku gak bermaksud" ucap Mita dengan tampang menyesal, aku tersenyum ke arahnya.

"Gak apa, gue ngerti kok" ucap ku, aku memang masih dalam suasana berduka. Tapi seperti yang didilang Kak Azam, hidup kami harus tetap berlanjut.